Airmadidi (11/09) Kanwil DJKN
Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara menghadiri rapat kerja
bersama Komite IV DPD RI dalam rangka memperoleh pandangan/pertimbangan terhadap
penyusunan hasil pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara yang difokuskan pada pengelolaan Barang Milik Negara
(BMN)/Barang Milik Daerah (BMD) di Aula Pemerintahan Kabupaten Minahasa Utara.
Rapat kerja tersebut dihadiri
oleh Kepala Kanwil DJKN Suluttenggomalut Nikodemus Sigit Rahardjo, Kepala
Kanwil DJPb Sulawesi Utara Ratih Hapsari Kusumawardani, Komite IV DPD RI, Sekretaris
Daerah Kabupaten Minahasa Utara Ir. Novly Wowiling, M.Si., perwakilan dari
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Manado, Pemerintah Kota
Bitung, dan Pemerintah Kabupaten Minahasa.
Sementara anggota Komite IV DPD RI tampak hadir dalam rapat kerja tersebut Ketua
Komite IV DPD RI K.H. Amang Syafrudin, Lc. (Jawa Barat), Wakil Ketua II Komite IV Novita
Anakotta, S.H., M.H. (Maluku), Dr. Maya Rumantir, M.A., Ph.D. (Sulawesi Utara),
Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad (Gorontalo), Casytha A. Kathmandu S.E., M.Fn. (Jawa
Tengah), Evi Zainal Abidin (Jawa Timur), Hilda Manafe S.E., M.M. (NTT), Ahmad
Syafullah Malonda, S.P. (Sulawesi Tengah), Tamsil Linrung (Sulawesi Selatan),
Dr. H. MZ. Amirul Tamim, M.Si. (Sulawesi Tenggara) dan H. Almanik Pababari (Sulawesi
Barat).
Rapat kerja tersebut dilatarbelakangi
oleh adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Barang
Milik Daerah sebagaimana temuan BPK. Kunjungan oleh Komite IV DPD RI ini
merupakan momentum bagi Sulawesi Utara demi terbangunnya komitmen dalam hal
pengelolaan aset daerah yang terimplementasi dalam langkah-langkah strategis
demi pengelolaan aset daerah yang lebih baik.
Maka dari itu, anggota Komite IV
DPD RI dari Provinsi Sulawesi Utara, Dr. Maya Rumantir, M.A., Ph.D. menyampaikan
bahwa pelaksanaan pengawasan undang-undang melalui kunjungan kerja ini
merupakan amanat konstitusi sehingga DPD RI, dalam hal ini Komite IV sebagai
Perwakilan Daerah, perlu melaksanakan kunjungan kerja ke daerah untuk bertemu
dengan para pemangku kebijakan guna memperoleh informasi mengenai pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
“Yang paling sering terjadi
adalah aset negara berupa tanah dan bangunan yang tidak digunakan dengan baik
sehingga sering diklaim secara sepihak oleh masyarakat. Apakah ini terjadi
karena kurangnya Upaya untuk menginventarisasi seluruh potensi aset? atau belum
baiknya pencatatan BMN/BMD atau lemahnya koordinasi dan pengawasan terhadap aset
negara?” ucap Maya
“Elok bunga jalin-menjalin,
jalinan ibadah bagai dikarang. Elok bangsa karena pemimpin, pemimpin bertuah
ditaati orang. Buah kurma dipetik beruang, si tukang besi perbaiki gerbang.
Jangan terima politik uang, nanti korupsi makin berkembang,” tambah Maya seraya
menutup kata sambutannya.
Pada kesempatan tersebut, perwakilan
Badan Keuangan dan Daerah Provinsi Sulawesi Utara menyampaikan bahwa masih
terdapat hambatan dalam pelaksanaan pengelolaan BMD seperti kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) pengurus barang, lokasi BMD yang tersebar di lima belas
kabupaten/kota termasuk tiga kepulauan, data aset yang kurang lengkap, pemanfaatan
BMD yang kurang tepat, serta pengamanan BMD yang masih perlu ditingkatkan.
Selain itu, Dr. H. MZ. Amirul
Tamim, M.Si. juga menegaskan bahwa kesalahan pada pengelolaan aset daerah
berpotensi menimbulkan kerugian. "Kalau seluruh kesalahan dalam
pelaksanaan praktik pengelolaan aset daerah dijumlahkan, nilainya bisa sangat
besar. Makanya pengelolaan aset yang benar perlu diterapkan di semua tingkatan
pemerintah, baik pusat hingga daerah," sebut Amirul.
Wakil Ketua MPR RI Prof. Dr. Ir.
Fadel Muhammad menegaskan pentingnya pembatasan praktek belanja dari pusat ke
daerah yang dianggap tidak sesuai dengan tupoksi. Ia menginginkan anggaran dari
pusat diserahkan langsung ke daerah agar pembelian barang sesuai dengan
kebutuhan. Berdasarkan pengalamannya, banyak daerah yang tidak mau menerima
hingga menolak pemberian barang dari pusat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala
Kanwil DJPb Sulawesi Utara Ratih Hapsari Kusumawardani menjelaskan bahwa
penyaluran dana desa di Minahasa Utara adalah sebesar 73,74 persen dan dapat
dikategorikan lumayan baik dalam penyalurannya. Namun yang perlu menjadi
perhatian kembali adalah transfer lainnya, salah satunya adalah Dana Alokasi
Khusus (DAK) Fisik sebab masih terdapat beberapa program yang belum kunjung
berjalan.
“Kami sudah mengadakan pertemuan
dengan seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang menyalurkan
dana transfer di Sulawesi Utara. Ada beberapa hal yang ternyata menjadi kendala.
Pertama, dokumen penyaluran yang belum selesai. Kedua, dokumen masih diperiksa
oleh aparat pemeriksa internal instansi (APIP). Ketiga, gagal salur karena
lelang. Ada salah satu kabupaten yang peserta lelangnya hanya satu, sehingga
harus diulang lagi lelangnya.” Ucap Ratih.
“Selain itu, yang menjadi
perhatian kami yaitu ada penyaluran yang dimohonkan ke KPPN mendekati batas
akhir dan sistemnya drop. Kami sudah menyampaikan ke kabupaten/kota
apabila sistemnya drop silakan datang ke KPPN, karena di KPPN kami sudah
mempunyai jaringan sendiri yang mudah-mudahan lebih stabil” tambah Ratih.
Kepala Kanwil DJKN
Suluttenggomalut Nikodemus Sigit Rahardjo juga menyatakan bahwa perencanaan BMN/BMD
sudah direncanakan sesuai kebutuhan entitas atau pemerintah daerah dua tahun
yang akan datang baik itu belanja modal maupun belanja barang. Perencanaan, pengadaan,
sampai dengan penghapusan, semuanya melekat pada three lines of defense dengan
pendampingan yang dikawal, diawasi, dan dikendalikan dengan proses bisnis Pengawasan
dan Pengendalian Barang Milik Negara (WASDAL).
“Di kementerian/lembaga pada
umumnya ada konsep three lines of defense, salah satunya adalah defense
yang terakhir yaitu APIP. APIP memiliki unsur seperti inspektorat jenderal dan inspektorat
daerah. Peran serta APIP sangat diperlukan dalam mengawal setiap proses bisnis
dari perencanaan. Pada pemerintah daerah, terdapat Rencana Kebutuhan Barang
Milik Negara (RKBMN). Jadi, perencanaan BMN/BMD seyogyanya melalui kebutuhan entitas/pemerintah
daerah dua tahun yang akan datang.” jelas Nikodemus.
“Pada saat BMN/BMD diinventarisasi/stock
opname, harus dicatatkan apakah BMN/BMD tercatat namun fisiknya tidak ada
dan bagaimana perlakuannya baik perlakuan akuntansinya maupun perlakuan status
hukumnya terhadap barang ini seperti apa. Begitu juga apabila fisiknya ada
tetapi tidak ada catatannya, atau tidak ada keduanya baik fisik maupun
catatannya. Apabila informasi ini valid, selanjutnya akan ditindaklanjuti
dengan pengawasan dan pengendalian dari APIP yang bersangkutan.” tambah
Nikodemus.
Pada akhir rapat tersebut,
Nikodemus menyatakan bahwa terkait dengan permasalahan aset secara fisik diterima
kewajibannya atau tidak, tentunya diekskalasi dengan usulan pembentukan
undang-undang yang lebih tinggi, peraturan-peraturan pemerintah yang kemudian
turunannya dapat memastikan kepastian hukum atas aset tersebut dan tidak hanya
diatur oleh peraturan dan keputusan Mendagri melainkan dengan undang-undang. Hal
ini harus ditindaklanjuti secara tegas sebab aset-aset tersebut berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak, kesejahteraan di pemerintahan yang
bersangkutan, pengelolaan kas negara atau kas daerah, dan keberlangsungan
pemerintahan yang akan datang.
Peran aset daerah benar-benar luar
biasa sehingga harus dikelola dengan baik, benar, transparan, efisien, ekonomis,
sehingga output menuju kesejahtreraan masyarakat dapat terwujud. Diharapkan
melalui rapat kerja tersebut, masukan-masukan yang telah diberikan dapat
menjadi perhatian, serta apa yang menjadi rekomendasi dari BPK dapat
ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang telah hadir pada rapat kerja tersebut. (debora)