Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
DARI SOAL BAHASA HINGGA SOAL DIASPORA
N/a
Rabu, 20 April 2016 pukul 17:23:55   |   5797 kali

SOAL BAHASA

Salah satu bahasa dunia tertua adalah bahasa semit (Latin: semiticus, Inggris: semitic, Itali: semita/shem) yang berarti Sam/Sem/Syam. Sam adalah salah satu dari 3 anak nabi Nuh. Termasuk di dalam rumpun Bahasa semit adalah bahasa Aram, Arab, dan Ibrani. Bahasa Aram digunakan oleh nenek moyang nabi Ibrahim, sementara bahasa Arab digunakan oleh keturunannya di jalur Ismail dan bahasa Ibrani di jalur Ishak. Bahasa Aram dan Arab berada di rumpun Bahasa Semit Tengah dan Bahasa Ibrani berada di rumpun Bahasa Semit Barat Daya. Meskipun Aram dan Arab lebih banyak memiliki kemiripan; bersama dengan Ibrani, ketiganya saling mirip di titik tertentu. Dan karena ketiganya termasuk dalam salah satu rumpun bahasa tertua, sedikit banyak dari ketiga bahasa ini, bahasa dunia yang lain yang lebih muda mengambil sumber serapan darinya.

Salah satu bahasa yang usianya muda dan mengambil serapan dari bahasa yang sudah ada sebelumnya adalah Bahasa Indonesia. Sebagian besar Bahasa Indonesia memang berasal dari Bahasa Melayu yang bersumber dari Bahasa Sunda-Sulawesi dan berada di rumpun bahasa Austronesia. Namun berdasarkan sejarahnya, tak bisa terelakkan bahwa bahasa yang baru muncul belakangan ini menyerap pula kata-kata dari bahasa yang sudah ada sebelumnya selain dari bahasa Melayu. Berdasarkan Wikipedia, Bahasa Indonesia menyerap kata-kata dari bahasa Belanda (3.280 kata), Inggris (1.610 kata), Arab (1.495 kata), Sanskerta-Jawa Kuno (677 kata), Tionghoa (290 kata), Portugis (131 kata), Tamil (83 kata), Parsi (63 kata), Hindi (7 kata).

Selain menyerap dari bahasa asing, bahasa Indonesia juga menyerap kata-kata dari bahasa Nusantara, yaitu bahasa Jawa (1109 kata), Minangkabau (929 kata), Sunda (223 kata), Madura (221 kata), Bali (153 kata), Aceh (112 kata), dan Banjar (100 kata). Penyerapan kata ini sebagian besar digunakan dalam tujuan berkomunikasi. Lain soal dengan kata-kata yang menunjukkan nama-nama tempat atau nama kegiatan yang sudah mapan sebelum bahasa Indonesia terbentuk.

Untuk kata-kata yang sudah mapan yang menunjukkan nama-nama tempat atau nama kegiatan, yang sudah dikenal jauh sebelum bahasa Indonesia resmi disahkan, bisa saja diserap atau berakar dari sumber lain selain yang sudah dicatat pada wikipedia sebagaimana di sebut di atas. Seringkali kata-kata ini tidak berkaitan langsung dengan bahasa Indonesia. Misalnya dalam istilah kuno orang Minang, kata yang berarti “memulai untuk membuat tempat perlindungan” adalah “taruko”. Kata “taruko” ini berakar dari bahasa Aram “tarukh” atau dalam bahasa Ibrani “tarack” yang berarti sama, yaitu tempat perlindungan. “Marapi” yang saat ini digunakan sebagai kata yang menunjukkan nama sebuah gunung di Bukittinggi merupakan kata yang diturunkan dari kata “Marave” (bahasa Aram) yang berarti “tempat yang paling tinggi”.

SAWRAW-SAWRAW

Di Wikipedia kita bisa membaca, bahwa kata “agam” dalam bahasa Minang hanya untuk merujuk kepada nama suatu kawasan, namun jika dirujuk dari bahasa Ibrani (agam, אגם), dapat berarti danau, kolam atau rawa-rawa serta juga dapat serumpun dengan kata “agamon” yang berarti “alang-alang”. Di kabupaten Agam, banyak kita lihat kolam-kolam dibuat di depan rumah-rumah penduduk yang selain berfungsi untuk memelihara ikan juga bisa bermaksud menjadi salah satu perlindungan agar rumah tidak mudah diakses pencuri. Kolam ini juga bisa terdapat di depan masjid-masjid atau surau-surau.

Dalam bahasa Melayu, “Surau” berarti tempat ibadah yang khususnya ditujukan untuk muslim, sementara dalam bahasa Ibrani, “Sawraw” berarti rumah kecil atau tempat ibadah kecil. Kata “Abah” dalam bahasa Melayu memiliki arti dan akar yang sama dengan kata “Abi” dalam bahasa Arab. Namun pengucapan yang paling mirip adalah kata “Abbah” dari bahasa Ibrani yang artinya sama persis yakni bapak atau ayah. Kata-kata serapan dari bahasa Aram maupun Ibrani ini jarang diungkap karena kemunculannya tidak meluas di Nusantara. Sebagian besar, kata serapan atau lebih tepatnya berakar dari bahasa Aram dan Ibrani muncul di wilayah Minangkabau.

Dokumen sejarah tertua Minangkabau berasal dari Tambo Alam Minangkabau, sebuah karya sastra sejarah yang merekam kisah-kisah dan legenda-legenda yang berkaitan dengan asal usul suku bangsa, negeri dan tradisi dan alam Minangkabau. Sebagian masyarakat Minangkabau percaya bahwa mereka adalah keturunan Raja Iskandar Zulkarnain (The Great Alexander), paling tidak keturunan dari salah satu peserta dalam rombongan yang dipimpin sang raja ketika menginjakkan kaki di sana. Meskipun informasi ini masih perlu dikaji lebih dalam lagi, uniknya kata “Bundo Kanduang” senada dengan kata “Boendo Kendon”. Boendo Kendon ialah salah satu istri Alexander yang dalam bahasa Aram berarti “isteri yang tercinta”. Konon Boendo Kendon ini melahirkan satu-satunya anak bernama Than Kendon (dalam bahasa Aram berarti Anak tercinta). Dalam tradisi Minang “Anak tercinta” ini bisa diasosiasikan dalam kata “Dang Tuanku”. Kata “Dang Tuanku” pernah dipakai sebagai gelar kebangsawanan di tanah Minang, misalnya Raja Pagaruyung bergelar Dang Tuanku 'Sultan Remendung' yang merupakan putra Bundo Kanduang dengan Bujang Salamat.

Tambo Alam, kitab sejarah Minang tertua sekaligus kitab rujukan adat —di mana orang Minang merujuk kepadanya ketika menyelesaikan masalah adat dalam komunitasnya— bernada sama dengan kata “Tamvo Alam” yang dalam bahasa Aram berarti “Kitab Pengakuan”. Tamvo Alam adalah satu set peraturan warisan The Great Alexander sebelum wafatnya. Jika keduanya tidak saling berhubungan, paling tidak secara pengucapan keduanya memiliki kemiripan.

Orang Minangkabau (sering disingkat sebagai orang Minang) merupakan orang-orang yang dipersatukan oleh kesamaan adat. Berbeda dengan sudut pandang modern di mana wilayah dibagi dalam batas administrative, orang-orang Minang berdiaspora di banyak wilayah. Konsentrasi terbesar mereka berada di Sumatera Barat, namun orang-orang Minang juga ada di sebagian wilayah Riau, sebagian Bengkulu, dan sebagian Jambi. Kesamaan adat ini salah satunya adalah budaya matrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu.

DIASPORA

Mayoritas masyarakat Minang adalah muslim dan saat ini merupakan salah satu masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia. Sebagai perbandingan, misalnya bangsa Yahudi yang juga menganut matrilineal, saat ini berjumlah 12 juta jiwa di seluruh dunia. Sementara berdasarkan statistik tahun 2010, jumlah orang Minang tercatat sebanyak 8 juta jiwa yang tersebar di seluruh dunia. Sebagai konsekuensi dari adat merantau yang menghasilkan penyebaran orang Minang, saat ini kita bisa menemukan orang Minang di Jakarta, Bandung, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, dan Surabaya. Orang Minang juga bisa ditemukan di Negeri Sembilan Malaysia, Kuala Lumpur, Singapura, Seremban, Melbourne, Sydney, dan juga Jeddah. Namun begitu, pelaksanaan adat yang ketat yang menggunakan adat asli Minang terkonsentrasi di Sumatera Barat, lebih fokus lagi di daerah Pariaman. Masyarakat Minang secara umum terkenal sebagai orang-orang yang cerdas, intelektual, ahli perdagangan dan ahli diplomasi.

Apakah keahlian diplomasi orang Minang, yang salah satunya dimanfaatkan untuk perdagangan, merupakan konsekuensi dari kekuatan bahasa yang digunakan, yang di antaranya berakar dari bahasa-bahasa tua dunia, masihlah sebuah pertanyaan terbuka. Belum ada penelitian yang secara khusus mendalami korelasi ini. Namun yang bisa dipastikan berdasarkan catatan sejarah, banyak “orang besar” —yang menjadi tokoh nasional di Indonesia— terlahir dari keturunan ibu Minang.

(Hakim SB Mulyono - Kasi HI KPKNL Bukittinggi)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini