Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Pentingnya Status Tanah Clear and Clean untuk Penilaian Real Property Dalam Rangka Pemindahtanganan
N/a
Rabu, 04 Mei 2016 pukul 15:17:06   |   13741 kali

Sebagai penilai pemerintah kadang kita hanya melakukan tugas penilaian dalam sehari-hari, namun tidak begitu menyadari apa itu penilai. Dari sumber situs yang sangat popular memberikan penjelasan tentang definisi penilai yaitu : “Penilai (bahasa Inggris: appraiser; berasal dari bahasa Latin: appretiare yang mempunyai arti "menilai") merupakan sebuah profesi yang memiliki kualifikasi, pengetahuan, kompetensi, dan pengalaman melakukan kegiatan penilaian, sesuai dengan keahlian dan profesionalisme yang dimiliki dengan mengacu kepada standar penilaian yang berlaku.”  Sebagai penilai pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara disyaratkan minimal berpendidikan Sarjana S1 juga telah mengikuti diklat di bidang penilaian paling tidak 200 jamlat. Penilai juga harus memiliki pengalaman atau jam terbang sehingga memiliki keahlian yang sempurna, yang merupakan kombinasi antara teori dan praktek. Sebagian besar profesi mapan seperti akuntan, advokat, dokter, mewajibkan anggotanya untuk selalu mengikuti pendidikan yang berkelanjutan (continuous education program) dan pengalaman yang cukup untuk dianggap kompeten menjalankan profesi tersebut.

 Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 2/PMK.06/2014 tentang Penilai Internal Di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tidak menyebutkan definisi secara jelas apa itu penilai, dalam peraturan tersebut hanya menyebutkan apa itu penilaian yang disebutkan sebagai berikut “Penilaian adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh penilai untuk memberikan suatu opini nilai yang didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknik tertentu atas objek tertentu pada saat tanggal Penilaian.” Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008  tentang Jasa Penilai Publik menyebutkan bahwa yang dimaksud penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan Penilaian” Jadi sangat jelas bahwa definisi tentang penilai dari beberapa sumber peraturan belum memberikan penjelasan secara rinci. Namun dalam peraturan yang sama menjelaskan tentang apa itu penilaian secara lebih rinci. “Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia”.   Bahkan diantara dua peraturan tersebut di atas, definisi tentang penilaian terdapat perbedaan yang cukup jelas, yang mana pada PMK Nomor 2/PMK.06/2014 menyebutkan bahwa penilaian dilakukan dalam rangka memberikan opini nilai, sementara itu PMK Nomor 125/PMK.01/2008 penilaian dilakukan dalam rangka memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis.

        Secara gaya bahasa tersendiri penulis mendefinisikan Penilai sebagai “Profesi atau pekerjaan untuk memberikan opini nilai atas asset, baik itu yang berwujud maupun yang tidak berwujud, berdasarkan pada kompetensi, keahlian, pengalaman yang dimiliki”. Selanjutnya penulis mendefinisikan Penilaian sebagai “Kegiatan untuk memberikan opini nilai untuk asset, baik itu yang berwujud maupun tidak berwujud, melalui metode tertentu, dengan pengumpulan data, pengolahan data, dan pengambilan kesimpulan dalam bentuk opini nilai”.

Pemindahtanganan Real Property

        Property yang kita pahami selama ini merupakan tanah dan bangunan, namun sebenarnya merupakan segala sesuatu yang bisa dimiliki. Situs Wikipedia menjelaskan definisi property sebagai berikut. “Properti menunjukkan kepada sesuatu yang biasanya dikenal sebagai entitas dalam kaitannya dengan kepemilikan seseorang atau sekelompok orang atas suatu hak eksklusif. Bentuk yang utama dari properti ini adalah termasuk real property (tanah), kekayaan pribadi (personal property) (kepemilikan barang secara fisik lainnya), dan kekayaan intelektual. hak dari kepemilikan adalah terkait dengan properti yang menjadikan sesuatu barang menjadi "kepunyaan seseorang" baik pribadi maupun kelompok, menjamin si pemilik atas haknya untuk melakukan segala suatu terhadap properti sesuai dengan kehendaknya, baik untuk menggunakannya ataupun tidak menggunakannya, untuk mengalihkan hak kepemilikannya. Beberapa ahli filosofi menyatakan bahwa hak atas properti timbul dari norma sosial. Beberapa lainnya mengatakan bahwa hak itu timbul dari moralitas atau hukum alamiah (natural law).”

Tampak jelas bahwa tanah (real property) hanya salah satu saja dari bentuk kepemilikan (property), kepemilikan lain bisa dalam bentuk saham, emas, asuransi, obligasi, dan lainnya. Sehingga untuk pembahasan dalam makalah ini yang dimaksud real poperty adalah tanah berikut segala sesuatu yang ada di atasnya. Membahas tentang real property tak lepas dari hukum positif yang ada di Indonesia, terutama Hukum Agraria UU No.5 tahun 1960 dan Hukum Perdata Buku II khususnya yang membahas tentang Benda atau Kekayaan.

Banyak ragam tentang pemindahtanganan real property, bisa berupa jualbeli, hibah, tukar guling (ruislag), lelang. Namun yang paling sering dijumpai adalah pemindahtangan real property dengan cara jualbeli antara penjual dan pembeli. Di sini peran penilai menjadi sangat penting terkait dengan penilaian yang akan dilakukan dalam rangka pemindahtanganan yaitu :

1.     Opini nilai yang dihasilkan menjadi acuan dalam rangka pemindahtanganan;

2.      Tidak semua real property dalam kondisi clear and clean, sehingga bisa timbul permasalahan hukum di kemudian hari.

        Berdasarkan hal tersebut maka penilai tidak bisa mengabaikan begitu saja permohonan penilaian yang diajukan jika hal tersebut terkait dengan pemindahtanganan suatu real property. Pemindahtanganan real property merupakan pemindahtangan hak/kepemilikan, yang mana sudah sah jika secara legalitas sudah terpenuhi meskipun objeknya belum diserahkan. Hal ini berbeda dengan jualbeli barang bergerak yang mana suatu transaksi menjadi sah ketika barang sudah diserahkan. Karena legalitas sangat penting dalam pemindahtanganan real property, maka penilai harus lebih cermat ketika menerima permohonan real property khususnya dalam rangka pemindahtanganan.  Berikut ini adalah yang akan terjadi terhadap opini nilai yang dihasilkan oleh penilai dalam rangka pemindahtanganan property :  

1.  Nilai dianggap terlalu rendah (under value), maka akan ada pihak yang dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan;

2.  Nilai dianggap terlalu tinggi (over value), maka akan ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak lain yang dirugikan;

3.  Nilai wajar, secara legalitas real property dalam kondisi clear and clean;

4.  Nilai wajar, namun secara legalitas real property dalam kondisi tidak clear and clean;


Salah satu kelemahan sistem legalitas hukum agraria kita menganut asas negatif,  artinya bahwa pihak lain bisa menggugat sertifikat kepemilikan milik orang lain di pengadilan sepanjang bisa membuktikan kebenarannya. Meskipun kapasitas penilai tidak bisa menjangkau hal yang tidak tampak tersebut, namun di dalam analisa legalitas harus bisa menjelaskan dengan lebih rinci dan didukung dengan bukti-bukti yang bisa diyakini oleh penilai. Sehingga dalam hal ini penilai tidak sebatas melakukan penilaian sesuai permohonan, namun harus mencermati aspek legalitas yang bisa menimbulkan potensi permasalahan hukum baik itu secara perdata maupun pidana.

Mitigasi Resiko Oleh Penilai :

Melihat potensi resiko permasalahan hukum yang mungkin muncul, wajar jika sebagai Penilai melakukan mitigasi resiko yaitu bagaimana melakukan segala upaya agar resiko yang akan muncul semakin kecil. Diantara mitigasi resiko yang bisa dilakukan oleh Penilai antara lain yaitu :

1. Analisa aspek legalitas secara cermat

        Sebagai bagian dari analisa Penilai seperti layaknya analisa high best use, penilai harus melakukan analisa aspek legalitas secara cermat. Diantara analisa tersebut jika sertifikat hak tanah telah habis masa berlakunya maka ini menjadi perhatian Penilai karena objek penilaian akan dipindahtangankan. Demikian juga jika terjadi tunggakan kewajiban perpajakan seperti Pajak Bumi dan Bangunan, maka harus menjadi perhatian bagi Penilai sebagai bagian dari aspek legalitas.

        Batas-batas objek penilaian juga merupakan hal yang sangat penting, untuk memastikan bahwa objek penilaian tidak ada sengketa batas. Lakukan cross check secara cermat antara luas sertifikat dengan luas objek di lapangan, meskipun kebanyakan Penilai menggunakan acuan luas di sertifikat, namun jika terjadi perbedaan yang cukup significant maka juga merupakan bagian dari potensi resiko yang bisa muncul dikemudian hari. Pastikan bahwa objek penilaian clear and clean, sehingga dari sisi aspek legalitas bias diyakini statusnya.

2. Memaksimalkan Peran Komite Penilai

        Peran komite penilai (peer review) dalam hal ini sangat penting untuk menjaga kualitas laporan penilaian yang dihasilkan oleh penilai. Peran peer review tidak sebatas memenuhi kewajiban formal, namun juga harus betul-betul mencermati standar laporan penilaian apakah sudah dipatuhi atau belum. Tidak hanya itu saja peran peer review juga merupakan bagian dari mitigasi resiko penilaian, khususnya penilaian yang terkait dengan pemindahtanganan.
        Komite penilai punya kewajiban untuk mengingatkan kepada penilai jika nilai yang dihasilkan tidak wajar, juga perlakuan adjustment yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Peran peer review bisa dikatakan sebagai mata kedua bagi penilai, untuk melihat setiap kekurangan yang ada pada laporan penilaian. Dengan demikian peran komite penilai secara maksimal sangat penting, sebagai bagian dari mitigasi resiko oleh penilai. Termasuk apabila secara legalitas objek penilaian memiliki potensi resiko hukum di kemudian hari.


3. Mencari Informasi Tambahan

        Informasi tambahan sangat penting bagi penilai untuk senantiasa memberikan keyakinan bahwa objek penilaian berupa tanah dan segala sesuatu yang ada di atasnya memiliki status clear and clean. Untuk mendapatkan informasi tambahan bisa diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Bisa diperoleh dari warga yang tinggal dekat dengan objek penilaian, bisa juga menanyakan kepada pengurus RT/RW setempat. Status tanah yang bermasalah kadang bisa diketahui dari orang disekitarnya, sehingga penilai bisa memperoleh informasi yang berharga yang merupakan bagian dari mitigasi resiko penilaian.

         Lakukan konfirmasi langsung kepada pemohon penilaian terkait kondisi objek penilaian sehingga memperoleh gambaran yang lebih jelas untuk status clear and clean dari objek penilaian. Jika perlu penilai harus melakukan diskusi dan tanya jawab kepada pemohon seputar legalitas objek penilaian sehingga memperoleh keterangan dari pihak yang kompeten dan mengetahui kondisi objek penilaian. Lakukan informasi tambahan melalui dokumen-dokumen yang saling berkaitan, masa berlaku hak sertifikat, bukti pembayaran PBB, dan dokumen lainnya.

Kesimpulan
        Penilai harus memastikan bahwa objek penilaian dalam hal ini tanah berikut segala sesuatu yang ada di atasnya dalam kondisi clear and clean tidak ada masalah secara legalitas. Hal ini menjadi sangat penting ketika penilaian dilakukan untuk tujuan pemindahtanganan, karena ada potensi resiko hukum di dalamnya. Demikian juga kualitas laporan penilaian menjadi perhatian ekstra bagi penilai antara lain metode penilaian, data pembanding yang tepat. Untuk itu semua, maka penilai harus melakukan mitigasi resiko salah satunya memaksimalkan peran Komite Penilaian.

Daftar Pustaka :

1.    Situs https://id.wikipedia.org/wiki

2.    Peraturan Menteri Keuangan No.2/PMK.06/2004

3.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008


Penulis :
Heryantoro
Kasi HI KPKNL Pontianak
HP. 081383586054

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini