Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Banda Aceh > Artikel
Menggugah Paradigma Kesiapsiagaan Bencana Dalam Lingkungan Perkantoran
Agung Prasetya
Rabu, 29 Desember 2021   |   551 kali

Wilayah Negara Republik Indonesia secara astronomi terletak pada koordinat 6° LU (lintang utara) - 11° LS (lintang selatan) dan 95° BT (bujur timur) – 141° BT, berdasarkan garis lintang yaitu garis horizontal/khayal pada peta yang searah dengan garis khatulistiwa/ekuator bumi, dan garis bujur yaitu garis vertikal pada peta yang menghubungkan kutub utara dengan kutub selatan. Letak astronomis ialah pendekatan yang menentukan letak wilayah berdasarkan sistem koordinat lintang dan bujur yang digunakan pada peta. Letak Indonesia secara astronomis memengaruhi adanya tiga pembagian zona waktu yang terdiri dari:

a.       Waktu Indonesia bagian Barat (WIB)

Wilayah Indonesia yang memiliki selisih waktu +7 GMT (Greenwich Mean Time), yang mencakup Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Madura, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya;

b.      Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA)

Wilayah Indonesia yang memiliki selisih waktu +8 GMT (Greenwich Mean Time), yang mencakup Pulai Bali, Pulau Nusa Tenggara, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Pulau Sulawesi, beserta pulau-pulau kecil sekitarnya;

c.      Waktu Indonesia bagian Timur (WIT)

Wilayah Indonesia yang memiliki selisih waktu +9 GMT (Greenwich Mean Time), yang mencakup Kepulauan Maluku, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, beserta pulau-pulau kecil sekitarnya.

Sedangkan secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis ialah pendekatan yang menentukan letak wilayah berdasarkan bentuk keberadaan dari kenyataan di permukaan bumi. Sehingga secara astronomis, memengaruhi Indonesia memiliki iklim tropis dengan ciri-ciri:

a.  memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau;

b.  memiliki intensitas curah hujan yang tinggi;

c.  memiliki kelembaban udara yang tinggi;

d.  memiliki hutan hujan tropis yang luas;

e.  mendapat paparan sinar matahari sepanjang tahun.



Peta Geografis Indonesia - Sumber: Ilham Maulana Al-ayubi, Tangkap layar Buku Tematik Kelas 5 SD/MI Tema 1, portaljember.pikiran-rakyat.com 

Dari rentetan data di atas, menunjukkan bahwa Negara Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan gugusan pulau-pulau yang membentang dari Pulau Weh hingga Merauke, dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote, dengan dilalui garis khatulistiwa/ekuator. Kemudian secara geologi, sebagian besar wilayah Indonesia tidak stabil dalam hal pergerakan lempengannya, karena lokasinya menjadi pertemuan dari beberapa lempeng tektonik, seperti lempeng Indo-AustraliaLempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia. Negara ini terletak di Cincin Api Pasifik sehingga memiliki banyak gunung berapi dan sering mengalami gempa bumi.[1] Tercatat menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama kurun waktu tanggal 1 Januari hingga 31 Desember 2020 terdapat 4.650 kejadian bencana alam.


Infografis Bencana Indonesia 2020 - Sumber: bnpb.go.id

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (UU No. 24 Tahun 2007), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu peristiwa bencana alam yang sempat menggegerkan dunia ialah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia tahun 2004 yang dampak terbesarnya dirasakan oleh Indonesia. Saat itu gempa bumi terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.58 WIB dengan skala 9,1-9,3 Mw skala magnitude momen menurut sebagian besar penelitian pada tahun 2004-2005. Menurut U.S. Geological Survey, sebanyak 227.898 orang meninggal dunia akibat bencana ini.[2] Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampaknya dengan perkiraan korban tewas mencapai 170.000 orang.[3] Aceh merupakan wilayah yang terkena dampak terbesar dari bencana alam yang dahsyat itu. Selain berdampak pada jatuhnya begitu banyak korban jiwa, bencana alam itu pun berdampak pada kondisi ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Bangunan, jalan, fasilitas umum, rata dengan tanah hanya tersisa puing-puing bangunan apapun yang berserakan berbaur dengan mayat-mayat yang bergelimpangan.

Dampak terjadinya bencana itu juga mengenai Gedung Keuangan Negara, Jl. Tgk. Chik Ditiro, Banda Aceh, yang merupakan lingkungan kantor-kantor instansi vertikal Kementerian Keuangan Republik Indonesia di Banda Aceh (GKN Banda Aceh). Foto-foto di bawah ini mengisahkan kondisi GKN Banda Aceh beberapa waktu pascabencana gempa bumi dan tsunami itu, terlihat banyak para pegawai dan petugas keamanan GKN Banda Aceh dari instansi-instansi vertikal Kemenkeu RI yang beberapa di antaranya merupakan pegawai KPKNL Banda Aceh (saat itu nomenklaturnya masih KP3N). Mereka tengah sibuk dalam upaya penyelematan arsip/dokumen kantor yang tersisa akibat bencana besar itu. Dari aksinya, mereka turut mengingatkan bagi generasi selanjutnya untuk tetap peduli dan siap siaga kendati ditimpa musibah. Kegiatan itu termasuk dalam salah satu proses penanggulangan bencana yang telah terjadi berupa upaya pemulihan.

   

Foto-foto GKN Banda Aceh beberapa waktu pascabencana gempa bumi & tsunami 2004 – Sumber: Dokumentasi pribadi Tarno (Pegawai Kemenkeu)

Walaupun bencana alam ada beberapa yang dapat diprakirakan sebelumnya dan juga ada yang tak dapat diprakirakan, kita tetap membutuhkan upaya-upaya preventif sebagai bentuk kesiapsiagaan bencana. Sehingga menyadarkan dan meyakinkan paradigma banyak pihak terkait keutamaan terhadap Pengurangan Risiko Bencana (PRB) daripada penanggulangan bencana yang bersifat tanggap darurat. Kesadaran masyarakat adalah kunci dalam pengurangan risiko bencana (PRB). Menuju pada kesadaran itu, salah satunya diseminasi informasi melalui media & sarana pendidikan pusat informasi, jejaring & masyarakat (UNISDR-United Nations International Strategy for Disaster Reduction, 2007). Terkait pencegahan sendiri telah diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 24 Tahun 2007, yang menyatakan Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah  serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Kemudian kesiapsiagaan menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 24 Tahun 2007, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui  pengorganisasian  serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Senada dengan UU No. 24 Tahun 2007, ketentuan terkait pencegahan bencana telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP No. 21 Tahun 2008), serta mengenai kesiapsiagaan pun telah diatur dalam Pasal 1 angka 4 PP No. 21 Tahun 2008. Dibutuhkan implementasi manajemen kesiapsiagaan dalam lingkungan gedung/bangunan perkantoran, bahnkan hingga permukiman, pusat perekonomian, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lain-lain, yang secara garis besar di antaranya ialah:

  1. Penguatan paradigma kesiapsiagaan bencana melalui pendidikan dan sosialisasi khususnya kepada kalangan pegawai dan umumnya kepada masyarakat yang dapat menjaga kemampuan analisa identifikasi bahaya yang berpotensi menimbulkan keadaan darurat/bencana. Termasuk di dalamnya ada inaRisk BNPB[1], dan mitigasi risiko bencana, meliputi tahap pencegahan, tahap kedaruratan, tahap rehabilitasi/pemulihan dan rekonstruksi;
  2. Membuat tim kerja yang berfokus terhadap berbagai upaya kesiapsiagaan bencana; 
  3. Membangun komunikasi dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan seperti BNPB, Basarnas, TNI, POLRI, Pemerintah Daerah bahkan dapat juga menggandeng kerja sama dengan lembaga atau badan baik swasta Nasional maupun Internasional, dan sebagainya;
  4. Implementasi penggunaan sistem, peralatan/fasilitas operasional kesiapsiagaan bencana (seperti aplikasi BMKG, Tsunami Early Warning System, Close Circuit Television, Alat Pemadam Api Ringan, Papan Petunjuk Evakuasi, Papan Nomor Telepon Darurat, Alarm, Fire Sprinkler, tangga darurat, fire hydrant, karung goni, biopori, drainase, dan sebagainya;
  5. Implementasi pelatihan dan/atau simulasi kesiapsiagaan bencana secara rutin dan periodik;
  6. Pemantauan dan evaluasi terhadap seluruh tahapan manajemen kesiapsiagaan.

Tentunya dalam mengimplementasikan penanganan bencana alam yang di dalamnya termasuk penanggulangan, selain merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan di atas, salah satu contoh turunan peraturan terkait hal itu ialah dalam lingkup Kemenkeu RI terdapat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.01/2019 tentang Pelaksanaan Penanganan Bencana Alam di Lingkungan Kementerian Keuangan. Untuk mencapai ketangguhan masyarakat yang berkelanjutan terhadap kebencanaan, maka diperlukan rencana penanggulangan bencana yang holistik serta terintegrasi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana jangka panjang perlu dituangkan ke dalam bentuk rencana induk penanggulangan bencana. Sehingga pemerintah Negara Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044.

Melalui artikel ini, Penulis ingin menggugah paradigma para pembaca khususnya dalam momen peringatan peristiwa  gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia yang dampak terbesarnya diarasakan oleh Aceh-Indonesia pada 2004 silam, sehingga setelah lebih memahami dasar tentang karakteristik wilayah Negara Indonesia yang sebenarnya rentan terjadi bencana alam, kemudian mengetahui contoh peristiwa bencana alam yang telah tercatat menjadi sejarah yang tentunya wajib kita pahami hikmahnya, dan dengan dikuatkan pemahaman ketentuan peraturan terkait penanggulangan bencana, serta implementasi manajemen kesiapsiagaan bencana, diharapkan masyarakat umum atau para pekerja secara khususnya dapat membudayakan siklus tersebut, agar siap menghadapi berbagai kemungkinan bencana alam yang akan terjadi pada masa mendatang.

 

Oleh: Agung Prasetya (KPKNL Banda Aceh)

Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

 

Referensi:

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.01/2019 tentang Pelaksanaan Penanganan Bencana Alam di Lingkungan Kementerian Keuangan

wikipedia.org

inarisk.bnpb.go.id

bnpb.go.id

portaljember.pikiran-rakyat.com



[1] "Indonesia: Volcano nation". BBC. Diarsipkan oleh wikipedia.org dari versi asli  tanggal 28 November 2017. Diakses tanggal 29 Desember 2021 pukul 05.25 WIB.

[2] "Magnitude 9.1 – Off the West Coast of Sumatra". U.S. Geological Survey. Diarsipkan oleh wikipedia.org dari versi asli tanggal 17 Agustus 2012. Diakses tanggal 30 Desember 2021 pukul 15.21 WIB.

[3] "Home". Islamic Relief USA. Diarsipkan oleh wikipedia.org dari versi asli tanggal 17 Januari 2011. Diakses tanggal 15.21 WIB.

[4] Dikutip dari inarisk.bnpb.go.id/about, inaRisk adalah portal hasil kajian risiko yang menggunakan arcgis server sebagai data services yang menggambarkan cakupan wilayah ancaman bencana, populasi terdampak, potensi kerugian fisik (Rp.), potensi kerugian ekonomi (Rp.) dan potensi kerusakan lingkungan (ha) dan terintegrasi dengan realisasi pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana sebagai tool monitoring penurunan indeks risiko bencana.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini