Mitigasi risiko
merupakan bagian dari manajemen risiko, dimana kedudukannya adalah sebagai
solusi dari sebuah pemecahan sebuah risiko. Mitigasi
risiko adalah menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan
untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta
aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktivitas dan risikonya (Ferry Idroes, Manajemen Risiko
Perbankan…,hal. 236). Mitigasi
risiko juga
memiliki tujuan yaitu mengeksplorasi strategi respon risiko atas sesuatu yang
beresiko, diidentifikasikan dalam analisis risiko kualitatif dan kuantitatif (Zidni Ardhian Firdaus, Mitigasi
Risiko Pembiayaan di Lembaga Keuangan Mikro Islam, (Thesis—Universitas
Airlangga, 2014), 12.
Adapun kegiatan Pemeriksaan Piutang Negara
sesuai PMK Nomor:240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara adalah serangkaian
upaya yang dilakukan oleh Pemeriksa Piutang Negara guna memperoleh informasi
dan/ atau bukti-bukti dalam rangka penyelesaian Piutang Negara. Kegiatan Pemeriksaan Piutang Negara dilakukan oleh
Pemeriksa Piutang Negara yang merupakan Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang
diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan, yang diberi tugas, wewenang,
dan tanggung jawab untuk melakukan Pemeriksaan.
Dalam melaksanakan Pemeriksaan Piutang Negara,
Pemeriksa Piutang Negara dapat melakukan pemeriksaan baik pada keberadaan
Penanggung Hutang/ Penjamin Hutang, kemampuan Penanggung hutang, Harta Kekayaan
Lain maupun barang jaminan yang ada.
Lantas, apa hubungannya mitigasi risiko dengan
kegiatan Pemeriksaan Piutang Negara? Jadi, dalam melaksanakan kegiatan
Pemeriksaan Piutang Negara, Pemeriksa Piutang Negara dapat bersinggungan dengan
risiko – risiko yang muncul baik secara perdata maupun pidana sehingga perlu
diidentifikasi mitigasinya. Adapun risiko-risiko yang berpotensi timbul dalam
kegiatan Pemeriksaan Piutang Negara sesuai Perdirjen Kekayaan Negara
No.6./KN.6/2012 tentang Pedoman Pemeriksaan dalam Pengurusan Piutang Negara
beserta mitigasinya antara lain:
1. Tuntutan karena
memasuki wilayah orang.
Dalam melakukan pemeriksaan, Pemeriksa Piutang Negara
dapat dituntut karena memasuki wilayah atau kediaman seseorang. Perbuatan
mengakses ke suatu wilayah tanpa izin tersebut dapat dikategorikan perbuatan
tanpa wewenang masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan tertutup dapat
diancam pidana berdasarkan Pasal 167 KUHP dan Pasal 551 KUHP.
2. Tuntutan karena perbuatan
tidak menyenangkan.
Saat akan melakukan pemeriksaan, Pemeriksa Piutang
Negara diharapkan memperhatikan ketentuan – ketentuan dalam hukum pidana yang
mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan. Dalam KUHP Pasal 335 ayat (1)
mensyaratkan adanya dua unsur yaitu : “memakai kekerasan” atau “ancaman
kekerasan”, dimana pembuktian adanya delik ini apabila salah satu unsur
terpenuhi. Adapun penerapan pasal 335 KUHP tersebut oleh Mahkamah Agung R.I.
(MA) ditekankan pada unsur “paksaan”
sebagai unsur utama yang wajib ada dalam serangkaian kegiatan tidak
menyenangkan. Lebih lanjut yang dimaksud unsur paksaan tidak selalu harus
fisik, namun juga unsur psikis dan pencemaran nama baik melalui tulisan maupun
lisan. Singkatnya, Pemeriksa Piutang Negara dapat dianggap mencemarkan
nama baik seseorang jika tidak
memitigasi risiko Pemeriksaan Piutang Negara yang ada sesuai Pasal 335 ayat (2)
KUHP meskipun tindak pidana ini baru dapat diproses jika pihak yang diperiksa
melakukan pengaduan kepada pihak kepolisian terlebih dahulu.
3. Gugatan karena menyita
harta kekayaan yang tidak termasuk barang jaminan.
Adakalanya saat melakukan pemeriksaan ditemukan hasil
bahwa terdapat harta kekayaan lain miik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang
kemudian ditindak lanjuti penyitaan terhadap harta kekayaan lain tersebut.
Dalam hal ini Pemeriksa Piutang Negara dapat digugat oleh pemilik harta
kekayaan tersebut atas tindakan penyitaan yang dilakukan.
4. Ancaman secara fisik
dan Psikis.
Kegiatan Pemeriksaan bertujuan untuk mengungkap data
dan informasi terkait objek pemeriksaan yang akan digunakan untuk penyelesaian
piutang negara, hal ini tentunya akan menentukan hambatan dari debitor baik
secara fisik maupun psikis.
Lebih lanjut, setelah melakukan identifikasi
risiko dan analisis risiko maka Pemeriksa Piutang Negara dapat mengetahui upaya
mitigasi risikonya meskipun setiap kasus pemeriksaan akan sangat berbeda dengan
kasus pemerikaan lainnya. Namun demikian untuk mengantisipasi risiko yang
timbul dalam kegiatan pemeriksaan, Pemeriksa Piutang Negara perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a.
Pada saat melakukan
kegiatan Pemeriksaan, Pemeriksa Piutang Negara harus melengkapi diri dengan
identias kependudukan.
b.
Selain identitas, Pemeriksa
juga perlu dibekali demgan Surat Tugas untuk mengantisipasi risiko yang timbul
dalam kegiatan pemeriksaan.
c.
Pemeriksa Piutang
Negara sebaiknya berkoordinasi terlebih dulu dengan pejabat kelurahan setempat
atau instansi terkait dimana objek pemeriksaan berada.
d.
Dalam hal identifikasi
risiko menunjukkan objek pemeriksaan masuk kategori berisiko tinggi, maka
petugas pemeriksa dapat meminta bantuan aparat kepolisian setempat.
Sebagai penutup, Pemeriksa Piutang Negara harus
cermat dalam menyusun rencana pelaksanaan pemeriksaan, selain itu pemeriksa juga
harus dapat mengidentifikasi risiko-risiko yang akan dihadapi sebelum kegiatan
pemeriksaan dilaksanakan sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan dalam
rangka penyelesaian piutang negara melalui kegiatan pemeriksaan dengan mitigasi
risiko yang terukur dan teridentifikasi.
Penulis: