Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Riau, Sumatera Barat dan Kepulauan Riau > Artikel
SIAPAKAH KITA DALAM MODEL TIGA LINI (THE THREE LINES MODEL)
Junaedi Seto Saputro
Selasa, 01 Agustus 2023   |   5291 kali

Peran aktif pimpinan unit kerja sebagai lini pertama dalam Model Tiga Lini sejalan dengan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dalam penguatan integritas bersama seluruh pegawai dalam menjalankan tugas sesuai ketentuan dan menjunjung tinggi integritas karena organisasi adalah bentuk usaha manusia, yang beroperasi dalam dunia yang semakin tidak menentu, kompleks, saling terkait, dan bergejolak. Organisasi memiliki banyak pemangku kepentingan dengan kepentingan yang beragam, mudah berubah, dan terkadang saling bertentangan. Organisasi tidak lepas dari pemangku kepentingan yang ikut andil dalam pengawasan organisasi kepada suatu organ pengurus, termasuk wewenang kepada manajemen untuk mengambil tindakan yang tepat, termasuk mengelola risiko.

 

Penulis mencoba menjelaskan bagaimana pimpinan sebagai Lini Pertama menjalankan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atau Sistem Pengendalian Intern (SPI) di unit kerjanya dan bagaimana pemangku kepentingan atau stakeholders secara langsung maupun tidak langsung merasakan pelayanan yang diberikan baik internal maupun eksternal termasuk kepada customer. Semakin tinggi pengaruh para pemangku kepentingan, semakin besar ketergantungan organisasi pada mereka, dan siapakah para lini dalam Model Tiga Lini dimaksud.

 

Dimana Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) atau Sistem Pengendalian Intern (SPI) merupakan proses integral pada tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Mengingat pentingnya tujuan pengendalian tersebut setiap pimpinan dan pegawai di Kementerian Keuangan perlu meningkatkan penerapan pengendalian intern secara sistematis, terstruktur, dan terdokumentasi dengan baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

 

A. Garis Besar Peran-Peran Utama Dalam Model Tiga Lini  

Berbagai organisasi memiliki perbedaan yang besar dalam pembagian tanggung jawab. Namun, garis besar peran-peran berikut ini dapat digunakan untuk menekankan prinsip-prinsip Model Tiga Lini.

 

Peran organ pengurus/organ pengurus itu sendiri adalah individu-individu yang bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan atas keberhasilan organisasi: 1. Memiliki akuntabilitas kepada pemangku kepentingan untuk melakukan pengawasan terhadap organisasi. 2. Terlibat dengan pemangku kepentingan untuk memantau kepentingan mereka dan secara transparan mengkomunikasikan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. 3. Menumbuhkan budaya yang mengedepankan perilaku etis dan akuntabilitas. 4. Membangun struktur dan proses-proses tata kelola, termasuk komite penunjang yang dipersyaratkan. 5. Mendelegasikan tanggung jawab dan menyediakan sumberdaya kepada manajemen untuk dapat mencapai tujuan organisasi. 6. Menentukan selera risiko organisasi dan menjalankan pengawasan manajemen risiko (termasuk pengendalian internal). 7. Menjaga pengawasan atas kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan nilai-nilai etika. 8. Membangun dan mengawasi fungsi audit internal yang independen, objektif dan kompeten. 9. Manajemen adalah individu, tim, dan fungsi pendukung yang ditugaskan untuk menyediakan produk dan/atau jasa kepada klien (pelanggan) organisasi.

 

Peran Lini Pertama: 1. Memimpin dan mengarahkan tindakan-tindakan (termasuk pengelolaan risiko) dan penerapan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. 2.  Menjaga dialog yang berkelanjutan dengan organ pengurus dan melaporkan rencana, realisasi dan hasil yang diharapkan dihubungkan dengan pencapaian tujuan organisasi dan risikonya. 3. Mengembangkan dan memelihara struktur dan proses-proses yang memadai untuk pengelolaan operasional dan risiko (termasuk pengendalian internal). 4 Memastikan kepatuhan terhadap hukum, peraturan dan nilai-nilai etika.

 

Peran Lini Kedua: 1. Memberikan keahlian penunjang, dukungan, pemantauan dan tantangan dalam proses mengelola risiko, termasuk: a. Pengembangan, penerapan, dan peningkatan berkelanjutan dari praktik-praktik manajemen risiko (termasuk pengendalian internal) pada level proses, sistem dan entitas. b. Pencapaian tujuan manajemen risiko, seperti: kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan perilaku yang etis; pengendalian internal; keamanan teknologi dan informasi; keberlanjutan; dan asurans qualitas. 2. Memberikan analisis dan laporan-laporan mengenai kecukupan dan efektivitas manajemen risiko (termasuk pengendalian internal).

 

Audit Internal: 1. Menjaga akuntabilitas utama kepada organ pengurus dan independensinya dari pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab manajemen. 2. Mengkomunikasikan asurans dan advis yang independen dan objektif kepada manajemen dan organ pengurus mengenai kecukupan dan efektifitas tata kelola dan manajemen risiko (termasuk pengendalian internal) untuk mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi, serta mempromosikan dan memfasilitasi peningkatan yang berkelanjutan. 3. Melaporkan kerusakan independensi dan objektivitas kepada organ pengurus dan menerapkan pengamanan yang dipersyaratkan.

 

Penyedia asurans eksternal:  Memberikan asurans tambahan untuk: 1. Memenuhi ekspektasi ketentuan legislatif dan peraturan dalam rangka melindungi kepentingan pemangku kepentingan. 2. Memenuhi permintaan manajemen dan organ pengurus untuk melengkapi sumber asurans internal.

 

B. Perbedaan organisasi milik pemerintah dan swasta

Pengertian organisasi adalah sebuah wadah yang berisi sekelompok orang, mempunyai pengurus, dan mempunyai tujuan yang sama.  Dengan tujuan yang sama tersebut, maka semua anggota organisasi selanjutnya akan berusaha dan mengadakan rencana kegiatan, pelaksanaan, dan semua hal yang berkaitan dengan pencapaian tujuan. 

 

Kemudian pengertian pemerintah berbeda dengan pemerintahan. Perbedaan pemerintah dan pemerintahan pertama terletak pada pengertiannya, dan pada penyelenggaraannya. Pemerintah secara umum adalah sebuah organisasi atau sekelompok orang yang berkumpul dalam suatu wadah bernama negara untuk membuat hukum dan undang-undang serta menerapkannya pada wilayah tertentu. Sementara pemerintahan adalah orang atau sekelompok orang yang berada dalam pemerintah. Orang tersebut mempunyai kekuasaan dan kewenangan melaksanakan kepemimpinan dan mengelola serta mengkoordinasi lembaga-lembaga pemerintah di mana dia ditempatkan.

 

Pengertian pemerintahan ini selanjutnya dibagi menjadi dua. Pemerintahan secara sempit dan pemerintahan secara luas, sebagai berikut: Pemerintahan secara luas adalah seluruh kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang mempunyai fungsi dan wewenang masing-masing untuk mencapai tujuan negara atau tujuan pembangunan nasional. Pemerintahan secara sempit adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan dan lembaga publik yang berkaitan dengan lembaga eksekutif. Pemerintahan eksekutif adalah pemerintahan yang menjalankan seluruh kebijakannya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang telah disepakati.

 

Organisasi milik pemerintah adalah sebuah organisasi publik yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat/pelayanan publik. Tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk memberikan layanan dan bukan untuk mencari keuntungan karena organisasi ini merupakan bagian/elemen dari komitmen sebuah negara untuk memberikan layanan kepada warganya. Sedangkan organisasi milik swasta adalah sebuah organisasi milik individu/kelompok yang dibentuk dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan/laba. Organisasi ini bergerak diberbagai bidang dan kadangkala juga bergerak dibidang yang sama dengan organisasi bentukan pemerintah/publik. 

 

Perbedaan antara organisasi pemerintah dan organisasi swasta adalah mengenai fokus sasaran yang hendak dicapai. Organisasi pemerintah bertujuan untuk memberikan pelayanan untuk masyarakat/publik atau ditujukan untuk semua lapisan masyarakat. Sedangkan organisasi swasta bertujuan untuk memperoleh keuntungan/profit sebesar besarnya atau memberikan layanan kepada orang-orang tertentu (terbatas).

 

Pada umumnya di dalam perusahaan, ada istilah CEO sudah menjadi hal yang akrab dalam percakapan sehari-hari. CEO (Chief Executive Officer) atau direktur utama, adalah jabatan tertinggi dalam suatu perusahaan, institusi atau organisasi. Dialah orang yang memimpin dan mengambil keputusan yang terkait seluruh kegiatan perusahaan, institusi atau organisasinya. Ibaratnya, jika sebuah kapal itu adalah perusahaan, maka nakhoda atau kapten kapal adalah CEO-nya.

 

Pemilik atau owner, adalah orang yang memiliki suatu perusahaan, institusi atau organisasi. Dalam pandangan penulis, seorang pemilik-semisal perusahaan - itu memiliki hak penuh atau dominan terhadap perusahaanya. Kembali ke analogi kapal sebelumnya, seorang pemilik adalah orang yang memiliki hak penuh atas kapal tersebut. Terserah dia kapalnya mau diapakan, apakah mau dijual, disewakan, dsb. Sedangkan pendiri atau founder, adalah orang yang mempunyai ide dan pertama kali mendirikan suatu perusahaan, institusi, atau organisasi. Masih analogi kapal sebelumnya, seorang pendiri adalah arsitek kapal tersebut.

 

Hubungan Di Antara Peran-Peran Utama:

1.    Antara organ pengurus dan manajemen (Peran Lini Pertama dan Kedua)

Organ pengurus umumnya menetapkan arah organisasi dengan mendefinisikan visi, misi, nilai-nilai, dan selera organisasi terhadap risiko. Organ pengurus kemudian mendelegasikan tanggung jawab untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi kepada manajemen, berikut dengan sumberdaya yang diperlukan. Organ pengurus menerima laporan dari manajemen tentang hasil-hasil yang direncanakan, realisasi (aktual), dan yang diharapkan, serta laporan tentang risiko dan pengelolaan risiko.

 

Berbagai organisasi memiliki keragaman dalam tingkat tumpang-tindih dan pemisahan antara organ pengurus dan manajemen. Organ pengurus dapat lebih ataupun kurang “campur tangan” terhadap hal-hal yang bersifat strategis dan operasional. Organ pengurus ataupun manajemen dapat mengambil peran dalam memimpin pengembangan rencana strategis, atau menjadikannya sebagai tugas bersama. Dalam beberapa yurisdiksi, direktur utama atau kepala eksekutif (CEO, Chief Executive Officer) dapat menjadi anggota organ pengurus dan bahkan mungkin menjadi ketuanya.

 

Bagaimanapun bentuknya, perlu ada komunikasi yang kuat antara manajemen dan organ pengurus. Direktur utama (kepala eksekutif) umumnya menjadi titik fokal guna terciptanya komunikasi ini. Namun, anggota direksi lainnya dapat juga mempunyai interaksi yang sering dengan organ pengurus. Organisasi mungkin menginginkan, dan regulatornya mungkin mensyaratkan, pemimpin peran lini kedua seperti direktur manajemen risiko (CRO, Chief Risk Officer) dan direktur kepatuhan (CCO, Chief Compliance Officer) untuk memiliki jalur pelaporan langsung kepada organ pengurus. Kondisi ini sepenuhnya konsisten dengan Prinsip-prinsip dari Model Tiga Lini.

 

2.    Antara manajemen (Peran Lini Pertama maupun Lini Kedua) dan Audit Internal

Independensi audit internal atas manajemen memastikan audit internal bebas dari hambatan dan bias dalam merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya, memiliki akses tanpa batas terhadap orang, sumberdaya, dan informasi yang diperlukannya. Audit internal bertanggung jawab kepada organ pengurus. Namun, independensi bukan berarti menyiratkan isolasi. Harus terdapat interaksi yang regular antara audit internal dan manajemen untuk memastikan pekerjaan audit internal relevan dan selaras dengan kebutuhan strategis dan operasional organisasi. Melalui semua kegiatannya, audit internal membangun pengetahuan dan pemahaman tentang organisasi, yang menyumbang terhadap asurans dan advis yang diberikan sebagai penasihat tepercaya (trusted advisor) dan mitra strategis (strategic partner). Terdapat kebutuhan untuk berkolaborasi dan berkomunikasi dari peran-peran lini pertama maupun lini kedua manajemen dengan audit internal untuk memastikan tidak terjadi duplikasi, tumpang tindih, atau celah-celah yang tidak diperlukan.

 

3.    Antara Audit Internal dan organ pengurus

Audit internal bertanggung jawab kepada, dan terkadang dikatakan sebagai “mata dan telinga” dari, organ pengurus. Organ pengurus berkewajiban mengawasi audit internal, mencakup: memastikan dibentuknya fungsi audit internal yang independen, termasuk pengangkatan dan pemberhentian Chief Audit Executive (CAE); menyediakan diri sebagai jalur pelaporan utama dari CAE; menyetujui rencana audit dan menyediakan sumberdaya; menerima dan memperhatikan laporan-laporan dari CAE; dan memberikan akses tanpa batas dari CAE kepada organ pengurus, termasuk sesi privat tanpa kehadiran manajemen. Kepala Audit Eksekutif (CAE) adalah individu paling senior dalam organisasi dengan tanggung jawab menjalankan fungsi audit internal, seringkali disebut sebagai Kepala Audit Internal atau nama jabatan yang sama.

 

Di antara semua peran diantaranya adalah organ pengurus, manajemen, dan audit internal memiliki tanggung jawab yang berbeda, akan tetapi semua kegiatannya perlu diselaraskan dengan tujuan organisasi. Syarat untuk koherensi yang berhasil adalah koordinasi, kolaborasi, dan komunikasi yang teratur dan efektif.

 

C. Siapakah Lini Utama dan Pengendali Internal di Kantor Kita

Bagaimana Model Tiga Lini di Kementerian Keuangan misal di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau Kantor Wilayah DJKN dan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (DJKN/Kanwil DJKN/KPKNL). Siapakah lini pertama atau utama itu? Lini pertama yaitu manajemen dan seluruh pegawai unit kerja yang bersangkutan, bertugas untuk melakukan pencegahan antara lain memberikan contoh penerapan integritas, induksi penguatan integritas, melaksanakan profiling dan know your employee, manajemen risiko, pengendalian internal dan penanganan gratifikasi dan benturan kepentingan. Atau siapakah kita dalam kerangka kerja integritas? Dalam model tiga lini (The Tree Line Model), ada tiga pembagian tugas yaitu: Lini Pertama (Pelaku Utama) adalah manajemen dan seluruh pegawai unit kerja yang bersangkutan, Lini Kedua (Pendukung Lini Pertama) adalah Unit Kepatuhan Internal (UKI) atau unit kerja yang melaksanakan fungsi Kepatuhan Internal, Lini Ketiga (Asurans dan Konsultasi Objektif) adalah Itjen atau SPI BLU.

 

Peran-Peran Lini Utama dalam Kepemimpinannya, Pentingnya Peran Lini Pertama pada Pengendalian Intern. Jika misalnya kita sebagai pegawai Kanwil DJKN atau KPKNL ditanya, “Siapa Pengendali Internal di kantor kita?” Kadangkala kita dengan segera menjawab dengan menebutkan nama Kasi Kepatuhan Internal (KI) atau staf di seksi KI. Jawaban ini memang memiliki dasar asumsi yang cukup bagus, namun jawaban tersebut tidaklah tepat.  

 

Sesuai Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan  dikenal dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Kerangka kerja penerapan SPI tersebut digunakan sebagai acuan dalam merancang, menerapkan, memantau, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan berkelanjutan atas penerapan sistem pengendalian intern (SPI) pada seluruh unit kerja di lingkungan Kemenkeu

 

SPI bertujuan untuk  memberikan  keyakinan  memadai  atas tercapainya tujuan organisasi. Namun hal yang sering terlewatkan adalah bahwa proses perbaikan berkelanjutan atas penerapan SPI tersebut merupakan proses integral yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai. Kata kunci penting yang sering terlewatkan adalah: seluruh pegawai. SPI sendiri memiliki unsur dan spektrum yang sangat luas antara lain dalam lingkungan pengendaliannya melibatkan penegakan integritas dan etika, kepemimpinan yang kondusif, hubungan kerja yang baik dengan unit kerja terkait, dll. Dalam lingkungan SPI memang ada efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang melekat pada tugas dan fungsi seksi KI, namun sebagian besarnya adalah peran Lini Pertama.

 

Sebagaimana kita tahu, pada Kerangka Kerja Integritas (KKI) terdapat Model Tiga Lini. Lini Pertama yang juga disebut sebagai Pelaku Utama adalah manajemen dan seluruh pegawai unit kerja. Lini Kedua atau disebut Pendukung Lini Pertama adalah Unit Kepatuhan Internal (UKI) atau seksi Kepatuhan Internal (KI). Berikutnya Lini Ketiga adalah Itjen. Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa seksi KI selaku Lini Kedua bukanlah pelaku utama dari pengendalian intern, melainkan sebagai lini pendukung pada Lini Pertama.

 

Pada unsur kegiatan pengendalian hal ini terlihat sangat jelas. Seksi KI selaku UKI melaksanakan reviu atas kinerja, namun pengendalian inten atas kinerja merupakan tanggung jawab Lini Pertama, yakni manajemen (Kasi teknis pemilik pengendalian) dan seluruh pegawai di unit tersebut. Peran Lini Pertama sangat penting dan krusial dalam pengendalian intern, hal ini tampak jelas pada unsur kegiatan Pengendalian, misalnya pembinaan SDM, pengendalian fisik atas aset, serta pengendalian atas pengelolaan sistem informasi yang melibatkan Subbagian Umum dan Seksi Hukum dan Informasi (HI).

 

Terkait erat dengan pengendalian intern yakni manajemen risiko. Di sini, seksi teknis selaku Lini Pertama adalah pihak yang melakukan identifikasi risiko atas pekerjaannya, sementara seksi KI selaku pendukung lini pertama (bersama-sama dengan Lini Pertama) menganalisa sekaligus melakukan penilaian atas risiko yang diidentifikasi oleh Lini Pertama. Tentu saja peran seksi KI juga penting dalam KKI maupun SPI karena bertanggung jawab atas pemantauan yang berkelanjutan.

 

Jadi, kembali kepada pertanyaan awal di atas, “Siapa Pengendali Internal di kantor kita baik di DJKN, Kanwil DJKN maupun di KPKNL?” Sekarang dengan tegas kita dapat menjawab: pimpinan dan seluruh pegawai. Ada peran seksi KI di sana, baik sebagai Lini Kedua, atau sebagai unit kepatuhan internal, ataupun sebagai bagian tak perpisahkan dari manajemen itu sendiri; namun dalam hal pengendalian intern seluruh pegawai memilki peran penting di dalamnya.

 

Dalam implementasi Kerangka Kerja Integritas (KKI) diperlukan komitmen pimpinan dengan memberikan keteladanan, mengevaluasi kebijakan dan memastikan tata kelola yang baik, internalisasi integritas, mengedepankan budaya malu, mengidentifikasi dan memitigasi benturan kepentingan, open minded, mendukung Unit Kepatuhan Internal (UKI), melaporkan dan menindak pelanggar integritas dan mengembangkan perilaku kepemimpinan berbasis integritas.

 

Masing-masing Lini memiliki peran dan tugas dalam Kerangka Integritas. Peran dan tugas Lini Pertama (Pelaku Utama) yaitu manajemen dan seluruh pegawai unit kerja yang bersangkutan, bertugas untuk melakukan pencegahan antara lain memberikan contoh penerapan integritas, induksi penguatan integritas, melaksanakan profiling dan know your employee, manajemen risiko, pengendalian internal dan penanganan gratifikasi dan benturan kepentingan. Tugas untuk melakukan deteksi yaitu melaporkan penyimpangan, melindungi pelapor, memanfaatkan Fraud Risk Scenario (FRS), melaksanakan kode etik, mengikuti dan menindaklanjuti hasil SPI, mencegah benturan kepentingan dan menyediakan data dalam kegiatan asuransi. Serta memiliki tugas untuk memberikan respon seperti menjatuhkan hukuman disiplin sesuai rekomendasi, menyediakan data untuk kegiatan investigasi, dan melaporkan peristiwa fraud yang terjadi

 

Berkenaan dengan implemantasi KMK nomor 323/KMK.09/2021 tentang Kerangka Kerja Integritas di Lingkungan Kementerian Keuangan, maka pimpinan tertinggi unit kerja selaku lini pertama harus menyampaikan pesan-pesan antikorupsi serta menjadi narasumber utama dalam menyampaian materi sosialisasi pada unit kerjanya. Sedangkan anggota PAKSI Dana Rakca dan UKI dapat dilibatkan sebagai narasumber pendamping dalam penyampaian materi sosialisasi. Terkait keterlibatan memberdayakan PAKSI yang berada di lingkungan Kanwil/KPKNL atau dapat juga Pejabat dan Pegawai yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Penyuluh Anti Korupsi.

 

Three Lines Model atau Model Tiga Lini adalah pembaruan pada Three Lines of Defense yang sudah kita kenal sebelumnya, mengklarifikasi dan memperkuat prinsip-prinsip yang mendasari, memperluas ruang lingkup, dan menjelaskan bagaimana peran-peran kunci dalam organisasi bekerja sama untuk memfasilitasi tata kelola yang kuat dan manajemen risiko.

 

Kendala-Kendala Dalam Pengendalian Internal

Meskipun telah dirancang secara memadai, sistem pengendalian intern tetap memiliki keterbatasan antara lain: Cost & Benefit Consideration (pertimbangan biaya & manfaat), Improper Judgement from Management (pertimbangan manajemen), Management Override (pengabaian manajemen), Collusion (Kolusi). Keterbatasan Pengendalian Internal Menurut (Hery, 2016), yaitu: Faktor manusia sebagai pegawai yang kelelahan, ceroboh, atau bersikap acuh tak acuh menyebabkan pengendalian internal tidak efektif. Kolusi secara signifikan dapat mengurangi efektivitas sebuah sistem dan fungsi pemisahan tugas.  

 

Menurut Susanto dalam (Nurazizah & Novita, 2020), ada beberapa keterbatasan dari pengendalian internal, sehingga pengendalian internal dapat mengalami kondisi sebagai berikut: 1. Kesalahan (Error): yaitu kesalahan yang muncul ketika pegawai/karyawan melakukan pertimbangan yang salah satu perhatiannya selama bekerja terpecah. 2. Kolusi (Collusion): kolusi terjadi ketika dua atau lebih pegawai/karyawan berkonspirasi untuk melakukan pencurian (korupsi) ditempat mereka bekerja. 3. Penyimpangan Manajemen: karena manajer suatu organisasi memiliki lebih banyak otorisasi dibandingkan karyawan biasa, proses pengendalian efektif pada tingkat manajemen bawah, tidak efektif pada tingkat atas. 4. Manfaat dan Biaya (Cost and Benefit): konsep jaminan yang meyakinkan atau masuk akal mengandung arti bahwa biaya pengendalian internal tidak melebihi manfaat yang dihasilkannya. Pengendalian yang masuk akal adalah pengendalian yang menghasilkan manfaat yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pengendalian tersebut.

 

Efektivitas Sistem Pengendalian Internal

Menurut Sunyoto dalam (Soleman, 2013) menjelaskan bahwa pengendalian internal merupakan sebuah sistem dimana sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen, bahwa organisasi telah mencapai tujuan dan sasarannya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menjelaskan bahwa “Sistem pengendalian intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus olehpimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalanpelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturanperundang-undangan”. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan kebijakan dan proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tujuan perusahaan sesuai dengan sasaran diharapkan.

 

Karena berbagai alasan dan lain-lain, organisasi membutuhkan struktur dan proses-proses yang membantu pencapaian tujuan, seraya mendukung terciptanya manajemen risiko dan tata kelola yang kuat. Pada saat organ pengurus menerima laporan dari manajemen mengenai aktivitas, hasil-hasil dan prediksi, organ pengurus dan manajemen mengandalkan audit internal untuk memberikan asurans dan advis yang independen dan objektif mengenai segala hal, dan untuk mendorong serta memfasilitasi inovasi dan pengembangan. Organ pengurus pada akhirnya bertanggung jawab atas tata kelola, yang dicapai melalui tindakan dan perilaku organ pengurus dan manajemen serta audit internal.

 

Berfokus pada kontribusi yang dibuat manajemen risiko untuk mencapai tujuan dan menciptakan nilai, serta hal-hal “pertahanan” dan melindungi nilai. Jelas memahami peran dan tanggung jawab yang diwakili dalam model dan hubungan di antara mereka. Menerapkan langkah-langkah untuk memastikan kegiatan dan tujuan sejalan dengan kepentingan pemangku kepentingan yang diprioritaskan.

 

Kebijakan Umum pada Unit organisasi Eselon I harus: menyesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik unit masing-masing dalam menerapkan SPI, melakukan evaluasi dan pengembangan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan penerapan SPI, memberikan perhatian utama pada pembangunan unsur Lingkungan Pengendalian yang kondusif dan pelaksanaan unsur Kegiatan Pengendalian untuk mendukung pencapaian tujuan/sasaran operasional, pelaporan, dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, menerapkan SPI pada setiap level organisasi dan area organisasi (seperti program, proyek, dan/atau kegiatan tertentu)

 

Pimpinan unit organisasi Eselon I harus: menetapkan sistem, kebijakan, prosedur, rencana kerja, dan menyelenggarakan pelatihan yang memadai dalam penerapan SPI, menyediakan infrastruktur yang memadai, antara lain pegawai, dana, sarana prasarana, sistem informasi dan komunikasi, dan dokumentasi, memberikan teladan budaya SPI yang kuat kepada seluruh pegawai di lingkungan unit kerja masing-masing

 

D. Model Tiga Lini di Kementerian Keuangan.

Dalam Model Tiga Lini ini, pimpinan kementerian terdiri dari: Menteri, Wakil Menteri, Para Pimpinan Unit Organisasi Eselon I, Pimpinan Unit Organisasi Non-Eselon, dan Staf Ahli. Dalam hal ini pimpinan kementerian harus memiliki integritas, kepemimpinan, transparansi, dan pengawasan. Pimpinan mendelegasikan, mengarahkan, menyediakan sumber daya, dan pengawasan kepada manajemen yang terdiri dari lini pertama dan lini kedua, dan audit intern yang merupakan lini ketiga. Lini pertama, yakni manajemen operasional yang memiliki tugas merancang, menerapkan, memperbaiki, dan mengembangkan Sistem Pengendalian Intern.

Lini kedua adalah Unit Kepatuhan Internal (UKI) yang memiliki tugas Pemantauan Penerapan Sistem Pengendalian Intern. Lini ketiga Inspektorat Jenderal dan SPI BLU memiliki tugas melaksanakan Asurans Independen dan Konsultansi Penerapan Sistem Pengendalian Intern

 

Selanjutnya dalam hal pelaksanaan tugasnya, manajemen dan audit intern harus ada keselarasan, komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi. Di samping itu, manajemen dan audit intern melaksanakan akuntabilitas dan pelaporan kepada pimpinan Kementerian. Untuk audit eksternal dilakukan oleh BPK dan BPKP yang memiliki tugas melaksanakan pemeriksaan dan/atau Pengawasan terkait Penerapan Sistem Pengendalian Intern. Peranan Pimpinan harus mengarahkan penerapan SPI secara efektif dan efisien melalui: penguatan integritas; kepemimpinan yang kondusif; komunikasi yang transparan; dan pengawasan atas fungsi audit intern. Manajemen berada pada: kantor pusat Unit Eselon I; unit organisasi non-Eselon yang bertanggung jawab kepada Menteri; unit organisasi non-Eselon lainnya, termasuk BLU; instansi vertikal; dan/atau unit pelaksana teknis

 

Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Pertama

Tugas dan tanggung jawab lini pertama adalah: merancang SPI yang memadai, memimpin, mengarahkan, dan mengorganisasikan kegiatan dan sumber daya, menjaga komunikasi yang berkelanjutan dengan Pimpinan Kementerian, melakukan identifikasi dan analisis atas risiko (termasuk risiko fraud), serta menuangkannya dalam matriks risiko dan pengendalian, menerapkan SPI sepanjang waktu, melakukan perbaikan SPI, mengembangkan SPI serta aplikasi pendukung proses bisnis, memastikan kepatuhan terhadap hukum, peraturan, dan nilai-nilai etika, melakukan pemantauan SPI melalui pemantauan berkelanjutan serta tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya, dapat melakukan diskresi yang sesuai ketentuan perundang-undangan mengenai Administrasi Pemerintahan

 

Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Kedua

Lini Kedua dipimpin oleh pejabat 1 tingkat di bawah pimpinan unit kerja berkenaan. Tugas dan tanggung jawab lini kedua adalah: mengevaluasi matriks risiko dan pengendalian (RCM),

mengembangkan perangkat pemantauan SPI, melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas penerapan SPI, termasuk penerapan kode etik, melalui evaluasi terpisah, mengusulkan perbaikan rancangan SPI berdasarkan hasil pemantauan, melaporkan hasil pemantauan SPI kepada pimpinan unit kerja, pimpinan UKI-II, pimpinan UKI-I, Inspektur Jenderal, dan/atau Kepala Satuan Pengawasan Intern. Tugas lainnya dilaksanakan berdasarkan: arahan Pimpinan Kementerian; dan/atau hasil pembahasan dan kesepakatan antara Lini Pertama, Lini Kedua, dan Lini Ketiga.

 

Tugas Dan Tanggung Jawab Lini Ketiga

Tugas dan tanggung jawab lini ketiga adalah: Inspektorat Jenderal adalah mengembangkan metodologi, perangkat, dan mekanisme kerja terkait pemantauan Sistem Pengendalian Intern,

melakukan kegiatan asurans yang independen dan objektif serta kegiatan konsultansi atas kecukupan rancangan dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern. Kemudian SPI pada Badan Layanan Umum (BLU) yaitu melakukan kegiatan asurans yang independen dan objektif serta kegiatan konsultansi atas kecukupan rancangan dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern.

 

Hubungan Kerja Antar Lini

Beberapa penjelasan-penjelasan siapa saja lini pertama, kedua dan ketiga pada uraian diatas, maka penjelasan selanjutnya yaitu hubungan kerja antar lini, Hubungan kerja antar lini dapat dijelaskan sebagai berikut: Lini Pertama dapat meminta masukan kepada Lini Kedua dan/atau Lini Ketiga dalam pengembangan dan penerapan SPI, menyajikan dan/atau memberikan akses terhadap data, informasi, sistem informasi, catatan, dokumentasi, aset, serta pejabat/pegawai pada unit kerja yang bersangkutan kepada Lini Kedua dan Lini Ketiga sesuai dengan kewenangannya.

 

Kemudia Lini Kedua dapat memberikan masukan kepada Lini Pertama dalam penerapan SPI, mendukung Lini Pertama dalam pemutakhiran profil risiko organisasi, termasuk risiko fraud, serta penyusunan dan pemutakhiran profil pegawai. Serta dapat meminta masukan kepada Lini Ketiga dalam penyusunan Rencana Pemantauan Tahunan dan pengembangan perangkat pemantauan dan menyampaikan Rencana Pemantauan Tahunan dan hasil peningkatan kualitas pengendalian intern kepada Lini Ketiga. Membahas tindak lanjut temuan yang berindikasi kecurangan (fraud) dengan Lini Ketiga.

 

Pemangku Kepentingan atau Stakeholeders

Siapakah pemangku kepentingan? Pemangku kepentingan adalah kelompok dan individu yang kepentingannya dipenuhi atau terdampak oleh organisasi. Semua pihak yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung terhadap sebuah organisasi, baik stakeholders eksternal maupun internal.  

 

Nilai-nilai Kementerian Keuangan sangat mendukung sekali reformasi birokrasi menuntut pengelolaan pemerintahan agar dilakukan lebih profesional dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan tegas menyatakan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimumkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan birokrasi serta segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.

 

Organisasi kehumasan perlu lebih proaktif dan membangun aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan. Kegiatan humas pemerintah ditujukan kepada dua jenis sasaran publik yaitu publik internal dan publik eksternal. Kedua macam publik ini dikenal dengan istilah pemangku kepentingan. Sasaran publik dapat dikategorikan sebagai pemangku kepentingan internal dan pemangku kepentingan eksternal. Pemangku kepentingan adalah pihak-pihak dari dalam dan luar organisasi/instansi yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap kinerja organisasi/instansi sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik.

 

Berdasarkan posisi dan kekuatannya, jenis stakeholder terbagi menjadi 3 macam yaitu stakeholder primer atau utama, stakeholder sekunder atau pendukung, dan stakeholder kunci.

1.    Stakeholders primer atau utama merupakan stakeholders yang terkena dampak secara langsung baik dampak positif maupun dampak negatif dari suatu rencana serta mempunyai kaitan kepentingan langsung dengan kegiatan tersebut. Stakeholders yang memiliki pengaruh dan kepentingan dikatakan sebagai stakeholders primer dan harus dilibatkan penuh dalam tahapan-tahapan kegiatan. Pemangku kepentingan utama dianggap sebagai mereka yang memiliki kepentingan finansial dalam pilihan yang dibuat bisnis, termasuk: Para pegawai, investor, pemasok dan distributor, pelanggan

2.    Stakeholders sekunder atau pendukung merupakan stakeholders yang tidak memiliki kepentingan langsung terhadap suatu rencana tetapi memiliki kepedulian yang besar terhadap proses pengembangan. Sementara itu, pemangku kepentingan sekunder, termasuk mereka yang berada di luar bisnis yang mungkin tidak secara langsung bergantung pada operasi bisnis atau secara langsung memengaruhi jalannya organisasi/proses bisnis sehari-hari, termasuk: Pemerintah dan regulator, Masyarakat setempat (termasuk para aktivis), Media

3.    Stakeholders kunci adalah mereka yang memiliki kewenangan legal dalam hal pengambilan keputusan, stakeholders yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses bisnis dan bagian kelompok eksekutif yang memiliki wewenang resmi atas pengambilan keputusan.  

 

Pemimpin merupakan penggerak utama organisasi. Otoritas organisasi berada di tangan pemimpin. Pemimpin juga menjadi kunci keberhasilan dari suatu organisasi. Begitu juga kegagalan organisasi juga tergantung bagaimana pemimpin melakukan proses kepemimpinanya. Pemberian layanan kepada pemangku kepentingan dapat dilakukan secara optimal. 

Kesimpulan peran pimpinan sebagai lini pertama bersama semua pegawai dapat dijelaskan oleh penulis sebagai berikut:

·         Dikembangkannya Model Tiga Lini oleh IIA yang merupakan penyempurnaan dari pendekatan Tiga Lini Pertahanan, dalam berbagai kegiatan dirasa kurangnya kesadaran dan pemahaman Lini Pertama atas tugas, tanggung jawab, dan peran pentingnya dalam penerapan Sistim Pengendalian Internal (SPI) karena masih munculnya anggapan bahwa SPI merupakan tanggung jawab Lini Kedua.

·         Penerapan SPI oleh Lini Pertama akan meningkatkan dampak positif terhadap stakeholder yang memiliki kepentingan terhadap kondisi bisnis organisasi.  

 

Saran atas kesimpulan diatas, antara lain:

·         Agar penerapan SPI dapat lebih dipahami dan ditingkatkan oleh Lini Pertama juga diperkuat peran setiap Lini dan selaras dengan perkembangan kebutuhan organisasi.

·         Memahami pemangku kepentingan (stakeholder) dan mengetahui apa yang harus dilakukan pada tempat kita bekerja atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan.

·         Sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) perlu dioptimalkan sebagai upaya dalam peningkatan Sistem Pengendalian Intern perlu komitmen pimpinan dengan seluruh pelaksana dalam pegawai mengimplementasikan unsur dalam SPIP.

 

“Tolak Gratifikasi, Apapun Bentuknya, Apapun Caranya”

 

Penulis            : Abd. Choliq, Seksi Kepatuhan Internal, Bidang KIHI Kanwil DJKN RSK

Referensi          :

1.     https://iia-indonesia.org/three-lines-model-dari-iia/

2.     https://iia-indonesia.org/wp-content/uploads/Three-Lines-Model-Updated-Indonesian.pdf

3.     Bahan e-learning, Pengendalian Intern Atas Pelaporan Keuangan (PIPK)

4.     Slide Sosialisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan DJKN

5.     https://irmapa.org/menyongsong-revisi-model-three-lines-of-defense-bagi-bagi-tugas-governance-measures/

6.     https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13745/Proses-Kepemimpinan-Dalam-Membangun-Integritas.html

7.     https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-jakarta5/baca-artikel/15186/Pentingnya-Peran-Lini-Pertama-pada-Pengendalian-Intern.html

8.     https://id.quora.com/Apa-bedanya-CEO-pemilik-dan-pendiri

9.     https://cerdasco.com/pemangku-kepentingan/

10.  https://gerrykaton.blogspot.com/2014/02/kpk-pahlawan-atau-pecundang.html

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini