Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Kekayaan Negara dalam Perspektif Teori Public Property
Hadyan Iman Prasetya
Selasa, 18 April 2023   |   1190 kali

Beberapa waktu yang lalu tersiar kabar ditemukannya fakta bahwa terdapat sebuah bangunan milik negara/daerah berupa kantor kepala daerah yang diagunkan kepada sebuah bank untuk jaminan pinjaman sejumlah uang.[1] Terlepas dari motif[2] dan bagaimana detail kasus tersebut, yang hingga saat ini masih didalami oleh pihak yang berwenang,[3] peristiwa ini dapat menjadi titik tolak dalam memberikan pemahaman terkait dengan aset negara/daerah. Selain itu, menarik untuk membahas kasus ini dalam ruang lingkup yang lebih general, yaitu pembahasan terkait aset negara/daerah dalam kaitannya sebagai properti publik. Tulisan singkat ini akan membahas kekayaan negara berdasarkan teori public property yang ada.

Klasifikasi Properti dalam Teori

Cole dan Ostrom menyebut terdapat 4 (empat) jenis klasifikasi properti berdasarkan hukum Romawi. Keempat jenis tersebut secara ringkas disebut res privatae (private property), res publicae (public property), res communes (common property), dan res nullius (nonproperty). Masing-masing jenis properti dapat dijelaskan sebagai berikut:[4]

1.

State/public property

:

The state or its agencies have the right to determine rules of access and use, but a duty (at least in theory) to manage publicly owned resources for the public welfare. Individual members of the public do not necessarily have a right of access or use, but they have a duty to observe access and use rules promulgated by the controlling/ managing agency

2.

Private property

:

Owners have the exclusive right to undertake socially acceptable uses to the exclusion of non-owners, and they have a duty to refrain from socially unacceptable uses. Non-owners have a duty to refrain from preventing owners’ socially acceptable uses, but they have the right to prevent or be compensated for socially unacceptable uses.

3.

Common property

:

Each member of the ownership group has the right to access and use group- owned resources in accordance with access and use rules established collectively by the group, and a duty not to violate access and use rules. Each member also has the right to exclude nonmembers of the ownership group, but no right to exclude other members of the ownership group. Nonmembers of the ownership group have a duty not to access and use the resource except in accordance with rules adopted collectively by the ownership group.

4.

Nonproperty/open access

:

No individual has a duty to refrain from accessing and using a resource. No individual or group has the right to prevent any other individual or group from accessing and using the resource as they choose.

 

Pendapat lain dikemukakan oleh Macpherson, dirinya menyebut terdapat 3 (tiga) jenis properti, yaitu common property, private property, dan state property. Dalam menjelaskan ketiga jenis properti tersebut, Macpherson menulis,”Common property is created by the guarantee to each individual that he will not be excluded from the use or benefit of something: private property is created by the guarantee that an individual can exclude others from the use or benefit of something. Both kinds of property, being guarantees to individual persons, are individual rights.” Selanjutnya ditulis pula olehnya,”We have now to notice that there is another kind of property which appears not to be an individual right at all. This may be called 'state property': it consists of rights which the state has not only created but has kept for itself or has taken over from private individuals or corporations… Now state property, as just described, does not give the individual citizen a direct right to use, nor a right not to be excluded from, the assets held by the state acting as a corporation.”[5]

Perkembangan selanjutnya muncul pendapat baru yang mengetengahkan tesis bahwa klasifikasi jenis-jenis properti sebagaimana disebutkan sebelumnya tidaklah relevan untuk kondisi dan fak-fakta terkini yang tengah terjadi. Pendapat ini memperkenalkan adanya konsep mixed property, yaitu adanya kemungkinan sebuah properti memiliki sifat yang bercampur. Sebagai contoh pendapat ini menyebut properti yang lahir dari mekanisme public-private partnerships sebagai properti yang memiliki sifat public sekaligus private property dalam waktu yang sama, komplek perumahan yang terbuka untuk umum namun dimiliki oleh sebuah korporasi bisnis dianggap sebagai private-common property, dan ruang-ruang publik di wilayah perkotaan seperti taman dan tempat bermain juga disebut sebagai contoh public-common property.[6]

Kekayaan Negara dalam Teori Properti

Dalam konteks Indonesia, dipahami bahwa kekayaan negara dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu kekayaan yang dikuasai negara (domein publik) dan kekayaan yang dimiliki negara (domein privat).[7] Peran pemerintah dalam konteks kekayaan negara yang dikuasai adalah sebagai regulator, sedangkan dalam konteks kekayaan negara yang dimiliki adalah sebagai regulator sekaligus eksekutor.

Apabila secara ketat menerapkan konsepsi pengelompokkan properti sebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, model pembagian kekayaan negara di Indonesia dapat dipahami sebagai berikut. Kekayaan negara yang dimiliki yang didasarkan pada hak-hak privat pada saat yang bersamaan dapat mengandung sifat sebagai private, public, dan common property. Berdasarkan pemahaman Penulis, sebagai contoh, peralatan yang dimiliki oleh pemerintah yang tidak digunakan secara langsung untuk pelayanan publik dapat dikatakan sebagai private property. Sedangkan aset-aset milik pemerintah yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah public property. Selanjutnya, sebagaimana contoh yang disebutkan dalam bagian sebelumnya, ruang-ruang publik yang merupakan aset negara namun masyarakat dapat secara bebas menikmatinya, seperti ruang terbuka hijau, arena olahraga, dan ruang-ruang publik lainnya dapatlah dikatakan sebagai common property.

Dalam konteks ini, pemerintah sebagai representasi negara memiliki legitimasi sebagai subjek hukum yang menyandang hak-hak kepemilikan selayaknya subjek hukum privat lainnya. Setidaknya konsepsi tersebut dapat dilegitimasi dari diskursus hak-hak privat yang dimiliki oleh pemerintah sebagai subjek hukum yang bersifat publik,[8] Selain itu, terdapat pula yurisprudensi dan doktrin yang berkembang di Kanada yang memberi pengakuan terhadap government as owner.[9]

Sementara itu, dalam konteks kekayaan negara yang dikuasai, Penulis menemukan kesukaran untuk dapat menyatakan bahwa kekayaan negara yang dikuasai tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu dari keempat klasifikasi properti yang disebutkan Cole dan Olstrom. Tentunya sulit untuk menyatakan bahwa kekayaan negara yang dikuasai tersebut sebagai private atau public property mengingat keduanya dimaknai bahwa subjek hukum harus memiliki properti dimaksud, sedangkan kekayaan negara yang dikuasai bukanlah kekayaan negara yang dimiliki oleh negara dalam hal ini pemerintah.

Selanjutnya, sulit pula untuk menyatakan bahwa kekayaan negara yang dikuasai sebagai nonproperty atau open access, karena keduanya bertolak dari pemahaman yang berbeda. Kekayaan negara yang dikuasai, sebagaimana diamanatkan dalam Konstitusi, berangkat dari prinsip bahwa negaralah yang menguasai segala kekayaan negara, sehingga apabila terdapat pihak privat yang hendak menikmati manfaat dari kekayaan negara tersebut haruslah berdasarkan aturan dan keputusan negara. Sebagai contoh adalah kegiatan pertambangan minyak, batu bara, dan lain sebagainya. Sedangkan konsepsi non property atau open access adalah bahwa sebuah properti tidaklah bertuan, sehingga tidak ada satu pihak pun yang dapat membatasai pihak lain untuk mendapatkan manfaat dari properti tersebut. Tentunya properti sebagaimana definisi ini cukup sulit untuk ditemukan eksistensinya, mengingat hampir semua properti, yang bebas sekalipun, telah diregulasi oleh negara.

Dengan demikian, konsepsi common property-lah yang sekiranya dapat menjadi kategorisasi kekayaan negara yang dikuasai. Berdasarkan definisi yang disebut oleh Cole dan Olstrom, pada aspek pembuatan aturan secara kolektif inilah yang menjadi titik temu. Negara, dalam konteks kekayaan negara yang dikuasai bertindak sebatas menjadi regulator dan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai regulator tentu haruslah memperhatikan berbagai kepentingan, bahkan melibatkan berbagai pihak tersebut dalam sebuah proses yang memperhatikan partisipasi yang bermakna (meaningful participation).

Namun begitu, menarik untuk menyimak pendapat Nili yang merumuskan adanya konsepsi deep public ownership dalam konteks public property.[10] Dalam pendapatnya, Nili menitikberatkan bahwa public property adalah hak yang dimiliki pemerintah yang bersumber dari kedaulatan rakyat, sehingga pemerintah memiliki legitimasi untuk itu. Hal ini kiranya lebih tepat dalam memahami kekayaan negara yang dikuasai, karena konsepsi ini juga tidak dapat dilepaskan dari konsepsi kedaulatan rakyat yang direpresentasikan dalam norma-norma Konstitusi.

Penutup

Merangkum pembahasan yang disajikan dalam bagian-bagian sebelumnya, konsepsi kekayaan negara yang dikenal di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam klasifikasi properti sebagaimana dirangkum Cole dan Olstrom. Kekayaan negara yang dimiliki dapat bersifat sebagai private, public, maupun common property sekaligus, sedangkan kekayaan negara yang dikuasai setidaknya dalam beberapa aspek memiliki karakteristik yang sama dengan konsepsi common property. Dengan demikian, kiranya pembahasan dalam tulisan singkat ini dapat memberi pemahaman terkait kekayaan negara dalam perspektif teori properti.


Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)


[4] Daniel H. Cole dan Elinor Ostrom, “The Variety of Property Systems and Rights in Natural Resources”, dalam Daniel H. Cole dan Elinor Ostrom (eds.), Property in Land and Other Resources, Lincoln Institute of Land Policy: Massachusetts (2012), hal. 41-42.

[5] C.B. Macpherson, Property: Mainstream and Critical Positions, University of Toronto Press: Kanada (1978), hal. 5.

[6] Amnon Lehavi, Mixing Property, Seton Hall Law Review Vol. 38 Issue 1 Tahun 2008, hal. 137-212.

[7] Eka Hidayati, Kekayaan yang Dikuasau Negara vs. Kekayaan yang Dimiliki Negara, diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-metro/baca-artikel/13760/Kekayaan-yang-Dikuasai-Negara-vs-Kekayaan-yang-Dimiliki-Negara.html

[8] Seth Davis, The Private Rights of Public Governments, Notre Dame Law Review Vol. 94 Issue 5 Tahun 2019, hal. 2091-2126.

[9] Sarah E. Hamill, Private Rights to Public Property: The Evolution of Common Property in Canada, McGill Law Journal Vol. 58 Issue 2 Tahun 2012, hal. 365-403

[10] Shmuel Nili, The Idea of Public Property, Ethics Vol. 129 Januari 2019, hal. 344-369

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini