Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Sumatera Utara > Artikel
“Anti Corruption”
Diyara Eninta Br Sitepu
Senin, 26 Desember 2022   |   2007 kali


                 A. Pendahuluan

1.    Latar Belakang

Dewasa ini, korupsi sudah menjadi hal yang biasa kita lihat dalam berita di media massa, baik cetak maupun online. Bahkan yang lebih parah, korupsi sudah menjadi hal yang disepelekan oleh masyarakat padahal faktanya korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang dikelompokkan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Dikatakan sebagai kejahatan luar biasa karena korupsi bukan hanya kejahatan yang merugikan uang negara, tetapi dapat berdampak pada seluruh program pembangunan, kualitas pendidikan menjadi rendah, kualitas bangunan menjadi rendah, mutu pendidikan jatuh, serta kemiskinan tidak tertangani.

 

Tindak pidana korupsi telah ada sejak lama dengan berbagai metode dan modus operandi yang digunakan yang telah bertransformasi seiring dengan perkembangan zaman, namun tak menghilangkan makna dasar dari tindak pidana korupsi itu sendiri, yaitu perbuatan curang yang merugikan keuangan negara. Korupsi pada saat ini dianggap sudah biasa dan dimaklumi banyak orang sehingga masyarakat sulit membedakan mana perbuatan korup mana perbuatan tidak korup. Perbuatan korup tersebut tentu saja menimbulkan kerugian negara dan jika tidak diberantas akan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan bernegara.

 

Pemberantasan korupsi di Indonesia dilakukan oleh 3 lembaga negara, yaitu Kejaksaaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa instansi anti korupsi lainnya, namun faktanya Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi penduduk tertinggi keempat di dunia menempati ranking 96 dengan skor 38 dari skala 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021. Pemberantasan korupsi di satu negara tidak akan berjalan optimal apabila tidak didukung political will pemerintah untuk memberantas korupsi, kesatuan lembaga negara yang memberantas korupsi, dan penegakan peraturan pemberantasan korupsi yang ada.

 

  2.    Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi

                          i.    TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN;

                         ii.    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN;

                        iii.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

                      iv.    Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan

                      dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

                         v.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

                        vi.    Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang;

                       vii.    Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi;

                     viii.    Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

                        ix.    Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Perguruan Tinggi.

 

         B.   Isi

Korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu Corruptio dari kata kerja corrumpere bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling) ialah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik dan masyarakat yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (untuk selanjutnya disingkat UU Pemberantasan Tipikor), korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.

 

Gratifikasi dan suap merupakan bagian dari 30 (tiga puluh) delik yang diatur pada UU Pemberantasan Tipikor. Gratifikasi dan suap memiliki makna yang hampir sama, namun tetap memiliki perbedaan yang khas. Pengertian mengenai gratifikasi dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor, yaitu: “Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Misalnya setelah pelaksanaan lelang, pemohon lelang memberikan uang terima kasih dan ini berlangsung setiap kali pelaksanaan lelang selesai, dengan tujuan agar pada hari-hari mendatang pemohon dalam urusan pelaksanaan lelang diprioritaskan. Namun terdapat pengecualian dalam UU Pemberantasan Tipikor Pasal 12C ayat (1), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

 

Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor memberikan pengertian bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Bahwa suap adalah pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban kewenangan dalam jabatan, misalnya satuan kerja menyuap penilai pemerintah agar nilai wajar BMN lebih rendah dari yang seharusnya, agar BMN dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan dengan harga seminimal mungkin.

 

Sesuai dengan Pasal 12 huruf E UU Pemberantasan Tipikor, pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai kekuasaan, dan dengan kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya.

 

Dampak dari tindak pidana korupsi memberikan kerugian pada masyarakat yaitu pelayanan publik yang tidak membaik, pelayanan kesehatan yang mahal, biaya pendidikan yang mahal, kemiskinan meningkat hingga naikknya besaran pajak setiap tahunnya. Dampak tersebut disebabkan karena terjadi mis-alokasi sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

 

Dampak negatif korupsi ini menimbulkan kerugian yang disebut biaya sosial korupsi. Biaya sosial korupsi bisa diartikan sebagai dampak kerugian dari perilaku korupsi yang membebani keuangan negara. Dampak ini timbul bukan hanya sebatas nominal uang yang dikorupsi, tapi segala biaya yang harus dibayar negara karena perilaku korupsi tersebut. Biaya ini termasuk ongkos pencegahan korupsi, proses hukum pelaku korupsi mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga pengadilan, bahkan biaya untuk menghidupi koruptor di penjara.

 

            C.   Penutup

Tindak pidana korupsi memberikan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, namun tetap dapat dicegah dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi. KPK merilis 9 (sembilan) nilai-nilai antikorupsi yang bisa mencegah terjadinya tindak korupsi. Kesembilan nilai itu adalah integritas, jujur, peduli, mandiri, sederhana, disiplin, bertanggung jawab, kerja keras, adil, dan berani. Kesembilan nilai tersebut harus dimiliki oleh semua orang untuk mencegah korupsi. Penerapan nilai-nilai ini tidak hanya baik bagi diri sendiri, namun juga untuk masa depan bangsa ke depannya. Maka dari itu, nilai-nilai antikorupsi mesti ditanamkan dan dilatih semenjak dini untuk melahirkan generasi baru yang lebih bersih dari korupsi.

 

 

Daftar Bacaan:

1.      https://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/911-ketua-kpk- korupsi-adalah-kejahatan-luar-biasa

2.      https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk

3.      https://aclc.kpk.go.id/action-information/exploration/20220617-null

4.      https://jurnal.uns.ac.id/recidive/article/download/32712/21642

5.      https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220510-kenali-dasar-hukum-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia

6.      https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

7.      https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/ekonomi-bisnis/infografis/hubungan-antara-dampak-korupsi-dan-biaya-sosial-korupsi

8.      https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220523-memahami-biaya-sosial-korupsi-yang-merugikan-negara

9.      https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220517-null

 

            Penulis Diyara Eninta Br. Sitepu, Pelaksana Seksi PKN II Kanwil DJKN Sumatera Utara

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini