Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah memiliki dimensi keuangan dan dimensi akuntansi. Fokus dalam PP ini berkaitan dengan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) meliputi: Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; pemindahtanganan; pemusnahan; penghapusan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Membahas khusus tentang BMN, PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 merupakan pedoman dalam melaksanakan administrasi BMN yang meliputi penguasaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban fisik BMN. Pertanggungjawaban dari seluruh tahapan pengelolaan BMN dimaksud diungkapkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah, namun dalam PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 tidak diatur tentang pencatatan akuntansi pemerintahan terhadap BMN dan tidak menjadi acuan dalam penyusunan neraca pemerintah. Dalam hal pencatatan BMN, instansi pemerintah yang menjadi entitas pelaporan mengacu pada PP No. 71 tahun 2020 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yang dinyatakan dalam bentuk PSAP.
BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi: Persediaan; Tanah; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; Konstruksi dalam Pengerjaan; Aset Tak berwujud, Aset Kemitraan dengan pihak kertiga serta aset lain-lain. Dari pengertian diatas, penulis mengelompokkan BMN menjadi 3 kelompok yaitu: BMN berupa Persediaan, BMN berupa Aset Tetap dan BMN berupa Aset Tidak Berwujud. Dari 3 kelompok tersebut, aset tetap memiliki porsi yang paling besar dari segi nilai. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020, tersaji di neraca nilai aset tetap sebesar Rp5.976,01 triliun atau sebesar 53,8% dari total nilai aset, dimana nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa aset tetap memiliki pengaruh yang bernilai signifikan terhadap jumlah total aset pemerintah yang disajikan di neraca. Dalam praktik pengelolaan BMN di instansi pemerintah, BMN berupa aset tetap menjadi yang paling banyak menyumbang permasalahan dan karena nilai dan kuantitasnya yang besar, penyajian aset tetap dalam laporan keuangan juga selalu menjadi perhatian bagi para pengguna laporan keuangan. Hal ini tercermin dalam Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan Kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP tahun 2020 terkait aset tetap berupa pengendalian atas pengelolaan aset tetap belum memadai yang berdampak pada kevalidan dan keakuratan data.
Penyajian aset tetap
pada instansi pemerintah diatur dalam PP No. 71 tahun 2020 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah dinyatakan pada PSAP No.07 tentang Akuntansi Aset Tetap,
yang berbasis akrual. Dalam PSAP No. 07, aset tetap diklasifikasikan menjadi:
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan. Dengan diwajibkannya instansi
pemerintah untuk dapat menyajikan nilai aset tetap sesuai dengan PSAP No. 07
tentang akuntansi aset tetap, maka setiap proses dalam penerapan akuntansi aset
tetap wajib memenuhi standar yang ditetapkan mulai dari Pengakuan, Pengukuran,
Penghentian dan Pelepasan, dan Pengungkapan Aset Tetap. Namun dalam praktiknya,
pada saat penerapan PSAP No. 07 oleh pemerintah, masih terdapat berbagai
permasalahan. Dari hasil penelaahan atas permintaan pendapat kepada Komite
Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), penulis membagi permasalahan yang dihadapi
oleh instansi pemerintah dalam menerapkan akuntansi aset tetap dalam 4 pokok
permasalahan yaitu: Pengukuran, Pengakuan, Klasifikasi dan
Penyajian/Pengungkapan.
Pertama, pengukuran berupa kapitalisasi
aset tetap masih subjek yang banyak dibahas, terutama terkait komponen biaya
penunjang yang dapat dikapitalisasi; perubahan kebijakan terkait batasan nilai
kapitalisasi dan biaya setelah perolehan aset tetap.
Kedua, pengakuan aset tetap berdasarkan
penguasaan fisik dan bukti kepemilikan. Kasus seperti ini banyak ditemui pada aset
tetap berupa tanah.
Ketiga, klasifikasi aset tetap,
khususnya untuk aset tetap yang melekat pada aset tetap lainnya, sering ditemui
pada gedung yang memiliki lift, taman, pagar, bangunan tempat ibadah, dsb.
Keempat, penyajian dan pengungkapan aset
tetap, terutama terkait cost sharing dalam
perolehan aset tetap dan biaya pemeliharaan terhadap aset tetap pihak lain yang
terdampak force majeure.
Pada
masa sekarang ini, Instansi Pemerintah pada level Unit Akuntansi Kuasa Pengguna
Barang (UAKPB), menerapkan akuntansi aset tetap dengan bantuan aplikasi Sistem
Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Dengan menggunakan alat bantu
berupa aplikasi, operator BMN sangat terbantu dari segi kemudahan dan
pencatatan yang dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan. Namun, dari hasil riset dari berbagai studi terdahulu, masih terdapat
beberapa ketidaksesuaian dalam menerapkan akuntansi aset yang dilakukan oleh
instansi pemerintah. Ketidaksesuaian kerap terjadi akibat adanya kebijakan
pengelolaan aset tetap yang kurang tepat oleh instansi dan juga kurangnya
pengawasan dalam penerapan akuntansi aset tetap. Setidaknya dalam 10 studi
terkait analisis/evaluasi penerapan akuntansi aset tetap oleh entitas pelaporan
pemerintah pusat dan daerah yang dihimpun penulis, sebagian besar sudah sesuai
dengan PSAP No. 07 tentang aset tetap, namun masih ditemukan adanya
ketidaksesuaian terutama pada pengungkapan penyusutan dan reklasifikasi aset
tetap yang dihentikan penggunaannya dari kegiatan operasional pemerintahan.
Sejatinya, bagi unit
akuntansi, terbitnya PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 telah menjadi jalan
keluar bagi berbagai masalah akuntansi aset pada PP No. 71 tahun 2010, terutama
dari segi administrasi. Semua dokumen pengelolaan BMN menjadi dokumen sumber
dan dokumen pendukung yang valid baik secara waktu dan aspek legalitas, yang
lebih jauh diatur melalui peraturan teknis yang mengatur pengelolaan BMN
seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Adapun berbagai kendala dan
permasalahan yang dihadapi dalam penerapan akuntansi aset tetap bagi instansi
pemerintah, dapat terus diminimalisir dengan penyesuaian kebijakan di bidang
pengelolaan aset tetap, baik dari dimensi keuangan maupun akuntansinya. Dengan
neraca yang memuat nilai aset tetap yang tepat saji, kualitas pelaporan yang
baik dan opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) bukanlah menjadi
angan-angan atau hal yang sulit dicapai, namun menjadi hal yang biasa atas hasil
kerja dari kepatuhan atas perundangundangan dan perbaikan yang terus menerus.
Referensi
KSAP. (2021). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
2021. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. https://www.ksap.org/sap/standar-akuntansi-pemerintahan/
KSAP. Buletin Teknis SAP. Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan. https://www.ksap.org/sap/buletin-teknis-dan-interpretasi-psap/
BPK RI. (2021). LHP LKPP: Ringkasan Eksekutif (2020). Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. https://www.bpk.go.id/laporan_hasil_pemeriksaan#
Hoesada, J. & Ling, M. (2014, September). Barang Milik Negara/Daerah. https://www.ksap.org/sap/barang-milik-negaradaerah/
Penulis : Iman
Harris Wijaya T. (Pelaksana Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara)