Menangis, Adakah Manfaatnya?
Orang menangis biasanya saat sedih, tetapi tidak sedikit juga
yang menangis saat gembira. Ada juga yang menangis saat marah atau
frustasi. Bagaimana kita membayangkan orang menangis saat mendapat
kebahagiaan yang luar biasa atau bagaimana pula kita membayangkan orang
menangis saat marah besar kepada orang lain.
Ketika Tim Nasional Sepak Bola Indonesia berhasil meraih kejuaraan pada
ajang SEA Games 2023 belum lama ini, yang menangis bukan hanya pemain dan pelatih
di lapangan, tetapi hampir seluruh rakyat Indonesia yang menyaksikan turut
menangis atas kemenangan itu. Hari-hari selama pandemi
Covid-19 mewabah di Indonesia, fenomena menangis tentu mengungkapkan hari-hari
di Indonesia yang rata-rata kematian ratusan bahkan lebih dari
seharinya. Tangisan yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena
menyaksikan ayah, ibu, suami, atau istri bahkan anak, dikebumikan dengan cara
yang tidak biasa. Proses bagaimana memandikan, mensholatkan, dan
menguburkan jenazah melalui cara yang jauh dari tradisi agama maupun budaya
yang dianut. Bahkan banyak yang tidak melalui proses tersebut, pada
awal-awal pandemi Covid di Indonesia, karena minimnya pengetahuan tentang
Covid-19, Jenazah langsung dibawa ke pemakaman, hanya dapat melihat dari jarak
jauh, bahkan banyak yang tidak tahu bagaimana anggota keluarga yang dicintainya
itu dikuburkan. Inilah yang membuat mereka merasakan pedih yang sangat
mendalam. Hatinya sangat pedih, karena tidak dapat melakukan
apa-apa. Menangis menjadi satu-satunya yang bisa dilakukan.
Menangis bagi bayi merupakan alat komunikasi yang paling
utama dan adaptif sebagai mekanisme untuk bertahan hidup (Bartlett &
McMahon, 2016). Bagi orang dewasa, menangis itu juga merupakan alat
komunikasi, untuk menyampaikan pesan kepada orang lain bahwa dia dalam kondisi
rentan, sedang kesulitan dan butuh pertolongan (Cornelius & Lubliner, 2003;
Nelson, 2005) Menurut Hendriks, dkk., (2010), fungsi utama menangis adalah
memberi perhatian kepada orang lain untuk membantunya dalam menemukan
sumber-sumber penemuan, kemudian juga untuk mendapatkan perhatian, empati, dan
dukungan dari orang lain. Manusia memiliki tiga jenis air mata, yakni air
mata refleks, air mata yang terus menerus keluar ( continuous tear), dan
air mata emosional. Air mata refleks membersihkan kotoran-kotoran, seperti
asap dan debu dari mata. Air mata yang keluar terus-menerus akan melumasi
mata dan membantu melindunginya dari infeksi. Air mata emosional
mengandung hormon stres dan racun
lainnya. Para peneliti yakin bahwa menangis dapat mengeluarkan racun dari
sistem tubuh (Florencia, 2020).
Menangis dalam perspektif psikologi
Menurut Jonathan Rottenberg peneliti dan profesor
psikologi dari University of South Florida menyebutkan bahwa menangis merupakan
sinyal, penanda yang kita berikan kepada orang lain bahwa kita rapuh dan butuh
berbagi.
Rapuh adalah kondisi emosional yang wajar. Psikolog
mengungkapkan bahwa tidak selamanya manusia harus kuat, saat kondisi tertentu
menangis adalah ekspresi yang wajar. Saat menangis salah satu area otak menjadi
aktif. Menangis juga menjadi penanda bahwa manusia mampu merasakan penderitaan
yang lain dan empati. Dengan menangis seseorang bisa merespons perasaan atau
kondisi manusia yang lain, seperti saat melihat bencana alam atau berita duka
dari orang terdekat.
Lauren M. Bylsma,
Ph.D. dari University of Pittsburgh memiliki pendapat menarik tentang korelasi
menangis dan kondisi psikologis manusia. Dalam artikel yang dimuat di Journal
of Research in Personality 2011, Bylsma berargumen dengan seseorang menangis
punya korelasi positif dan pengaruh besar. Psikolog menemukan ada beberapa
jenis orang yang tidak mampu menangis, seperti psikopat, sosiopat atau orang
dengan gangguan kesehatan mental. Namun, bukan berarti mereka tidak normal atau
tidak sehat. Beberapa orang memang memiliki tubuh yang tidak bisa memproduksi
air mata sama sekali. Pasien dengan Sjogren Sindrome misalnya kesulitan untuk
memproduksi air mata. Sementara yang lain menganggap bahwa menangis adalah
bentuk ketakmampuan mengendalikan diri dan kelemahan. Mereka menganggap
menangis adalah sikap cengeng seorang perempuan. Namun, yang pasti menangis
punya fungsi kesehatan, jadi menangislah bila memang saatnya menangis dan
berbahagialah jika kita masih mampu menangis.
Menangis dalam
perspektif Islam
Islam sangat perhatian terhadap perilaku
menangis. “ Dan
bahwasanya Dialah Yang menjadikan orang tertawa dan menangis. ”
(QS. An-Najm : 43). Jadi siapa yang membuat manusia
menangis? Jawabannya Allah, dengan segala prosesnya yang
rasional. “ Menangislah
kalian semua. Dan apabila kamu tidak dapat menangis maka pura-pura
menangislah kamu” (HR.Ibnu Majah dan Hakim). Dalam konteks
yang tepat, justru menangis lebih disarankan dalam Islam. Dalam berbagai
ayat Alquran maupun hadist disebutkan bahwa Allah sangat senang melihat
hambanya menangis. Namun, menangis seperti apa yang sangat disukai dalam
Islam? Seorang yang takut kepada Allah, apakah hidupnya sudah sesuai
antara apa yang diberikan Allah kepadanya dengan apa yang dia perbuat untuk
Allah, kemudian dia menangis, karena apa yang dia berikan dalam bentuk
pengabdian kepada Allah ternyata jauh lebih sedikit, bahkan tidak terlihat sama
sekali. Menangis seperti ini akan berdampak pada seseorang untuk selalu
memperbaiki, karena rahmat Allah tidak pernah bisa disaingi dengan ibadah dan
perbaikan apapun juga. Rasulullah pernah bersabda,Andaikata kamu mengetahui apa yang aku
ketahui, kamu semua akan sedikit tertawa dan banyak menangis ”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Manfaat menangis untuk kesehatan fisik dan mental
1. Mengurangi
stress
2. Meningkatkan
Mood/suasana hati
3. Melegakan
perasaan
4. Membunuh
bakteri
Terlepas dari manfaat menangis, kita harus tetap
memperhatikan beberapa hal saat menangis. Pertama, jangan menangis dengan suara
yang sangat keras/ meraung-raung. Kedua, sebaiknya menangislah di tempat yang
tepat agar tidak merasa malu. Hindari menangis di tempat umum dan pergilah ke
tempat lain yang nyaman untuk menangis.