Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Gorontalo > Artikel
Falsafah Gorontalo dalam Bersosial Media
Pangky Yulianto
Jum'at, 13 Januari 2023   |   2497 kali

Pada saat ini kemajuan teknologi di bidang informasi dan komunikasi yang terjadi Indonesia tidak bisa dibendung dan dihindari, karena begitu cepatnya laju penyebaran informasi secara global dalam wujud digital. Perkembangan teknologi informasi sekarang ini selalu erat hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat dengan kearifan lokalnya yang merupakan cerminan dari kepribadian suatu bangsa yang beradab. Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, melalui cerita dari mulut ke mulut dan sarana budaya lain. Kearifan lokal yang ada di dalamnya terdapat aturan adat, cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat.

Dalam budaya masyarakat Gorontalo yang dikenal dengan falsafah “Adat bersendikan Syara’ dan Syara’ bersendikan Kitabullah”. Hal ini menyimbolkan bahwa seluruh budaya yang lahir dan menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo diwariskan secara turun-temurun dengan berpedoman pada intisari dari Al Qur’an, hal ini juga menegaskan bahwa masyarakat Gorontalo yang mayoritas beragama Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus sesuai dengan syariat dan Al Qur’an, tidak diperbolehkan melakukan perbuatan yang tidak baik, dan apabila ada persoalan maka harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Kearifan lokal yang merupakan bagian budaya masyarakat Gorontalo, tidak dapat dipisahkan dan diwariskan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi melalui sastra lisan. Dengan Kearifan lokal tersebut masyarakat Gorontalo mampu bertahan dan mengakomodasi budaya-budaya dari luar, serta mampu mengendalikan dan memberi arah pada perkembangan budaya sehingga memiliki kekuatan mengimbangi kemajuan teknologi dan informasi.

Salah satu bentuk dari kemajuan teknologi dan informasi yang semakin berkembang di kalangan masyarakat adalah media sosial. Media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, Blog dan lainnya, saat ini telah menjadi wahana yang turut mewarnai wacana di ruang-ruang publik. Masyarakat menganggap media sosial lebih emansipatif dan egaliter, karena dapat langsung menyuarakan pandangan individu ke ranah publik. Namun demikian, media sosial perlu digunakan dengan bijak agar tidak mengubah budaya Indonesia yang toleran dan ramah.

Berbicara tentang media sosial sebagai sebuah budaya baru, ibaratnya seperti pedang bermata dua. Di satu sisi menimbulkan manfaat positif luar biasa jika digunakan dengan bijak seperti untuk membangun koneksi pertemanan, membantu mendapat informasi terkini di seluruh dunia serta sebagai sarana komunikasi yang cepat, mudah, multiarah dan gratis. Namun di sisi lain konten yang tidak bermutu dan tidak benar yang membanjir melalui internet dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Sebagai pengguna media sosial yang bijak, kita harus bisa menggunakan dan memanfaatkan media sosial dengan bijak dan baik, untuk tujuan yang dapat berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Apabila media sosial disalahgunakan dan tidak digunakan secara bijak, seperti menyebarkan informasi/berita bohong atau hoaks yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kelompok tertentu (SARA), tentunya akan menimbulkan sebuah permasalahan di masyarakat dan perilaku tersebut akan dikenakan sanksi hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa falsafah budaya Gorontalo telah diwariskan secara turun termurun yang kiranya dapat kita terapkan dalam mengelola sosial media yang baik dan bijak, antara lain sebagai berikut :

1.   Openu Demo Putih Tulalo, Bo Dila Moputi Baya”, artinya biarlah tulang yang putih, asal jangan wajah yang pucat karena menanggung malu, akibat melakukan sesuatu yang tidak benar/berbohong, memfitnah dll. Falsafah ini menegaskan bahwa tradisi dan sikap masyarakat gorontalo sangat menjujung kejujuran. Dalam kaitan bersosial media, kita tidak boleh menyebarkan berita yang belum dipastikan kebenarannya serta kita tidak boleh mudah percaya pada setiap informasi yang disebarkan tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu.

2.   Poleleya upilotuhumu, wau pohutuwa upelo lelemu, artinya katakan apa yang sudah engkau kerjakan, dan kerjakan apa yang sudah engkau katakan. Dalam konteks ini, adat Gorontalo mengajarkan kita dalam bersosial media harus dapat membuktikan apa yang sudah kita sampaikan atau kita kerjakan, tidak boleh ingkar janji, dan memutarbalikkan fakta.

3.   Tau’wa lo loiya, Loiya lo Taua, artinya kalau Tau’wa (Khalifa) sudah bicara tidak ada lagi perlawanan. Dalam hal ini, kita dalam bersosial media harus menjunjung tinggi norma dan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah maupun pemangku adat, apabila dilanggar maka akan ada hukuman, baik hukum formal maupun hukum adat.

4.   Ode momata potipiya, mohohayuw hemetiya, mogigimbida umopiya, artinya berperilakulah dengan baik, yang buruk akan menjauh, kebaikan akan mendekat, Dijadikan ungkapan pemberi nasehat kepada raja dan keluarga kerajaan agar berperilaku baik, tidak melakukan kebohongan/fitnah. Jika terdapat berita yang kurang baik dalam sosial media, harus dikonfirmasikan terlebih dahulu agar tidak, timbul fitnah dan agar masalah tidak menjalar kemana-mana.

5.   To mato to matolo, to bulonga to bulongalo, artinya yang terlihat oleh mata, cukup dimata saja, yang terdengar oleh telinga cukup ditelinga saja, jangan mengambil kesimpulan secara gegabah. Karena bisa saja yang terlihat-terdengar berbeda makna dan arti dari yang sesungguhnya, dalam mengelola informasi dalam media sosial harus disaring dulu sebelum dibagikan.

6.   Dila podelo fitana, merupakan salah satu contoh tutur lisan di Gorontalo, sebuah larangan yang ditunjukan kepada orang yang suka menguping dan menyebarluaskan apa yang ia dengar sambil ditambah-tambahkan. Dalam bermedia sosial kita tidak boleh menyebarkan berita atau informasi yang berbeda dari sumber aslinya.

Dengan berlandaskan falsafah masyarakat Gorontalo, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam bersosial media dengan mencerna dan menyaring sebelum menyebarluaskan berita atau informasi apapun, sehingga dapat meminimalisir berita hoaks. Dengan berpedoman falsafah Gorontalo dalam bersosial media, tentunya dapat mengurangi keresahan pada masyarakat akan informasi-informasi yang tidak benar dan yang tidak bermutu, juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berkomunikasi di media sosial dengan lebih beretika.

Penulis: Pangky Yulianto (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Gorontalo)

Referensi

Kominfo.go.id (2017, 25 Januari). Bijak Bermedia Sosial, Jaga Budaya Indonesia. Diakses 10 Januari 2023, dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/9035/bijak-bermedia-sosial-jaga-budaya-indonesia/0/berita_satker

Prosesnews.id (2019, 28 Oktober). Membumikan Falsafah Gorontalo Dan Gerakan Menolak Hoaks. Diakses 09 Januari 2023, dari https://prosesnews.id/membumikan-falsafah-gorontalo-dan-gerakan-menolak-hoaks/

Kumparan.com (2021, 21 Januari). Bijak dalam penggunaan Media Sosial. Diakses 09 Januari 2023, dari https://kumparan.com/rafialfiansyah2802/bijak-dalam-penggunaan-media-sosial-1v0sRWH0LfH/3

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini