Peran
aktif pimpinan unit kerja sebagai lini pertama dalam Model Tiga Lini sejalan
dengan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam penguatan
integritas bersama seluruh pegawai dalam menjalankan tugas sesuai ketentuan dan
menjunjung tinggi integritas karena organisasi adalah bentuk usaha manusia,
yang beroperasi dalam dunia yang semakin tidak menentu, kompleks, saling
terkait, dan bergejolak. Organisasi memiliki banyak pemangku kepentingan dengan
kepentingan yang beragam, mudah berubah, dan terkadang saling bertentangan. Organisasi
tidak lepas dari pemangku kepentingan yang ikut andil dalam pengawasan
organisasi kepada suatu organ pengurus, termasuk wewenang kepada manajemen
untuk mengambil tindakan yang tepat, termasuk mengelola risiko.
Penulis
mencoba menjelaskan bagaimana pimpinan sebagai Lini Pertama menjalankan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atau Sistem Pengendalian Intern (SPI) di
unit kerjanya dan bagaimana pemangku kepentingan atau stakeholders
secara langsung maupun tidak langsung merasakan pelayanan yang diberikan baik
internal maupun eksternal termasuk kepada customer. Semakin
tinggi pengaruh para pemangku kepentingan, semakin besar ketergantungan
organisasi pada mereka, dan siapakah para lini dalam Model Tiga Lini dimaksud.
Dimana
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atau Sistem Pengendalian Intern (SPI)
merupakan proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Mengingat pentingnya tujuan pengendalian
tersebut setiap pimpinan dan pegawai di Kementerian Keuangan perlu meningkatkan
penerapan pengendalian intern secara sistematis, terstruktur, dan
terdokumentasi dengan baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
A. Garis Besar Peran-Peran Utama Dalam Model Tiga Lini
Berbagai
organisasi memiliki perbedaan yang besar dalam pembagian tanggung jawab. Namun,
garis besar peran-peran berikut ini dapat digunakan untuk menekankan prinsip-prinsip
Model Tiga Lini.
Peran organ pengurus/organ pengurus itu sendiri adalah individu-individu
yang bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan atas keberhasilan
organisasi: 1. Memiliki akuntabilitas kepada pemangku
kepentingan untuk melakukan pengawasan terhadap organisasi. 2. Terlibat dengan
pemangku kepentingan untuk memantau kepentingan mereka dan secara transparan
mengkomunikasikan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 3. Menumbuhkan budaya
yang mengedepankan perilaku etis dan akuntabilitas. 4. Membangun struktur dan
proses-proses tata kelola, termasuk komite penunjang yang dipersyaratkan. 5.
Mendelegasikan tanggung jawab dan menyediakan sumberdaya kepada manajemen untuk
dapat mencapai tujuan organisasi. 6. Menentukan selera risiko organisasi dan
menjalankan pengawasan manajemen risiko (termasuk pengendalian internal). 7.
Menjaga pengawasan atas kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan nilai-nilai
etika. 8. Membangun dan mengawasi fungsi audit internal yang independen,
objektif dan kompeten. 9. Manajemen
adalah individu, tim, dan fungsi pendukung yang ditugaskan untuk menyediakan
produk dan/atau jasa kepada klien (pelanggan) organisasi.
Peran Lini Pertama: 1. Memimpin dan
mengarahkan tindakan-tindakan (termasuk pengelolaan risiko) dan penerapan
sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. 2. Menjaga dialog yang berkelanjutan dengan organ
pengurus dan melaporkan rencana, realisasi dan hasil yang diharapkan
dihubungkan dengan pencapaian tujuan organisasi dan risikonya. 3. Mengembangkan
dan memelihara struktur dan proses-proses yang memadai untuk pengelolaan
operasional dan risiko (termasuk pengendalian internal). 4 Memastikan kepatuhan
terhadap hukum, peraturan dan nilai-nilai etika.
Peran Lini Kedua: 1. Memberikan keahlian
penunjang, dukungan, pemantauan dan tantangan dalam proses mengelola risiko,
termasuk: a. Pengembangan, penerapan, dan peningkatan berkelanjutan dari
praktik-praktik manajemen risiko (termasuk pengendalian internal) pada level
proses, sistem dan entitas. b. Pencapaian tujuan manajemen risiko, seperti:
kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan perilaku yang etis; pengendalian
internal; keamanan teknologi dan informasi; keberlanjutan; dan asurans
qualitas. 2. Memberikan analisis dan laporan-laporan mengenai kecukupan dan
efektivitas manajemen risiko (termasuk pengendalian internal).
Audit Internal: 1. Menjaga
akuntabilitas utama kepada organ pengurus dan independensinya dari pelaksanaan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab manajemen. 2. Mengkomunikasikan asurans
dan advis yang independen dan objektif kepada manajemen dan organ pengurus
mengenai kecukupan dan efektifitas tata kelola dan manajemen risiko (termasuk
pengendalian internal) untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi,
serta mempromosikan dan memfasilitasi peningkatan yang berkelanjutan. 3.
Melaporkan kerusakan independensi dan objektivitas kepada organ pengurus dan
menerapkan pengamanan yang dipersyaratkan.
Penyedia asurans eksternal: Memberikan asurans tambahan untuk: 1.
Memenuhi ekspektasi ketentuan legislatif dan peraturan dalam rangka melindungi
kepentingan pemangku kepentingan. 2. Memenuhi permintaan manajemen dan organ
pengurus untuk melengkapi sumber asurans internal.
B. Perbedaan organisasi milik pemerintah dan swasta
Pengertian
organisasi adalah sebuah wadah yang berisi sekelompok orang, mempunyai
pengurus, dan mempunyai tujuan yang sama. Dengan tujuan yang sama
tersebut, maka semua anggota organisasi selanjutnya akan berusaha dan
mengadakan rencana kegiatan, pelaksanaan, dan semua hal yang berkaitan dengan
pencapaian tujuan.
Kemudian
pengertian pemerintah berbeda dengan pemerintahan. Perbedaan
pemerintah dan pemerintahan pertama terletak pada pengertiannya,
dan pada penyelenggaraannya. Pemerintah secara umum adalah sebuah organisasi
atau sekelompok orang yang berkumpul dalam suatu wadah bernama negara untuk
membuat hukum dan undang-undang serta menerapkannya pada wilayah tertentu.
Sementara pemerintahan adalah orang atau sekelompok orang yang berada dalam
pemerintah. Orang tersebut mempunyai kekuasaan dan kewenangan melaksanakan
kepemimpinan dan mengelola serta mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah di
mana dia ditempatkan.
Pengertian
pemerintahan ini selanjutnya dibagi menjadi dua. Pemerintahan secara sempit dan
pemerintahan secara luas, sebagai berikut: Pemerintahan secara luas adalah
seluruh kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang mempunyai fungsi dan wewenang masing-masing untuk
mencapai tujuan negara atau tujuan pembangunan nasional. Pemerintahan secara
sempit adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan dan lembaga
publik yang berkaitan dengan lembaga eksekutif. Pemerintahan eksekutif adalah
pemerintahan yang menjalankan seluruh kebijakannya untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional yang telah disepakati.
Organisasi
milik pemerintah adalah sebuah organisasi publik yang dibentuk dengan tujuan
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat/pelayanan publik. Tujuan utama
dari organisasi ini adalah untuk memberikan layanan dan bukan untuk mencari
keuntungan karena organisasi ini merupakan bagian/elemen dari komitmen sebuah
negara untuk memberikan layanan kepada warganya. Sedangkan organisasi milik
swasta adalah sebuah organisasi milik individu/kelompok yang dibentuk dengan
tujuan utama untuk mencari keuntungan/laba. Organisasi ini bergerak diberbagai
bidang dan kadangkala juga bergerak dibidang yang sama dengan organisasi
bentukan pemerintah/publik.
Perbedaan
antara organisasi pemerintah dan organisasi swasta adalah mengenai fokus
sasaran yang hendak dicapai. Organisasi pemerintah bertujuan untuk memberikan
pelayanan untuk masyarakat/publik atau ditujukan untuk semua lapisan masyarakat.
Sedangkan organisasi swasta bertujuan untuk memperoleh keuntungan/profit
sebesar besarnya atau memberikan layanan kepada orang-orang tertentu
(terbatas).
Pada
umumnya di dalam perusahaan, ada istilah CEO sudah menjadi hal yang akrab dalam percakapan
sehari-hari. CEO (Chief Executive Officer) atau direktur
utama, adalah jabatan tertinggi dalam suatu perusahaan, institusi atau
organisasi. Dialah orang yang memimpin dan mengambil keputusan yang terkait
seluruh kegiatan perusahaan, institusi atau organisasinya. Ibaratnya, jika
sebuah kapal itu adalah perusahaan, maka nakhoda atau kapten kapal adalah
CEO-nya.
Pemilik atau owner,
adalah orang yang memiliki suatu perusahaan, institusi atau organisasi. Dalam
pandangan penulis, seorang pemilik-semisal perusahaan - itu memiliki hak penuh
atau dominan terhadap perusahaanya. Kembali ke analogi kapal sebelumnya,
seorang pemilik adalah orang yang memiliki hak penuh atas kapal tersebut.
Terserah dia kapalnya mau diapakan, apakah mau dijual, disewakan, dsb.
Sedangkan pendiri atau founder, adalah orang yang mempunyai ide
dan pertama kali mendirikan suatu perusahaan, institusi, atau organisasi. Masih
analogi kapal sebelumnya, seorang pendiri adalah arsitek kapal tersebut.
Hubungan Di Antara Peran-Peran Utama:
1. Antara
organ pengurus dan manajemen (Peran Lini Pertama dan Kedua)
Organ
pengurus umumnya menetapkan arah organisasi dengan mendefinisikan visi, misi,
nilai-nilai, dan selera organisasi terhadap risiko. Organ pengurus kemudian
mendelegasikan tanggung jawab untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi kepada
manajemen, berikut dengan sumberdaya yang diperlukan. Organ pengurus menerima
laporan dari manajemen tentang hasil-hasil yang direncanakan, realisasi
(aktual), dan yang diharapkan, serta laporan tentang risiko dan pengelolaan
risiko.
Berbagai
organisasi memiliki keragaman dalam tingkat tumpang-tindih dan pemisahan antara
organ pengurus dan manajemen. Organ pengurus dapat lebih ataupun kurang “campur
tangan” terhadap hal-hal yang bersifat strategis dan operasional. Organ
pengurus ataupun manajemen dapat mengambil peran dalam memimpin pengembangan
rencana strategis, atau menjadikannya sebagai tugas bersama. Dalam beberapa
yurisdiksi, direktur utama atau kepala eksekutif (CEO, Chief Executive Officer)
dapat menjadi anggota organ pengurus dan bahkan mungkin menjadi ketuanya.
Bagaimanapun
bentuknya, perlu ada komunikasi yang kuat antara manajemen dan organ pengurus.
Direktur utama (kepala eksekutif) umumnya menjadi titik fokal guna terciptanya
komunikasi ini. Namun, anggota direksi lainnya dapat juga mempunyai interaksi
yang sering dengan organ pengurus. Organisasi mungkin menginginkan, dan
regulatornya mungkin mensyaratkan, pemimpin peran lini kedua seperti direktur
manajemen risiko (CRO, Chief Risk Officer) dan direktur kepatuhan (CCO, Chief
Compliance Officer) untuk memiliki jalur pelaporan langsung kepada organ
pengurus. Kondisi ini sepenuhnya konsisten dengan Prinsip-prinsip dari Model Tiga Lini.
2. Antara
manajemen (Peran Lini Pertama maupun Lini Kedua) dan Audit Internal
Independensi
audit internal atas manajemen memastikan audit internal bebas dari hambatan dan
bias dalam merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya, memiliki akses tanpa
batas terhadap orang, sumberdaya, dan informasi yang diperlukannya. Audit
internal bertanggung jawab kepada organ pengurus. Namun, independensi bukan
berarti menyiratkan isolasi. Harus terdapat interaksi yang regular antara audit
internal dan manajemen untuk memastikan pekerjaan audit internal relevan dan
selaras dengan kebutuhan strategis dan operasional organisasi. Melalui semua
kegiatannya, audit internal membangun pengetahuan dan pemahaman tentang
organisasi, yang menyumbang terhadap asurans dan advis yang diberikan sebagai
penasihat tepercaya (trusted advisor) dan mitra strategis (strategic
partner). Terdapat kebutuhan untuk berkolaborasi dan berkomunikasi dari
peran-peran lini pertama maupun lini kedua manajemen dengan audit internal
untuk memastikan tidak terjadi duplikasi, tumpang tindih, atau celah-celah yang
tidak diperlukan.
3. Antara
Audit Internal dan organ pengurus
Audit
internal bertanggung jawab kepada, dan terkadang dikatakan sebagai “mata dan telinga”
dari, organ pengurus. Organ pengurus berkewajiban mengawasi audit internal,
mencakup: memastikan dibentuknya fungsi audit internal yang independen,
termasuk pengangkatan dan pemberhentian Chief Audit Executive (CAE);
menyediakan diri sebagai jalur pelaporan utama dari CAE; menyetujui rencana
audit dan menyediakan sumberdaya; menerima dan memperhatikan laporan-laporan
dari CAE; dan memberikan akses tanpa batas dari CAE kepada organ pengurus,
termasuk sesi privat tanpa kehadiran manajemen. Kepala Audit Eksekutif (CAE) adalah individu paling senior
dalam organisasi dengan tanggung jawab menjalankan fungsi audit internal,
seringkali disebut sebagai Kepala Audit Internal atau nama jabatan yang sama.
Di
antara semua peran diantaranya adalah organ pengurus, manajemen, dan audit
internal memiliki tanggung jawab yang berbeda, akan tetapi semua kegiatannya
perlu diselaraskan dengan tujuan organisasi. Syarat untuk koherensi yang
berhasil adalah koordinasi, kolaborasi, dan komunikasi yang teratur dan efektif.
C. Siapakah Lini Utama dan Pengendali Internal di Kantor
Kita
Bagaimana
Model Tiga Lini di Kementerian Keuangan misal di Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara atau Kantor Wilayah DJKN dan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (DJKN/Kanwil DJKN/KPKNL). Siapakah lini pertama atau utama itu?
Lini pertama yaitu manajemen dan seluruh pegawai unit kerja yang bersangkutan,
bertugas untuk melakukan pencegahan antara lain memberikan contoh penerapan
integritas, induksi penguatan integritas, melaksanakan profiling dan know
your employee, manajemen risiko, pengendalian internal dan penanganan
gratifikasi dan benturan kepentingan. Atau siapakah kita dalam kerangka kerja
integritas? Dalam model tiga lini (The Tree Line Model), ada tiga
pembagian tugas yaitu: Lini Pertama (Pelaku Utama) adalah manajemen dan seluruh
pegawai unit kerja yang bersangkutan, Lini Kedua (Pendukung Lini Pertama)
adalah Unit Kepatuhan Internal (UKI) atau unit kerja yang melaksanakan fungsi
Kepatuhan Internal, Lini Ketiga (Asurans dan Konsultasi Objektif) adalah Itjen
atau SPI BLU.
Peran-Peran
Lini Utama dalam Kepemimpinannya, Pentingnya Peran Lini Pertama pada
Pengendalian Intern. Jika misalnya kita sebagai pegawai Kanwil DJKN atau KPKNL
ditanya, “Siapa Pengendali Internal di kantor kita?” Kadangkala kita dengan
segera menjawab dengan menebutkan nama Kasi Kepatuhan Internal (KI) atau staf
di seksi KI. Jawaban ini memang memiliki dasar asumsi yang cukup bagus, namun
jawaban tersebut tidaklah tepat.
Sesuai
Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan
dikenal dengan Sistem Pengendalian
Intern (SPI). Kerangka kerja penerapan SPI tersebut digunakan sebagai acuan
dalam merancang, menerapkan, memantau, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan
berkelanjutan atas penerapan sistem pengendalian intern (SPI) pada seluruh unit
kerja di lingkungan Kemenkeu
SPI
bertujuan
untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi. Namun hal yang sering terlewatkan adalah bahwa
proses perbaikan berkelanjutan atas penerapan SPI tersebut merupakan proses
integral yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai.
Kata kunci penting yang sering terlewatkan adalah: seluruh pegawai. SPI sendiri
memiliki unsur dan spektrum yang sangat luas antara lain dalam lingkungan
pengendaliannya melibatkan penegakan integritas dan etika, kepemimpinan yang
kondusif, hubungan kerja yang baik dengan unit kerja terkait, dll. Dalam
lingkungan SPI memang ada efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) yang melekat pada tugas dan fungsi seksi KI, namun sebagian besarnya
adalah peran Lini Pertama.
Sebagaimana
kita tahu, pada Kerangka Kerja Integritas (KKI) terdapat Model Tiga Lini. Lini
Pertama yang juga disebut sebagai Pelaku Utama adalah manajemen dan seluruh
pegawai unit kerja. Lini Kedua atau disebut Pendukung Lini Pertama adalah Unit
Kepatuhan Internal (UKI) atau seksi Kepatuhan Internal (KI). Berikutnya Lini
Ketiga adalah Itjen. Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa seksi KI
selaku Lini Kedua bukanlah pelaku utama dari pengendalian intern, melainkan sebagai
lini pendukung pada Lini Pertama.
Pada
unsur kegiatan pengendalian hal ini terlihat sangat jelas. Seksi KI selaku UKI
melaksanakan reviu atas kinerja, namun pengendalian inten atas kinerja
merupakan tanggung jawab Lini Pertama, yakni manajemen (Kasi teknis pemilik
pengendalian) dan seluruh pegawai di unit tersebut. Peran Lini Pertama sangat
penting dan krusial dalam pengendalian intern, hal ini tampak jelas pada unsur
kegiatan Pengendalian, misalnya pembinaan SDM, pengendalian fisik atas aset,
serta pengendalian atas pengelolaan sistem informasi yang
melibatkan Subbagian Umum dan Seksi Hukum dan Informasi (HI).
Terkait
erat dengan pengendalian intern yakni manajemen risiko. Di sini, seksi teknis
selaku Lini Pertama adalah pihak yang melakukan identifikasi risiko atas
pekerjaannya, sementara seksi KI selaku pendukung lini pertama (bersama-sama
dengan Lini Pertama) menganalisa sekaligus melakukan penilaian atas risiko yang
diidentifikasi oleh Lini Pertama. Tentu saja peran seksi KI juga penting dalam
KKI maupun SPI karena bertanggung jawab atas pemantauan yang berkelanjutan.
Jadi,
kembali kepada pertanyaan awal di atas, “Siapa Pengendali Internal di kantor
kita baik di DJKN, Kanwil DJKN maupun di KPKNL?” Sekarang dengan tegas kita
dapat menjawab: pimpinan dan seluruh pegawai. Ada peran seksi KI di sana, baik
sebagai Lini Kedua, atau sebagai unit kepatuhan internal, ataupun sebagai
bagian tak perpisahkan dari manajemen itu sendiri; namun dalam hal pengendalian
intern seluruh pegawai memilki peran penting di dalamnya.
Dalam
implementasi Kerangka Kerja Integritas (KKI) diperlukan komitmen pimpinan
dengan memberikan keteladanan, mengevaluasi kebijakan dan memastikan tata
kelola yang baik, internalisasi integritas, mengedepankan budaya malu,
mengidentifikasi dan memitigasi benturan kepentingan, open minded,
mendukung Unit Kepatuhan Internal (UKI), melaporkan dan menindak pelanggar integritas
dan mengembangkan perilaku kepemimpinan berbasis integritas.
Masing-masing
Lini memiliki peran dan tugas dalam Kerangka Integritas. Peran dan tugas Lini
Pertama (Pelaku Utama) yaitu manajemen dan seluruh pegawai unit kerja yang
bersangkutan, bertugas untuk melakukan pencegahan antara lain memberikan contoh
penerapan integritas, induksi penguatan integritas, melaksanakan profiling
dan know your employee, manajemen risiko, pengendalian internal dan
penanganan gratifikasi dan benturan kepentingan. Tugas untuk melakukan deteksi
yaitu melaporkan penyimpangan, melindungi pelapor, memanfaatkan Fraud Risk
Scenario (FRS), melaksanakan kode etik, mengikuti dan
menindaklanjuti hasil SPI, mencegah benturan kepentingan dan menyediakan data
dalam kegiatan asuransi. Serta memiliki tugas untuk memberikan respon seperti
menjatuhkan hukuman disiplin sesuai rekomendasi, menyediakan data untuk
kegiatan investigasi, dan melaporkan peristiwa fraud yang terjadi
Berkenaan
dengan implemantasi KMK nomor 323/KMK.09/2021 tentang Kerangka Kerja Integritas
di Lingkungan Kementerian Keuangan, maka pimpinan tertinggi unit kerja selaku
lini pertama harus menyampaikan pesan-pesan antikorupsi serta menjadi
narasumber utama dalam menyampaian materi sosialisasi pada unit kerjanya. Sedangkan
anggota PAKSI Dana Rakca dan UKI dapat dilibatkan sebagai narasumber pendamping
dalam penyampaian materi sosialisasi. Terkait keterlibatan memberdayakan PAKSI
yang berada di lingkungan Kanwil/KPKNL atau dapat juga Pejabat dan Pegawai yang
telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyuluh Anti Korupsi.
Three Lines Model atau Model Tiga Lini
adalah pembaruan pada Three Lines of Defense yang sudah kita kenal
sebelumnya, mengklarifikasi dan memperkuat prinsip-prinsip yang mendasari, memperluas
ruang lingkup, dan menjelaskan bagaimana peran-peran kunci dalam organisasi
bekerja sama untuk memfasilitasi tata kelola yang kuat dan manajemen risiko.
Kendala-Kendala Dalam Pengendalian Internal
Meskipun
telah dirancang secara memadai, sistem pengendalian intern tetap memiliki
keterbatasan antara lain: Cost & Benefit Consideration (pertimbangan
biaya & manfaat), Improper Judgement from Management (pertimbangan
manajemen), Management Override (pengabaian manajemen), Collusion
(Kolusi). Keterbatasan Pengendalian Internal Menurut (Hery, 2016), yaitu:
Faktor manusia sebagai pegawai yang kelelahan, ceroboh, atau bersikap acuh tak
acuh menyebabkan pengendalian internal tidak efektif. Kolusi secara signifikan
dapat mengurangi efektivitas sebuah sistem dan fungsi pemisahan tugas.
Menurut
Susanto dalam (Nurazizah & Novita, 2020), ada beberapa keterbatasan dari
pengendalian internal, sehingga pengendalian internal dapat mengalami kondisi
sebagai berikut: 1. Kesalahan (Error): yaitu kesalahan yang muncul
ketika pegawai/karyawan melakukan pertimbangan yang salah satu perhatiannya
selama bekerja terpecah. 2. Kolusi (Collusion): kolusi terjadi ketika
dua atau lebih pegawai/karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian
(korupsi) ditempat mereka bekerja. 3. Penyimpangan Manajemen: karena manajer
suatu organisasi memiliki lebih banyak otorisasi dibandingkan karyawan biasa,
proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah, tidak efektif pada
tingkat atas. 4. Manfaat dan Biaya (Cost and Benefit): konsep jaminan
yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian
internal tidak melebihi manfaat yang dihasilkannya. Pengendalian yang masuk
akal adalah pengendalian yang menghasilkan manfaat yang lebih tinggi dari biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan pengendalian tersebut.
Efektivitas Sistem Pengendalian Internal
Menurut
Sunyoto dalam (Soleman, 2013) menjelaskan bahwa pengendalian internal merupakan
sebuah sistem dimana sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan
prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen,
bahwa organisasi telah mencapai tujuan dan sasarannya. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah menjelaskan bahwa “Sistem pengendalian intern adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
olehpimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalanpelaporan
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap
peraturanperundang-undangan”. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa pengendalian internal merupakan kebijakan dan proses yang dirancang untuk
memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan perusahaan sesuai
dengan sasaran diharapkan.
Karena
berbagai alasan dan lain-lain, organisasi membutuhkan struktur dan
proses-proses yang membantu pencapaian tujuan, seraya mendukung terciptanya
manajemen risiko dan tata kelola yang kuat. Pada saat organ pengurus menerima
laporan dari manajemen mengenai aktivitas, hasil-hasil dan prediksi, organ
pengurus dan manajemen mengandalkan audit internal untuk memberikan asurans dan
advis yang independen dan objektif mengenai segala hal, dan untuk mendorong
serta memfasilitasi inovasi dan pengembangan. Organ pengurus pada akhirnya
bertanggung jawab atas tata kelola, yang dicapai melalui tindakan dan perilaku
organ pengurus dan manajemen serta audit internal.
Berfokus
pada kontribusi yang dibuat manajemen risiko untuk mencapai tujuan dan
menciptakan nilai, serta hal-hal “pertahanan” dan melindungi nilai. Jelas
memahami peran dan tanggung jawab yang diwakili dalam model dan hubungan di
antara mereka. Menerapkan langkah-langkah untuk memastikan kegiatan dan tujuan
sejalan dengan kepentingan pemangku kepentingan yang diprioritaskan.
Kebijakan
Umum pada Unit organisasi Eselon I harus: menyesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik unit masing-masing dalam menerapkan SPI, melakukan evaluasi dan
pengembangan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan penerapan SPI, memberikan
perhatian utama pada pembangunan unsur Lingkungan Pengendalian yang kondusif
dan pelaksanaan unsur Kegiatan Pengendalian untuk mendukung pencapaian
tujuan/sasaran operasional, pelaporan, dan ketaatan terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan, menerapkan SPI pada setiap level organisasi dan
area organisasi (seperti program, proyek, dan/atau kegiatan tertentu)
Pimpinan
unit organisasi Eselon I harus: menetapkan sistem, kebijakan, prosedur, rencana
kerja, dan menyelenggarakan pelatihan yang memadai dalam penerapan SPI, menyediakan
infrastruktur yang memadai, antara lain pegawai, dana, sarana prasarana, sistem
informasi dan komunikasi, dan dokumentasi, memberikan teladan budaya SPI yang
kuat kepada seluruh pegawai di lingkungan unit kerja masing-masing
D. Model Tiga Lini di Kementerian Keuangan.
Dalam
Model Tiga Lini ini, pimpinan kementerian terdiri dari: Menteri, Wakil Menteri,
Para Pimpinan Unit Organisasi Eselon I, Pimpinan Unit Organisasi Non-Eselon,
dan Staf Ahli. Dalam hal ini pimpinan kementerian harus memiliki integritas,
kepemimpinan, transparansi, dan pengawasan. Pimpinan mendelegasikan, mengarahkan,
menyediakan sumber daya, dan pengawasan kepada manajemen yang terdiri dari lini
pertama dan lini kedua, dan audit intern yang merupakan lini ketiga. Lini
pertama, yakni manajemen operasional yang memiliki tugas merancang, menerapkan,
memperbaiki, dan mengembangkan Sistem Pengendalian Intern.
Lini
kedua adalah Unit Kepatuhan Internal (UKI) yang memiliki tugas Pemantauan
Penerapan Sistem Pengendalian Intern. Lini ketiga Inspektorat Jenderal dan SPI
BLU memiliki tugas melaksanakan Asurans Independen dan Konsultansi Penerapan
Sistem Pengendalian Intern
Selanjutnya
dalam hal pelaksanaan tugasnya, manajemen dan audit intern harus ada
keselarasan, komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Di samping itu, manajemen
dan audit intern melaksanakan akuntabilitas dan pelaporan kepada pimpinan
Kementerian. Untuk audit eksternal dilakukan oleh BPK dan BPKP yang memiliki
tugas melaksanakan pemeriksaan dan/atau Pengawasan terkait Penerapan Sistem
Pengendalian Intern. Peranan Pimpinan harus mengarahkan penerapan SPI secara efektif
dan efisien melalui: penguatan integritas; kepemimpinan yang kondusif;
komunikasi yang transparan; dan pengawasan atas fungsi audit intern. Manajemen
berada pada: kantor pusat Unit Eselon I; unit organisasi non-Eselon yang
bertanggung jawab kepada Menteri; unit organisasi non-Eselon lainnya, termasuk
BLU; instansi vertikal; dan/atau unit pelaksana teknis
Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Pertama
Tugas
dan tanggung jawab lini pertama adalah: merancang SPI yang memadai, memimpin,
mengarahkan, dan mengorganisasikan kegiatan dan sumber daya, menjaga komunikasi
yang berkelanjutan dengan Pimpinan Kementerian, melakukan identifikasi dan
analisis atas risiko (termasuk risiko fraud), serta menuangkannya dalam matriks
risiko dan pengendalian, menerapkan SPI sepanjang waktu, melakukan perbaikan
SPI, mengembangkan SPI serta aplikasi pendukung proses bisnis, memastikan
kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan nilai-nilai etika, melakukan
pemantauan SPI melalui pemantauan berkelanjutan serta tindak lanjut rekomendasi
hasil audit dan reviu lainnya, dapat melakukan diskresi yang sesuai ketentuan
perundang-undangan mengenai Administrasi Pemerintahan
Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Kedua
Lini
Kedua dipimpin oleh pejabat 1 tingkat di bawah pimpinan unit kerja berkenaan.
Tugas dan tanggung jawab lini kedua adalah: mengevaluasi matriks risiko dan
pengendalian (RCM),
mengembangkan
perangkat pemantauan SPI, melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas penerapan
SPI, termasuk penerapan kode etik, melalui evaluasi terpisah, mengusulkan
perbaikan rancangan SPI berdasarkan hasil pemantauan, melaporkan hasil
pemantauan SPI kepada pimpinan unit kerja, pimpinan UKI-II, pimpinan UKI-I,
Inspektur Jenderal, dan/atau Kepala Satuan Pengawasan Intern. Tugas lainnya
dilaksanakan berdasarkan: arahan Pimpinan Kementerian; dan/atau hasil
pembahasan dan kesepakatan antara Lini Pertama, Lini Kedua, dan Lini Ketiga.
Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Ketiga
Tugas
dan tanggung jawab lini ketiga adalah: Inspektorat Jenderal adalah mengembangkan
metodologi, perangkat, dan mekanisme kerja terkait pemantauan Sistem
Pengendalian Intern,
melakukan
kegiatan asurans yang independen dan objektif serta kegiatan konsultansi atas
kecukupan rancangan dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Kemudian SPI
pada Badan Layanan Umum (BLU) yaitu melakukan kegiatan asurans yang independen
dan objektif serta kegiatan konsultansi atas kecukupan rancangan dan
efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
Hubungan Kerja Antar Lini
Beberapa
penjelasan-penjelasan siapa saja lini pertama, kedua dan ketiga pada uraian
diatas, maka penjelasan selanjutnya yaitu hubungan kerja antar lini, Hubungan
kerja antar lini dapat dijelaskan sebagai berikut: Lini Pertama dapat meminta
masukan kepada Lini Kedua dan/atau Lini Ketiga dalam pengembangan dan penerapan
SPI, menyajikan dan/atau memberikan akses terhadap data, informasi, sistem
informasi, catatan, dokumentasi, aset, serta pejabat/pegawai pada unit kerja
yang bersangkutan kepada Lini Kedua dan Lini Ketiga sesuai dengan
kewenangannya.
Kemudia
Lini Kedua dapat memberikan masukan kepada Lini Pertama dalam penerapan SPI, mendukung
Lini Pertama dalam pemutakhiran profil risiko organisasi, termasuk risiko
fraud, serta penyusunan dan pemutakhiran profil pegawai. Serta dapat meminta
masukan kepada Lini Ketiga dalam penyusunan Rencana Pemantauan Tahunan dan
pengembangan perangkat pemantauan dan menyampaikan Rencana Pemantauan Tahunan
dan hasil peningkatan kualitas pengendalian intern kepada Lini Ketiga. Membahas
tindak lanjut temuan yang berindikasi kecurangan (fraud) dengan Lini Ketiga.
Pemangku Kepentingan atau Stakeholeders
Siapakah
pemangku kepentingan? Pemangku
kepentingan adalah kelompok dan individu yang kepentingannya dipenuhi atau
terdampak oleh organisasi. Semua pihak yang memiliki
kepentingan langsung atau tidak langsung terhadap sebuah organisasi, baik
stakeholders eksternal maupun internal.
Nilai-nilai
Kementerian Keuangan sangat mendukung sekali reformasi birokrasi menuntut
pengelolaan pemerintahan agar dilakukan lebih profesional dan berpegang teguh
pada prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan
tegas menyatakan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimumkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan birokrasi serta segala
sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Organisasi kehumasan perlu lebih proaktif
dan membangun aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan. Kegiatan
humas pemerintah ditujukan kepada dua jenis sasaran publik yaitu publik
internal dan publik eksternal. Kedua macam publik ini dikenal dengan istilah
pemangku kepentingan. Sasaran publik dapat dikategorikan sebagai pemangku
kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal. Pemangku kepentingan
adalah pihak-pihak dari dalam dan luar organisasi/instansi yang berkepentingan
dan berpengaruh terhadap kinerja organisasi/instansi sehingga tercipta tata
kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan
posisi dan kekuatannya, jenis stakeholder terbagi menjadi 3 macam yaitu
stakeholder primer atau utama, stakeholder sekunder atau pendukung, dan
stakeholder kunci.
1. Stakeholders
primer atau utama merupakan stakeholders yang terkena dampak secara langsung
baik dampak positif maupun dampak negatif dari suatu rencana serta mempunyai
kaitan kepentingan langsung dengan kegiatan tersebut. Stakeholders yang
memiliki pengaruh dan kepentingan dikatakan sebagai stakeholders primer dan
harus dilibatkan penuh dalam tahapan-tahapan kegiatan. Pemangku kepentingan
utama dianggap sebagai mereka yang memiliki kepentingan finansial dalam pilihan
yang dibuat bisnis, termasuk: Para pegawai, investor, pemasok dan distributor, pelanggan
2. Stakeholders
sekunder atau pendukung merupakan stakeholders yang tidak memiliki
kepentingan langsung terhadap suatu rencana tetapi memiliki kepedulian yang
besar terhadap proses pengembangan. Sementara itu, pemangku kepentingan
sekunder, termasuk mereka yang berada di luar bisnis yang mungkin tidak secara
langsung bergantung pada operasi bisnis atau secara langsung memengaruhi
jalannya organisasi/proses bisnis sehari-hari, termasuk: Pemerintah dan
regulator, Masyarakat setempat (termasuk para aktivis), Media
3. Stakeholders
kunci adalah mereka yang memiliki kewenangan legal dalam hal pengambilan
keputusan, stakeholders yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses
bisnis dan bagian kelompok eksekutif yang memiliki wewenang resmi atas
pengambilan keputusan.
Pemimpin
merupakan penggerak utama organisasi. Otoritas organisasi berada di tangan
pemimpin. Pemimpin juga menjadi kunci keberhasilan dari suatu organisasi.
Begitu juga kegagalan organisasi juga tergantung bagaimana pemimpin melakukan
proses kepemimpinanya. Pemberian layanan kepada pemangku kepentingan dapat
dilakukan secara optimal.
Kesimpulan
peran pimpinan sebagai lini pertama bersama semua pegawai dapat dijelaskan oleh
penulis sebagai berikut:
·
Dikembangkannya Model Tiga
Lini oleh IIA yang merupakan penyempurnaan dari pendekatan Tiga Lini
Pertahanan, dalam berbagai kegiatan dirasa kurangnya kesadaran dan pemahaman
Lini Pertama atas tugas, tanggung jawab, dan peran pentingnya dalam penerapan
Sistim Pengendalian Internal (SPI) karena masih munculnya anggapan bahwa SPI
merupakan tanggung jawab Lini Kedua.
·
Penerapan SPI oleh Lini
Pertama akan meningkatkan dampak positif terhadap stakeholder yang
memiliki kepentingan terhadap kondisi bisnis organisasi.
Saran
atas kesimpulan diatas, antara lain:
·
Agar penerapan SPI dapat lebih
dipahami dan ditingkatkan oleh Lini Pertama juga diperkuat peran setiap Lini
dan selaras dengan perkembangan kebutuhan organisasi.
·
Memahami pemangku kepentingan (stakeholder)
dan mengetahui apa yang harus dilakukan pada tempat kita bekerja atau
organisasi untuk mencapai suatu tujuan.
·
Sistem
pengendalian intern pemerintah (SPIP) perlu dioptimalkan sebagai upaya dalam
peningkatan Sistem Pengendalian Intern perlu komitmen pimpinan dengan seluruh
pelaksana dalam pegawai mengimplementasikan unsur dalam SPIP.
“Tolak
Gratifikasi, Apapun Bentuknya, Apapun Caranya”
Penulis : Abd. Choliq, Seksi Kepatuhan
Internal, Bidang KIHI Kanwil DJKN RSK
Referensi :
1. https://iia-indonesia.org/three-lines-model-dari-iia/
2. https://iia-indonesia.org/wp-content/uploads/Three-Lines-Model-Updated-Indonesian.pdf
3. Bahan
e-learning, Pengendalian Intern Atas Pelaporan Keuangan (PIPK)
4. Slide Sosialisasi Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan DJKN
8. https://id.quora.com/Apa-bedanya-CEO-pemilik-dan-pendiri
9. https://cerdasco.com/pemangku-kepentingan/
10. https://gerrykaton.blogspot.com/2014/02/kpk-pahlawan-atau-pecundang.html