Dalam
rangka mewujudkan trilogy pembangunan nasional, yakni meningkatkan pemerataan
kesejahteraan rakyat, salah satunya dengan penyaluran dana kredit kepada masyarakat oleh lembaga perbankan dan salah satunya dengan
jaminan hak milik sebagai jaminan
hutangnya dengan mengacu pada ketentuan
dan persyaratan Undang- Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yaitu Pengaturan tentang pembebanan Hak
Tanggungan pada Sertifikat Hak Milik atas tanah.
Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan yang dianggap paling efektif dan aman adalah jaminan hak tanggungan. Hal itu didasari adanya kemudahan dalam mengidentifikasi obyek Hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, disamping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan obyek Hak Tanggungan. Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu melalui tahap pemberian Hak Tanggungan yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin kemudian dilakukan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan selanjutnya adalah tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan ditingkatkan menjadi sertifikat Hak Tanggungan. Sertifikat hak tanggungan mempunyai mempunyai kekuatan eksekutorial sebagimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang sertifikat Hak Tanggungan sebagai jaminan pinjaman kredit pada Bank dan bagaimana kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa apabila nasabah pemilik sertifikat tidak mampu membayar cicilan kredit sehingga terjadi kredit macet. Kepastian hukum terhadap penyelesaian kredit macet terkait dengan jaminan sertifikat tanah untuk kredit bank telah diatur baik dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Penyelesaian Kredit Macet baik melalui bank maupun lewat lembaga-lembaga lain maupun pengadilan. Apabila sengketa sampai di pengadilan, maka prosedur penanganan sengketa kredit macet mengikuti proses hukum acara perdata di mana baik kreditur maupun debitur membuktikan haknya yang dilanggar. Dalam menyelesaikan kredit macetnya Lembaga perbankan menggunakan ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan 1996 pasal 6 yang menyatakan dinyatakan dengan tegas bahwa ”Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Berdasar pasal 20 ayat (1) “Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan a. hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atas b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), objek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan mendahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya.”
Kalangan perbankan menganggap penjualan objek Hak Tanggungan secara lelang adalah cara yang paling efektif, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan cara penjualan lainnya karena penjualan secara lelang bersifat terbuka untuk umum, mewujudkan harga setinggi-tingginya dan menjamin kepastian hukum kepada semua pihak. Penjualan objek Hak Tanggungan secara lelang yang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan cara penjualan lainnya,namun ada kalanya penjualan secara lelang masih menghadapi kendala dan masalah yang bervariasi. Permasalahan tersebut di atas timbul baik sebelum pelaksanaan lelang, dalam pelaksanaan lelang, maupun setelah pelaksanaan lelang. Salah satu faktor ekstern adalah permasalahan yang diakibatkan antara lain adanya bantahan atau gugatan terhadap pelaksanaan objek Hak Tanggungan secara lelang. Apabila gugatan penggugat yang diajukan ke Pengadilan dan jika dikabulkan oleh Majelis Hakim, maka akan ada putusan yang amarnya membatalkan pelaksanaan lelang. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 25 menyebutkan bahwa : ”Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dapat dibatalkan” dan ini juga sesuai dengan ketentuan Buku II Mahkamah Agung tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum pada halaman 100 angka 21 yang menyebutkan bahwa ”Suatu pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak dapat dibatalkan”. Ada Beberapa gugatan yang diajukan terkait pelaksanaan lelang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Negeri, beberapa alasan utama yang menjadi putusan Pengadilan Negeri untuk membatalkann lelang antara lain, keadaan awal objek agunan, nilai limit lelang, perbuatan melawan hukum dan yang terpenting Pengetahuan Hakim yang sangat penting dalam memberikan pertimbangan hukumnya.
Mahkamah Konstitusi pernah menggelar sidang pengujian
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UU Hak Tanggungan) pada Selasa
(12/5/2020) atas permohonan pemohon Inri Januar, dkk (web. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia), kreditur merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena
pada prinsipnya pasal-pasal tersebut tidak memberikan jaminan dan perlindungan
kepastian hukum terhadap pemegang hak tanggungan (kreditur) dengan menyamakan
kekuatan eksekusi sertifikat hak tanggungan terhadap putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Kreditur dapat saja melakukan eksekusi objek hak tanggungan secara serta-merta,
apabila pemberi hak tanggungan (debitur) mengalami cidera janji.
Tantangan Dinamika dan Eksekusi Lelang Hak Tanggungan mau dibawa kearah mana, Kondisi Hak Tanggungan saat ini masih dalam perjalanan menuju kearah yang lebih baik dan positif, demikian catatan hasil diskusi webinar yang dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2022 yang diselenggarakan oleh DJKN bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan tema Quo Vadis Eksekusi Hak Tanggungan. (By. Onter – HI KPKNL Sidoarjo)
Referensi : Muhamad Fauzi Aulia Tsani, Analisis Pembatalan Pelaksanaan Eksekusi Lelang
Dr. H. Minanoer Rachman, SH.MH, Pembatalan Lelang Hak Tanggungan
oleh Putusan Pengadilan.
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Web. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia