Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Manajemen Aset Terkini Dalam Keseharian
N/a
Rabu, 29 Maret 2017 pukul 20:07:39   |   2911 kali

Oleh Jose Lukito

Mahasiswa Tugas Belajar DJKN

Setiap orang yang memiliki aset/barang perlu pengetahuan tentang manajemen aset (MA). Supaya aset yg dimiliki memberi nilai tambah, menjadi bagian utk pencapaian tujuan. Baik tujuan individu, rumah tangga sampai dengan organisasi. Bagaimana caranya? Prinsip dasar bahwa tujuan dimilikinya aset umumnya untuk dipakai sendiri atau jika berlebih (surplus) dapat disimpan, dikomersialkan, atau dilepas. Tulisan ini dimaksudkan untuk sedikit menyegarkan kembali makna kepemilikan aset/barang/benda yang secara keseharian telah menjadi bagian dari pencapaian tujuan, baik individu ataupun organisasi. Penulis membatasi lingkup aset disini dimana aset investasi berupa emas, financial assets, dan sejenisnya dikecualikan dalam bahasan tulisan ini.

Aset Harus Andil

Aset harus andil dalam mencapai tujuan besar individu atau organisasi. Tujuan mendasar dimilikinya aset sejatinya untuk ambil bagian bersama-sama sumber daya yang ada lainnya (resources, baik people, method, money, dan lainnya) untuk mencapai tujuan individu atau organisasi. Contoh konkrit peran aset adalah sebagaimana ilustrasi berikut:

 

Gambar 1. Kontribusi Manajemen Aset dalam Penciptaan nilai organisasi
Sumber: (Too & Too, 2010) dengan modifikasi

a) Ketika individu/organisasi ingin memperbaiki struktur biaya/anggaran yg terbatas, maka strategi MA melalui efisiensi biaya yang timbul oleh aset;
b) Ketika individu/organisasi memakai aset, maka MA memastikan aset yg ada sesuai kebutuhan saja dan tidak ada aset berlebih (surplus) atau idle;
c) Ketika individu/organisasi ingin memenuhi standar layanan prima kepada pihak lain/client atau stakeholders/customers, maka MA memastikan aset yg dipakai berkualitas, dapat diandalkan, tersedia, dan sesuai regulasi.

Dengan demikian jika kepemilikan aset ternyata inefisien, berlebih, di bawah standar maka solusinya adalah aset yg dimiliki perlu dilepas (disposal), dikomersialkan atau diperbaiki. Mempertimbangkan cost-benefit maka bisa saja aset tidak selalu harus dimiliki, cukup dengan sewa saja.

Aset dan Organisasi
Manajemen Aset (MA) dalam tataran yang lebih formal di organisasi memiliki proses bisnis yang spesifik. MA baik di sektor swasta atau pemerintahan dahulunya sederhana, namun dewasa ini menjadi semakin berkembang, menjadi bagian integral organisasi, dan kompleks yang harus diketahui oleh setiap jenjang dalam organisasi, dari yang terbawah sampai dengan top management.
Sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, maka MA masih merupakan hal baru dimana para akademisi dan praktisi memiliki pandangan yang beragam (Wijnia & de Croon, 2015). Dari demikian banyak pengertian tentang MA, maka Penulis meminjam definisi yang relatif singkat dari British Standard Institution dalam ISO 550000-2014  bahwa MA adalah “coordinated activity of an organisation to realise value from assets” (ISO, 2014a, 2014b). Jadi, aktivitas yang terkoordinasi untuk mewujudkan kebernilaian dari suatu aset merupakan MA. Dengan kata lain, dalam suatu organisasi termasuk Pemerintah maka MA berperan dalam menyeimbangkan antara biaya, kesempatan, dan resiko terhadap target performa/kinerja dari aset yang dimiliki demi pencapaian tujuan organisasi (ISO, 2014a).
Sampai dengan saat ini contoh praktik dan penelitian tentang MA masih menjadikan Australia, Selandia Baru, Inggris, dan Kanada sebagai negara yang terdepan dalam MA dengan terus dilakukannya penyempurnaan-penyempurnaan mengingat masih terdapat beberapa local governments di negara-negara tersebut yang masih terus melakukan perbaikan-perbaikan (Bowyer, Gillies, Walton, & Warren, 2008; Conway, Kaganova, & McKellar, 2006; Jones & White, 2008; Kaganova & McKellar, 2006; Nateque Mahmood, Prasad Dhakal, Brown, Keast, & Wiewiora, 2014; Warren, 2002; Woodhouse, 2001).

Faktor Fundamental Manajemen Aset
Agar MA dapat dijalankan untuk mencapai tujuan berorganisasi, maka terdapat beberapa faktor atau dikenal sebagai “enablers of asset management” yang perlu ada bahkan dapat dikatakan sebagai faktor fundamental (Ngwira & Manase, 2015). Apa saja faktor-faktor tersebut sesuai praktik internasional khususnya di Australia, Inggris, dan Selandia Baru? Sebagaimnana Table 1 dapat dilihat perinciannya sesuai praktek yang telah berjalan selama ini.

Berdasarkan 7 (tujuh) institusi atau pedoman yang kerap dijadikan rujukan dalam MA internasional, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mendukung proses MA berjalan dengan baik sesuai target, maka perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang diurutkan berdasarkan elemen yang paling sering diungkapkan, sebagai berikut:

1) Information Technology (Teknologi Informasi)
2) Capacities/Compentencies (Kapasitas dan Kemampuan)
3) Business Process (Proses Bisnis atau SOP)
4) Human Resources (Sumber Daya Manusia)
5) Organisations (Dukungan Organisasi)
6) Sustainability (Kesinambungan)
7) Risk Management (Manajemen Resiko)
8) Leadership  (Kepemimpinan)
9) Communication (Komunikasi)
10) Planning (Perencanaan)
11) Services (Pelayanan)
12) Law & Regulations (Peraturan)
13) Management of change (Manajemen Perubahan)
14) Outsourcing
Penutup
Tulisan ini sedikit memberi gambaran fundamental sesuai perkembangan kontemporer MA yang dapat menjadi “renungan harian” bersama khususnya dalam rangka MA di level organisasi baik di sektor swasta ataupun pemerintahan. Dalam konteks Indonesia, maka faktor-faktor dalam asset management enablers sejatinya sudah tersedia namun prioritisasinya perlu disesuaikan dengan situasi dan tantangan terkini di tiap-tiap organisasi sehingga aset yang dimiliki dapat bernilai tambah serta menjadi faktor yang semakin integral  berperan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Brisbane, 27-02-2017
 

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini