Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Sumatera Utara > Artikel
Pengelolaan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap dalam Perspektif Akuntansi
Perasanta Sibuea
Rabu, 29 Desember 2021   |   20599 kali

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah memiliki dimensi keuangan dan dimensi akuntansi. Fokus dalam PP ini berkaitan dengan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) meliputi: Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; pemindahtanganan; pemusnahan; penghapusan; penatausahaan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Membahas khusus tentang BMN, PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 merupakan pedoman dalam melaksanakan administrasi BMN yang meliputi penguasaan, pengelolaan dan pertanggungjawaban fisik BMN. Pertanggungjawaban dari seluruh tahapan pengelolaan BMN dimaksud diungkapkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah, namun dalam PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 tidak diatur tentang pencatatan akuntansi pemerintahan terhadap BMN dan tidak menjadi acuan dalam penyusunan neraca pemerintah. Dalam hal pencatatan BMN, instansi pemerintah yang menjadi entitas pelaporan mengacu pada PP No. 71 tahun 2020 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yang dinyatakan dalam bentuk PSAP.

BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi: Persediaan; Tanah; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; Konstruksi dalam Pengerjaan; Aset Tak berwujud, Aset Kemitraan dengan pihak kertiga serta aset lain-lain. Dari pengertian diatas, penulis mengelompokkan BMN menjadi 3 kelompok yaitu: BMN berupa Persediaan, BMN berupa Aset Tetap dan BMN berupa Aset Tidak Berwujud. Dari 3 kelompok tersebut, aset tetap memiliki porsi yang paling besar dari segi nilai. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020, tersaji di neraca nilai aset tetap sebesar Rp5.976,01 triliun atau sebesar 53,8% dari total nilai aset, dimana nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa aset tetap memiliki pengaruh yang bernilai signifikan terhadap jumlah total aset pemerintah yang disajikan di neraca. Dalam praktik pengelolaan BMN di instansi pemerintah, BMN berupa aset tetap menjadi yang paling banyak menyumbang permasalahan dan karena nilai dan kuantitasnya yang besar, penyajian aset tetap dalam laporan keuangan juga selalu menjadi perhatian bagi para pengguna laporan keuangan. Hal ini tercermin dalam Hasil Pemeriksaan Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan Kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas LKPP tahun 2020 terkait aset tetap berupa pengendalian atas pengelolaan aset tetap belum memadai yang berdampak pada kevalidan dan keakuratan data.

Penyajian aset tetap pada instansi pemerintah diatur dalam PP No. 71 tahun 2020 tentang Standar Akuntansi Pemerintah dinyatakan pada PSAP No.07 tentang Akuntansi Aset Tetap, yang berbasis akrual. Dalam PSAP No. 07, aset tetap diklasifikasikan menjadi: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan. Dengan diwajibkannya instansi pemerintah untuk dapat menyajikan nilai aset tetap sesuai dengan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap, maka setiap proses dalam penerapan akuntansi aset tetap wajib memenuhi standar yang ditetapkan mulai dari Pengakuan, Pengukuran, Penghentian dan Pelepasan, dan Pengungkapan Aset Tetap. Namun dalam praktiknya, pada saat penerapan PSAP No. 07 oleh pemerintah, masih terdapat berbagai permasalahan. Dari hasil penelaahan atas permintaan pendapat kepada Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), penulis membagi permasalahan yang dihadapi oleh instansi pemerintah dalam menerapkan akuntansi aset tetap dalam 4 pokok permasalahan yaitu: Pengukuran, Pengakuan, Klasifikasi dan Penyajian/Pengungkapan.

Pertama, pengukuran berupa kapitalisasi aset tetap masih subjek yang banyak dibahas, terutama terkait komponen biaya penunjang yang dapat dikapitalisasi; perubahan kebijakan terkait batasan nilai kapitalisasi dan biaya setelah perolehan aset tetap.

Kedua, pengakuan aset tetap berdasarkan penguasaan fisik dan bukti kepemilikan. Kasus seperti ini banyak ditemui pada aset tetap berupa tanah.

Ketiga, klasifikasi aset tetap, khususnya untuk aset tetap yang melekat pada aset tetap lainnya, sering ditemui pada gedung yang memiliki lift, taman, pagar, bangunan tempat ibadah, dsb.

Keempat, penyajian dan pengungkapan aset tetap, terutama terkait cost sharing dalam perolehan aset tetap dan biaya pemeliharaan terhadap aset tetap pihak lain yang terdampak force majeure.

            Pada masa sekarang ini, Instansi Pemerintah pada level Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB), menerapkan akuntansi aset tetap dengan bantuan aplikasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Dengan menggunakan alat bantu berupa aplikasi, operator BMN sangat terbantu dari segi kemudahan dan pencatatan yang dibuat sedemikian rupa agar sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Namun, dari hasil riset dari berbagai studi terdahulu, masih terdapat beberapa ketidaksesuaian dalam menerapkan akuntansi aset yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Ketidaksesuaian kerap terjadi akibat adanya kebijakan pengelolaan aset tetap yang kurang tepat oleh instansi dan juga kurangnya pengawasan dalam penerapan akuntansi aset tetap. Setidaknya dalam 10 studi terkait analisis/evaluasi penerapan akuntansi aset tetap oleh entitas pelaporan pemerintah pusat dan daerah yang dihimpun penulis, sebagian besar sudah sesuai dengan PSAP No. 07 tentang aset tetap, namun masih ditemukan adanya ketidaksesuaian terutama pada pengungkapan penyusutan dan reklasifikasi aset tetap yang dihentikan penggunaannya dari kegiatan operasional pemerintahan.

Sejatinya, bagi unit akuntansi, terbitnya PP No. 27/2014 dan PP No. 28/2020 telah menjadi jalan keluar bagi berbagai masalah akuntansi aset pada  PP No. 71 tahun 2010, terutama dari segi administrasi. Semua dokumen pengelolaan BMN menjadi dokumen sumber dan dokumen pendukung yang valid baik secara waktu dan aspek legalitas, yang lebih jauh diatur melalui peraturan teknis yang mengatur pengelolaan BMN seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Adapun berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan akuntansi aset tetap bagi instansi pemerintah, dapat terus diminimalisir dengan penyesuaian kebijakan di bidang pengelolaan aset tetap, baik dari dimensi keuangan maupun akuntansinya. Dengan neraca yang memuat nilai aset tetap yang tepat saji, kualitas pelaporan yang baik dan opini audit wajar tanpa pengecualian (WTP) bukanlah menjadi angan-angan atau hal yang sulit dicapai, namun menjadi hal yang biasa atas hasil kerja dari kepatuhan atas perundangundangan dan perbaikan yang terus menerus.

 

 

Referensi

KSAP. (2021). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 2021. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. https://www.ksap.org/sap/standar-akuntansi-pemerintahan/

KSAP. Buletin Teknis SAP. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. https://www.ksap.org/sap/buletin-teknis-dan-interpretasi-psap/

BPK RI. (2021). LHP LKPP: Ringkasan Eksekutif (2020). Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. https://www.bpk.go.id/laporan_hasil_pemeriksaan#

Hoesada, J. & Ling, M. (2014, September). Barang Milik Negara/Daerah. https://www.ksap.org/sap/barang-milik-negaradaerah/

 

Penulis : Iman Harris Wijaya T. (Pelaksana Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara)

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini