Matahari bersinar terik di atas Kota Palu, saat tim
pengukuran kesesuaian tingkat standar barang standar kebutuhan (SBSK) Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara Lelang (KPKNL) Palu tertegun menatap hamparan tanah
kosong di depan mata. Sesuai petunjuk Google Maps, seharusnya lokasi
tersebut merupakan tempat salah satu sekolah yang menjadi satuan kerja KPKNL
Palu.
Tersadar dalam ingatan bahwa hamparan tanah kosong tersebut
merupakan area likuifaksi yang terjadi hampir lima tahun lalu. Pada tahun 2018,
Kota Palu dan kabupaten sekitarnya mengalami tiga kejadian bencana dalam waktu
yang sama yaitu gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang telah meluluhlantakkan
hampir seisi kota. Sebagian besar infrastruktur rusak berat, termasuk di
antaranya barang milik negara (BMN) seperti kantor pemerintahan, bandara,
terminal, pelabuhan, rumah sakit dan sekolah.
Bencana tersebut membuat hampir seluruh pelayanan publik di
Kota Palu dan sekitarnya lumpuh selama beberapa bulan. Melihat lumpuhnya suatu
kota, muncul pertanyaan bagaimana pemerintah menghadapi hal ini demi
terjaminnya pelayanan publik?
Salah satu solusi yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
risiko yang ditimbulkan pasca bencana adalah dengan melaksanakan program
Asuransi BMN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 97/PMK.06/2019.
Asuransi BMN merupakan salah satu wujud mitigasi risiko yaitu melalui metode
risk transfer atau memindahkan risiko dengan tujuan sebagai langkah pengamanan,
kepastian keberlangsungan pemberian pelayanan umum, dan/atau kelancaran tugas
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan negara.
Dalam praktiknya, Indonesia bukanlah negara satu-satunya
yang telah menerapkan program asuransi BMN tersebut. Australia merupakan salah
satu negara yang telah terlebih dahulu memberikan layanan asuransi dan
manajemen risiko kepada sektor pemerintahan dengan nama Comcover. Comcover
secara spesifik tidak melayani organisasi swasta atau individu dan memastikan
bahwa setiap anggotanya memiliki program pertanggungan komprehensif untuk
risiko yang dapat diasuransikan. Perhitungan premi tahunan didasarkan pada
risiko kerugian yang dinilai secara aktuaria. Comcover secara
keseluruhan memiliki manfaat yang signifikan pada Pemerintah Australia, di
antaranya dengan membantu melindungi anggaran terhadap kerugian tak terduga dan
mengelola risiko secara terpusat.
Selama ini, pemerintah Indonesia telah menyiapkan dana
kontinjensi atau dana yang dicadangkan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya
bencana tertentu, namun kemampuan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan
tersebut cenderung terbatas dibandingkan dengan total kerugian yang dialami.
Menurut data dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian
Keuangan, telah terjadi gap atau kesenjangan pembiayaan bencana yang cukup
signifikan kurang lebih sebesar Rp19,75 triliun atau 78 persen sebagai selisih
rata-rata kerugian dengan rata-rata dana cadangan yang dialokasikan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN). (Dalimunthe dan Pritasa, 2020).
Skema asuransi tersebut merupakan pilihan yang tepat untuk
BMN yang memiliki tingkat eksposur tinggi terhadap risiko, sedangkan dana
cadangan yang dimiliki tidak cukup untuk menanggulangi dampak risiko tersebut.
Asuransi tersebut dapat mempercepat proses pembangunan dan pemulihan kembali
dengan menyediakan pendanaan pasca bencana segera setelah bencana terjadi, tanpa
harus mengikuti siklus APBN. Dengan proses pembangunan kembali infrastruktur
dan fasilitas publik yang cepat, maka perekonomian daerah pasca bencana dapat
segera pulih.
Akan tetapi, tidak semua BMN dapat diikutsertakan dalam
program asuransi karena keterbatasan APBN untuk membayar premi asuransi dan
kemampuan perusahaan asuransi untuk menanggung kerugian akibat risiko yang
ditimbulkan. (Trihusodo, 2021) Saat ini, objek asuransi berprioritas pada
gedung dan bangunan yang digunakan sebagai kantor pemerintah, fasilitas
pendidikan dan fasilitas kesehatan serta dapat melibatkan fasilitas yang
melekat di dalamnya.
Padahal, objek BMN lainnya seperti tanah sama-sama memiliki
risiko dan dampak yang signifikan. Seperti halnya yang terjadi di Kota Palu,
beberapa tanah BMN berada di kawasan zona merah sehingga satuan kerja mengalami
kesulitan dalam membangun kembali sarana pelayanan publiknya. MTsN 3 Kota Palu
merupakan salah satu satuan kerja yang terdampak likuifaksi sehingga kawasan
sekolah tersebut berada di zona merah. Selepas terjadinya bencana, satuan kerja
tersebut membangun sekolah semi permanen di atas tanah masyarakat selama kurang
lebih empat tahun hingga pada akhirnya di pertengahan tahun 2022, proses
kegiatan belajar mengajar dapat diselenggarakan secara permanen di lokasi baru
setelah seluruh gedung selesai dibangun di atas tanah hibah dari masyarakat.
Meskipun di tahun 2018
program asuransi BMN belum berjalan sehingga objek BMN satuan kerja
tersebut belum diasuransikan, namun potensi yang ditimbulkan ke depannya akan
tetap sama apabila tanah BMN belum dapat di-cover oleh asuransi BMN.
Selain itu, berbeda dengan asuransi pada umumnya, tingkat
atau tarif premi dari suatu objek pertanggungan pada asuransi BMN menggunakan
tarif fixed rate sebesar 1,961 persen dengan tujuan untuk menghindari
kemungkinan adanya fraud dan perang harga antar perusahaan asuransi. Di sisi
lain, dengan adanya tarif tetap tersebut, tidak akan membebani anggaran secara
fluktuatif setiap tahunnya. Akan tetapi, dengan adanya tarif premi yang tetap
tersebut, dapat dikatakan bahwa level risiko setiap BMN adalah sama. Padahal,
masing-masing BMN memiliki profil risiko yang berbeda-beda seperti kualitas
bangunan, lokasi, operasional dan lainnya.
Oleh karena itu, saat ini Kementerian Keuangan sedang
mempersiapkan langkah-langkah strategis terkait perkembangan asuransi BMN,
yaitu implementasi pengasuransian pada seluruh kementerian/lembaga, persiapan
perluasan objek asuransi BMN, dan persiapan integrasi pooling fund bencana
(PFB) sebagai sumber pendanaan asuransi BMN. PFB nantinya akan mengumpulkan
dana dari tiga sumber yaitu APBN, APBD dan sumber lainnya yang sah.
Selanjutnya, PFB akan dikembangkan melalui investasi jangka pendek dan
investasi jangka panjang dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan
layanan umum (BLU), sehingga diharapkan sumber pendanaan asuransi BMN tidak
membebani APBN dan objek asuransi BMN menjadi lebih luas.
Selanjutnya, diharapkan juga, agar ke depan terdapat profil
risiko BMN khususnya Tanah dan Bangunan secara komprehensif yang tersaji pada
aplikasi Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN) dan sekaligus
terintegrasi dengan early warning system kebencanaan pada Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) sehingga apabila kemungkinan akan terjadi bencana
dapat memberikan sinyal peringatan dini atas potensi kerusakan yang akan
terjadi. Di sisi lain, prosedur klaim asuransi BMN juga diharapkan dapat
dilakukan secara terpadu pada aplikasi SIMAN.
Sebagai penutup, asuransi BMN memiliki peranan yang penting
dalam menjaga keamanan dan kestabilan keuangan negara akibat kerugian yang
ditimbulkan oleh bencana alam maupun non alam. Oleh karena itu, pemerintah
diharapkan untuk tetap melanjutkan dan mengembangkan program asuransi tersebut
menjadi lebih baik, efektif dan berkelanjutan. John F. Kennedy pernah berkata “the
time to repair the roof is when the sun is shining”. Bersiap untuk
menghadapi bencana sebelum terjadi, akan membawa perubahan besar dalam
mengurangi dampak bencana dan mempercepat proses pemulihan. (Teks oleh Tim PKN
- KPKNL Palu, gambar merupakan dokumentasi Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Kota
Palu).
Daftar referensi:
Australian Government. 2022. “Comcover”.
www.finance.gov.au/government/comcover. Diakses pada 29 Maret 2023.
Dalimunthe, Dody AS dan Pritasa, Heddy A. 2020. “Perlunya
Skema Asuransi Bencana di Revisi UU Penanggulangan Bencana”. investor.id.
Diakses pada 25 Mei 2022.
Trihusodo, Putut. 2021. “Kini Ada Perlindungan Asuransi
untuk 4.334 Aset Negara”.
Indonesia.go.id. Diakses pada 1 Juni 2022.