Selama
pandemi Covid-19 masih berlangsung, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM
dengan cara menaikkan ataupun melonggarkan levelnya, meski dalam pelaksanannya
terdapat pro dan kontra terutama bagi sebagian masyarakat serta
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Lalu, apakah yang dimaksud dengan PPKM?
Bagaimana evaluasi penerapan kebijakan PPKM hingga sejauh ini? Apakah di
berbagai daerah sudah efektif mengalami penurunan pasien yang positif Covid-19?
Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang disebut dengan PPKM merupakan salah satu
kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk memerangi pandemi Covid-19 yang. Sebelumnya, pemerintah sempat memberlakukan kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung di beberapa wilayah di
Indonesia. Hal ini dilaksanakan karena adanya inisiatif dari pemerintah daerah.
Sedangkan kebijakan PPKM ini dilakukan serentak atas dasar komando pemerintah
pusat.
PPKM
pertama kali diberlakukan pada 11 Januari s.d. 25 Januari 2021 lalu tepatnya di
tujuh provinsi di Pulau Jawa, diantaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Seiring berjalannya waktu serta menyesuaikan
keadaan dari masing-masing wilayah di Indonesia, maka PPKM dilakukan secara
berkelanjutan mulai dari Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau
Sulawesi, hingga skala Nasional. Istilah-istilah PPKM pun mulai bermunculan
dari yang semula PPKM Jilid Pertama kemudian beralih menjadi PPKM Jilid Kedua,
PPKM berbasis Mikro hingga PPKM Darurat. Dari istilah tersebut, masing-masing
PPKM terdapat parameter pembeda yang dirincikan sehingga dapat menjadi acuan
pengendalian wilayah dalam membatasi kegiatan masyarakat.
PPKM
yang paling berdampak terhadap UMKM dan masyarakat kecil adalah PPKM Darurat
yang berlaku pada 3 Juli - 25 Juli 2021, dimana PPKM ini menargetkan penurunan
penambahan kasus konfirmasi harian hingga di bawah 10 ribu kasus per harinya.
Adapun pengetatan yang diberlakukan antara lain pada pusat
perbelanjaan/mal/pusat perdagangan harus ditutup; restoran dan rumah makan
tidak menerima makan di tempat; kemudian tempat ibadah tidak diizinkan
menyelenggarakan ibadah secara berjamaah, dan lain-lain. Adanya kebijakan
pengetatan tersebut tentunya berdampak pada kondisi ekonomi.
Pada 21
Juli 2021 lalu, Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negeri mengumumkan istilah baru terkait mekanisme PPKM dengan skala tingkat pertama
hingga keempat (Level I - IV). Pemerintah memutuskan suatu wilayah dapat
memberlakukan PPKM antara level I - IV dengan tolok ukurnya berdasarkan laju
penularan serta jumlah kasus aktif Covid-19 di wilayah tersebut. Semakin tinggi
level PPKM maka pengetatan kegiatan masyarakat akan semakin besar, sebaliknya
apabila level PPKM semakin menurun maka dapat diperkirakan kasus aktif Covid-19
dan penularannya semakin berkurang sehingga dapat dilonggarkan untuk melakukan
aktivitas kembali.
Penanganan
pandemi dengan pemberlakukan PPKM di Pulau Jawa-Bali per 11 Oktober 2021 telah
menunjukkan penurunan kasus aktif dari puncaknya pada 15 Juli 2021 lalu.
Seperti yang telah disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan dari Biro, Pers,
Media, dan Sekretariat Presiden pada kanal Youtube Kompas TV bahwasanya dengan
diturunkannya level PPKM dari III ke level I secara berturut-turut, dapat
mendongkrak kecepatan pemberian vaksinasi bagi para lanjut usia (Lansia) di
Pulau Jawa-Bali secara signifikan. Seiring dengan pelaksanaan Pekan Olahraga
Nasional (PON) di Papua, maka terdapat peningkatan mobilitas penduduk ke
wilayah Papua. Namun, yang patut diapresiasi adalah dalam PON yang masih
berlangsung ini tidak terjadi lonjakan kasus yang signifikan.
Penulis:
Wahyu Nurul A / Agus Kurniawan (KPKNL Semarang)
Sumber
referensi :