Wilayah Negara Republik Indonesia secara astronomi terletak pada koordinat 6° LU (lintang utara) - 11° LS (lintang selatan) dan 95° BT (bujur timur) – 141° BT, berdasarkan garis lintang yaitu garis horizontal/khayal pada peta yang searah dengan garis khatulistiwa/ekuator bumi, dan garis bujur yaitu garis vertikal pada peta yang menghubungkan kutub utara dengan kutub selatan. Letak astronomis ialah pendekatan yang menentukan letak wilayah berdasarkan sistem koordinat lintang dan bujur yang digunakan pada peta. Letak Indonesia secara astronomis memengaruhi adanya tiga pembagian zona waktu yang terdiri dari:
a. Waktu Indonesia bagian Barat (WIB)
Wilayah
Indonesia yang memiliki selisih waktu +7 GMT
(Greenwich Mean Time), yang mencakup Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Madura, Provinsi
Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, beserta pulau-pulau kecil di
sekitarnya;
b. Waktu
Indonesia bagian Tengah (WITA)
Wilayah
Indonesia yang memiliki selisih waktu +8 GMT
(Greenwich Mean Time), yang mencakup Pulai
Bali, Pulau Nusa Tenggara,
Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Pulau Sulawesi, beserta
pulau-pulau kecil sekitarnya;
c. Waktu
Indonesia bagian Timur (WIT)
Wilayah Indonesia
yang memiliki selisih waktu +9 GMT (Greenwich Mean Time), yang mencakup Kepulauan Maluku, Provinsi Papua, Provinsi
Papua Barat, beserta pulau-pulau kecil sekitarnya.
Sedangkan secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak geografis ialah pendekatan yang menentukan letak wilayah berdasarkan bentuk keberadaan dari kenyataan di permukaan bumi. Sehingga secara astronomis, memengaruhi Indonesia memiliki iklim tropis dengan ciri-ciri:
a. memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau;
b. memiliki
intensitas curah hujan yang tinggi;
c. memiliki
kelembaban udara yang tinggi;
d. memiliki
hutan hujan tropis yang luas;
Peta Geografis Indonesia - Sumber: Ilham Maulana Al-ayubi, Tangkap layar Buku Tematik Kelas 5 SD/MI Tema 1, portaljember.pikiran-rakyat.com
Dari
rentetan data di atas, menunjukkan bahwa Negara Indonesia memiliki wilayah yang
luas dengan gugusan pulau-pulau yang membentang dari Pulau Weh hingga Merauke,
dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote, dengan dilalui garis khatulistiwa/ekuator.
Kemudian secara geologi, sebagian besar wilayah Indonesia tidak stabil dalam
hal pergerakan lempengannya, karena lokasinya menjadi pertemuan dari beberapa
lempeng tektonik, seperti lempeng Indo-Australia, Lempeng
Pasifik, dan Lempeng
Eurasia. Negara ini terletak di Cincin Api Pasifik sehingga memiliki
banyak gunung berapi dan
sering mengalami gempa bumi.[1] Tercatat menurut Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama kurun waktu tanggal 1 Januari
hingga 31 Desember 2020 terdapat 4.650 kejadian bencana alam.
Infografis Bencana Indonesia 2020 - Sumber: bnpb.go.id
Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana (UU No. 24 Tahun 2007), bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu peristiwa bencana alam
yang sempat menggegerkan dunia ialah gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia
tahun 2004 yang dampak terbesarnya dirasakan oleh Indonesia. Saat itu gempa
bumi terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 pukul 07.58 WIB dengan skala 9,1-9,3
Mw skala magnitude momen
menurut sebagian besar penelitian pada tahun 2004-2005. Menurut U.S. Geological Survey, sebanyak 227.898
orang meninggal dunia akibat bencana ini.[2] Indonesia merupakan negara
yang paling parah terkena dampaknya dengan perkiraan korban tewas mencapai
170.000 orang.[3]
Aceh merupakan wilayah yang terkena dampak terbesar dari bencana alam yang
dahsyat itu. Selain berdampak pada jatuhnya begitu banyak korban jiwa, bencana
alam itu pun berdampak pada kondisi ekonomi, lingkungan, dan sebagainya. Bangunan,
jalan, fasilitas umum, rata dengan tanah hanya tersisa puing-puing bangunan
apapun yang berserakan berbaur dengan mayat-mayat yang bergelimpangan.
Dampak
terjadinya bencana itu juga mengenai Gedung Keuangan Negara, Jl. Tgk. Chik
Ditiro, Banda Aceh, yang merupakan lingkungan kantor-kantor instansi vertikal
Kementerian Keuangan Republik Indonesia di Banda Aceh (GKN Banda Aceh).
Foto-foto di bawah ini mengisahkan kondisi GKN Banda Aceh beberapa waktu pascabencana
gempa bumi dan tsunami itu, terlihat banyak para pegawai dan petugas keamanan
GKN Banda Aceh dari instansi-instansi vertikal Kemenkeu RI yang beberapa di
antaranya merupakan pegawai KPKNL Banda Aceh (saat itu nomenklaturnya masih
KP3N). Mereka tengah sibuk dalam upaya penyelematan arsip/dokumen kantor yang
tersisa akibat bencana besar itu. Dari aksinya, mereka turut mengingatkan bagi
generasi selanjutnya untuk tetap peduli dan siap siaga kendati ditimpa musibah.
Kegiatan itu termasuk dalam salah satu proses penanggulangan bencana yang telah
terjadi berupa upaya pemulihan.
Foto-foto
GKN Banda Aceh beberapa waktu pascabencana gempa bumi & tsunami 2004 – Sumber: Dokumentasi pribadi Tarno (Pegawai Kemenkeu)
Walaupun
bencana alam ada beberapa yang dapat diprakirakan sebelumnya dan juga ada yang
tak dapat diprakirakan, kita tetap membutuhkan upaya-upaya preventif sebagai
bentuk kesiapsiagaan bencana. Sehingga menyadarkan dan meyakinkan paradigma
banyak pihak terkait keutamaan terhadap Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
daripada penanggulangan bencana yang bersifat tanggap darurat. Kesadaran masyarakat
adalah kunci dalam pengurangan risiko bencana (PRB). Menuju pada kesadaran itu,
salah satunya diseminasi informasi melalui media & sarana pendidikan pusat
informasi, jejaring & masyarakat (UNISDR-United Nations International
Strategy for Disaster Reduction, 2007). Terkait pencegahan sendiri telah diatur
dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 24 Tahun 2007, yang menyatakan Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Kemudian kesiapsiagaan menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 24 Tahun
2007, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna
Senada dengan UU No. 24 Tahun 2007, ketentuan terkait pencegahan bencana telah diatur dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP No. 21 Tahun 2008), serta mengenai kesiapsiagaan pun telah diatur dalam Pasal 1 angka 4 PP No. 21 Tahun 2008. Dibutuhkan implementasi manajemen kesiapsiagaan dalam lingkungan gedung/bangunan perkantoran, bahnkan hingga permukiman, pusat perekonomian, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan lain-lain, yang secara garis besar di antaranya ialah:
Tentunya dalam mengimplementasikan penanganan bencana alam yang di dalamnya termasuk penanggulangan, selain merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah dijelaskan di atas, salah satu contoh turunan peraturan terkait hal itu ialah dalam lingkup Kemenkeu RI terdapat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.01/2019 tentang Pelaksanaan Penanganan Bencana Alam di Lingkungan Kementerian Keuangan. Untuk mencapai ketangguhan masyarakat yang berkelanjutan terhadap kebencanaan, maka diperlukan rencana penanggulangan bencana yang holistik serta terintegrasi. Penyelenggaraan penanggulangan bencana jangka panjang perlu dituangkan ke dalam bentuk rencana induk penanggulangan bencana. Sehingga pemerintah Negara Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044.
Melalui
artikel ini, Penulis ingin menggugah paradigma para pembaca khususnya dalam
momen peringatan peristiwa gempa bumi
dan tsunami Samudra Hindia yang dampak terbesarnya diarasakan oleh
Aceh-Indonesia pada 2004 silam, sehingga setelah lebih memahami dasar tentang karakteristik
wilayah Negara Indonesia yang sebenarnya rentan terjadi bencana alam, kemudian
mengetahui contoh peristiwa bencana alam yang telah tercatat menjadi sejarah
yang tentunya wajib kita pahami hikmahnya, dan dengan dikuatkan pemahaman ketentuan
peraturan terkait penanggulangan bencana, serta implementasi manajemen kesiapsiagaan
bencana, diharapkan masyarakat umum atau para pekerja secara khususnya dapat
membudayakan siklus tersebut, agar siap menghadapi berbagai kemungkinan bencana
alam yang akan terjadi pada masa mendatang.
Oleh:
Agung Prasetya (KPKNL Banda Aceh)
Disclaimer: Tulisan ini adalah pendapat pribadi
dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Referensi:
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2020 Tentang Rencana Induk
Penanggulangan Bencana Tahun 2020-2044
Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 345/KMK.01/2019 tentang Pelaksanaan Penanganan Bencana
Alam di Lingkungan Kementerian Keuangan
wikipedia.org
inarisk.bnpb.go.id
bnpb.go.id
portaljember.pikiran-rakyat.com
[1]
"Indonesia: Volcano nation".
BBC. Diarsipkan oleh wikipedia.org dari versi asli tanggal 28 November 2017. Diakses tanggal
29 Desember 2021 pukul 05.25 WIB.
[2] "Magnitude 9.1 – Off the West Coast of
Sumatra". U.S. Geological Survey. Diarsipkan oleh wikipedia.org
dari versi asli
tanggal 17 Agustus 2012. Diakses tanggal 30 Desember 2021 pukul 15.21 WIB.
[3]
"Home". Islamic Relief
USA. Diarsipkan
oleh wikipedia.org dari versi asli tanggal 17 Januari 2011. Diakses
tanggal 15.21 WIB.
[4]
Dikutip dari inarisk.bnpb.go.id/about, inaRisk adalah portal hasil kajian
risiko yang menggunakan arcgis server sebagai data services yang menggambarkan
cakupan wilayah ancaman bencana, populasi terdampak, potensi kerugian fisik
(Rp.), potensi kerugian ekonomi (Rp.) dan potensi kerusakan lingkungan (ha) dan
terintegrasi dengan realisasi pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana
sebagai tool monitoring penurunan indeks risiko bencana.