Pada bulan Agustus yang
lalu, Kepala Kanwil DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat menandatangani
Nota Kesepahaman dengan Bupati Sinjai (salah satu kabupaten di Sulawesi
Selatan). Nota Kesepahaman ini merupakan
wujud dari rencana kerja sama kedua pihak dalam pengelolaan kekayaan Negara. Adapun pokok-pokok kerja sama meliputi
pengelolaan BMD, penilaian BMD termasuk potensi kerja sama pertukaran data properti,
pengelolaan piutang daerah, penjualan BMD maupun barang milik BUMD secara
lelang, pelaksanaan lelang produk UMKM, asistensi pelaksanaan penilaian BMD dan
BMDes, serta aset BUMD dan BUMDes, sosialisasi serta dukungan dan koordinasi instansi
untuk percepatan pensertipikatan BMN.
Melihat posisi strategis DJKN di
daerah, sudah selayaknya unit vertikal DJKN menjalin hubungan kerja sama dengan
Pemda dalam wilayah kerjanya. DJKN merupakan salah satu unit Kementerian
Keuangan yang memiliki kantor vertikal di daerah. Dengan kapasitas dan
kapabalitas di bidang pengelolaan kekayaan Negara, penilaian dan lelang, DJKN
menyimpan knowledge yang belum
dikenal luas oleh pemerintah daerah. Padahal komponen-komponen seperti aset dan
piutang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah secara menyeluruh.
Lalu apa saja yang bisa dilakukan
DJKN? Pertama adalah knowledge transfer.
Contoh, DJKN berbagi ilmu dengan pemda untuk pengelolaan BMD. Di daerah, aset
umumnya tidak mendapat perhatian khusus sehingga belum tertata dengan baik.
DJKN sebagai pengelola BMN dapat memberikan sosialisasi untuk pengelolaan BMD
yang sesuai tata kelola, sehingga daerah mampu mengatur aset dan
mengoptimalisasi untuk penerimaan kas daerah. Di samping itu, piutang daerah
juga bagian dari aktiva yang banyak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan di
daerah, namun pemda mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya. Expertise yang dimiliki DJKN dalam
pengelolaan piutang seyogianya mendorong pemda agar mampu mengelola dan
menyelesaikan piutang secara prudent.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.06/2022 tentang
Penghapusan Piutang Daerah yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada
Panitia Urusan Piutang Negara (PMK 137/2022), DJKN perlu mengintensifkan
sosialisasi PMK tersebut agar pemda dapat memiliki pemahaman lebih baik
mengenai pengelolaan piutang daerah, atau setidaknya bekerja sama dengan kanwil
dalam pengurusan piutang.
Selanjutnya, DJKN bisa terlibat
langsung dalam kegiatan penilaian maupun memberikan pendampingan di lapangan
atas penilaian aset BMD, BMDes, BUMD dan BUMDes. Penilaian tersebut dijalankan
dalam rangka penyusunan laporan keuangan, pemanfaatan dan pemindahtanganan. Ketentuan
perundang-undangan memungkinkan penilai DJKN melakukan penilaian atas aset-aset
daerah berdasarkan permohonan dari pemda. Hal ini bisa dilakukan dalam kondisi
pemda belum memiliki tenaga penilai yang kompeten. Namun, untuk jangka panjang,
penilai DJKN dapat memberikan asistensi guna pembentukan (pengadaan) penilai di
pemda sekaligus pendampingan secara teknis mengenai metode penilaian dan
penyusunan laporan penilaian.
Lelang merupakan tusi DJKN yang paling
dikenal di masyarakat dan pemda karena keberadaan Kantor Lelang Negara (sekarang
KPKNL) sudah ada sejak lama. Namun demikian, masih banyak pemda yang belum
mengoptimalkan penjualan secara lelang atas aset-aset yang sudah rusak berat.
Malahan, aset tersebut dibiarkan terbengkalai di tanah kosong atau gudang. Oleh
karena itu, perlu mensosialisasikan secara aktif lelang DJKN kepada pemda. Saat
ini juga sedang digalakkan pengembangan UMKM di daerah. Program lelang UMKM
tentunya dapat menjadi salah satu media untuk menjembatani produsen UMKM dengan
konsumen, agar produk UMKM semakin meluas di masyarakat.
Kolaborasi DJKN dan pemda tentunya
akan mendatangkan sejumlah manfaat bagi kedua pihak. Bagi pemda, manfaat
finansial yang bisa diperoleh adalah terkait pendapatan asli daerah (PAD) pada
komponen lain-lain PAD yang sah, yakni penerimaan dari pemanfaatan dan
penjualan BMD. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2021 jumlah
lain-lain PAD yang sah adalah sebesar Rp48,85 triliun dari 514 kabupaten/kota
atau rata-rata sebesar Rp95,04 miliar per kabupaten/kota. Di dalam komponen PAD
tersebut, selain penerimaan dari pemanfaatan dan penjualan BMD, juga termasuk
jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar dan tuntutan ganti
rugi. Artinya penerimaan dari pengelolaan aset masih dapat dioptimalkan untuk
menggenjot PAD.
Selain dampak keuangan, kerja sama
dimaksud diharapkan mampu meningkatkan kompetensi pegawai pemda dalam
pengelolaan aset daerah, pengurusan piutang dan pada jangka waktu panjang,
mampu melakukan penilaian BMD secara mandiri. Dengan kemampuan tersebut, diharapkan
masalah terbengkalainya aset-aset daerah dapat ditangani, piutang daerah dapat
diselesaikan dan UMKM semakin berkembang, sehingga dapat berkontribusi pada
kemajuan daerah dan kemajuan bangsa.
Di sisi DJKN, kolaborasi ini diharapkan sebagai media untuk semakin mengenalkan DJKN ke pemda, sehingga dapat memperkuat reputasi organisasi. Dengan semakin dikenalnya DJKN, berita negatif mengenai pengelolaan aset dan lelang dapat dicegah penyebarannya. Di samping itu, diharapkan DJKN dapat meminta bantuan pemda dalam penyelesaian BMN bermasalah di daerah, karena pemda memiliki posisi yang lebih kuat dengan masyarakat setempat. Pada akhirnya, berbagi ilmu merupakan salah satu bentuk pembelajaran. Melalui kegiatan tersebut, kompetensi pegawai DJKN dalam pengelolaan aset, pengurusan piutang, lelang dan penilaian akan semakin meningkat.
Penulis: Charles Jimmy, Seksi Informasi, Bidang Kepatuhan Internal, Hukum, dan Informasi, Kantor Wilayah DJKN Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat