Lhokseumawe (20/10)
Bertempat di KPPN Lhokseumawe, diselenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) terkait Perkembangan Inflasi Kota
Lhokseumawe. FGD ini dihadiri oleh Perwakilan Kemenkeu Satu, Kepala KPKNL
Lhokseumawe Bono Yudianto, Kepala KPPBC Kota Lhokseumawe Munif, Perwakilan
Kepala KPP Pratama Lhokseumawe, Kepala
Bank Indonesia Kota Lhokseumawe Gunawan, Kepala BPS kota Lhokseumawe Oriza
Sativa, Kepala LPP RRI Kota Lhokseumawe Siti Saraswulan, Perwakilan Pemda
Lhokseumawe dan Perwakilan dari Universitas Unimal dan Politeknik Lhokseumawe
serta perwakilan dari Bappeda Kota Lhokseumawe.
Acara dibuka pada pukul
09.00 wib yang dimulai dengan sambutan Kepala KPPN Lhokseumawe, Bapak Sam Marihot
Simbolon. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa KPPN merupakan penyalur
dana APBN dan sudah menyalurkan sebesar 83 persen. KPPN juga sebagai representasi Menteri Keuangan di daerah yang bertugas
mendeliver kebijakan Kemenkeu di daerah termasuk penyesuaian subsidi BBM. Acara
selanjutnya adalah kegiatan FGD yang dinarasumberi oleh Kepala BPS kota
Lhokseumawe Bapak Oriza Sativa. Dalam kesempatan tersebut beliau menyampaikan bagaimana kaitan kemiskinan dengan inflasi. Kemiskinan yang ada di BPS adalah
kemiskinan makro yang mencerminkan sosial ekonomi suatu wilayah. Sedangkan
kemiskinan mikro belum ada karena sedang menunggu selesai REGSOSEK (Registrasi Sosial Ekonomi). Jika
inflasi semakin tinggi maka garis kemiskinan semakin tinggi, jadi saat ini kita
akan berbicara tentang kemiskinan ekstrim, pungkas oriza. Untuk menghitung
kemiskinan kita menggunakan survey, yaitu survey sosial ekonomi dengan
menggunakan 132 indikator.
Beliau mengungkapakan bawah untuk Lhokseumawe garis kemiskinan relatif lebih kecil dibandingkan dengan Kab/Kota lain yang ada di Aceh. Kemiskinan ekstrim tahun dasarnya adalah tahun 2011. Beliau menambahkan bahwa ada inflasi tahun 2015, 2020 dan 2021. Inflasi garis kemiskinan selalu lebih tinggi dari inflasi umum tutur oriza. Sehingga efek bantuan BLT akan membantu penurunan inflasi yaitu berupa penurunan jumlah penduduk miskin. Beliau menambahkan yang paling banyak menyumbang garis kemiskinan adalah dari segi makanan. Terkait dengan gini ratio, ketimpangan pengeluaran dan pendapatan, Lhokseumawe sekitar 0,29 % termasuk yang rendah ketimpangannya jika dibandingkan antara Kabupaten atau Kota. Untuk Tahun depan (2023) semua data akan mengacu pada data REGSOSEK. Jadi dari hasil REGSOSEK akan diklasifikasikan penduduk ekstrim, penduduk miskin, penduduk menengah dan atas. Jadi jika ada petugas regsosek datang kerumah bapak/ibu mohon agar dibantu mereka untuk memberikan data, imbuh Oriza kembali.
Narasumber selanjutnya adalah Kepala Bank Indonesia perwakilan Kota Lhokseumawe, Gunawan. Beliau menyampaikan bahwa pada tahun 2022, terdapat sejumlah fenomena global seperti isu geopolitik yang telah berdampak terhadap rantai pasokan global yang juga berpengaruh terhadap ketersediaan pasokan pangan domestik. Gunawan menyampaikan bahwa, di sisi lain ketersediaan sejumlah komoditas pangan di sejumlah daerah yang terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional sehingga pada akhirnya telah mempengaruhi tingkat inflasi di masyarakat. Sejak pertengahan tahun 2022, tingkat inflasi nasional telah berada di atas target inflasi yaitu sebesar 3+- 1 % (yoy). Oleh karena itu, perlu adanya langkah strategis yang diambil. Kota Lhokseumawe pada bulan September 2022 mengalami inflasi sebesar 0,90% (mtm), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,98% (mtm). Inflasi terutama bersumber dari kelompok transportasi. Berdasarkan perkembangan tersebut, inflasi tahunan Lhokseumawe periode September 2022 sebesar 6,10% (yoy) atau telah berada di atas sasaran inflasi nasional tahun 2022 yang telah ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 3%±1% (yoy), pungkas Gunawan. (Penulis :WPM)