Infrastruktur mempunyai peran penting dalam roda penggerak perekonomian. Di Indonesia sendiri yang geografinya adalah sebagai negara kepulauan membuat Indonesia memiliki tantangan konektivitas yang unik dan berbeda dengan negara lain. Banyak sekali pulau yang tidak terhubung dengan baik antara satu sama lain. Sehingga pembangunan infrastruktur di Indonesia sangatlah penting. Namun, saat ini seluruh dunia sedang dibuat “kelam” karena adanya wabah yang menyerang yaitu virus corona. Banyak negara yang pembangunan infrastrukturnya tertunda dikarenakan hal tersebut, termasuk juga di Indonesia. Banyak sektor di Indonesia terkena dampak virus corona. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32% yoy. Angka tersebut menurun dari kuartal I 2020 yang mencapai 2,9%.
Karena perekonomian di Indonesia melemah, anggaran yang ada terbatas dan dialokasikan untuk penanggulangan dampak dan penanganan virus corona. Sehingga, pemerintah tidak dapat bergantung pada APBN – APBD saja. Pembangunan infrastruktur berskema Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) dapat dijadikan sebagai salah satu solusi atau terobosan yang dipertimbangkan. Terkait dengan kebutuhan pendanaan infrastruktur, berdasarkan Perpres nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN tahun 2020 – 2024, Indonesia membutuhkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 6,445 Triliun. Dari kebutuhan pendanaan tersebut, APBN/APBD secara keseluruhan hanya memenuhi sekitar 37%. Sementara BUMN sekitar 21% dan sisanya 42% diharapkan berasal dari partisipasi pihak swasta
Di Indonesia sendiri sudah menerapkan skema KSPI pada proyek Nasional maupun Daerah dan baik proyek yang telah selesai maupun yang masih berjalan. Istilah yang lebih dikenal dalam masyarakat yaitu Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Namun KSPI sendiri ini merupakan bagian dari KPBU. Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara yang ditetapkan pada tanggal 31 Agustus 2020.
KSPI adalah pemanfaatan BMN melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kerja sama pemerintah dan badan usaha. KSPI dilaksanakan dalam hal terdapat BMN yang menjadi objek kerja sama pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Sedangkan Pihak yang menjadi mitra KSPI adalah:
1.
Badan
Usaha Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas;
2.
Badan
Hukum Asing, merupakan Perseroan Terbatas berdasarkan hukum Indonesia sebelum
ditetapkan sebagai mitra KSPI;
3.
Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
4.
Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD)
5.
Anak
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang diperlakukan sama dengan Badan Usaha
Milik Negara sesuai ketentuan peraturan pemerintah; atau
6.
Koperasi
Kemudian untuk jangka waktu KSPI paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang. Perpangangan jangka waktu hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial dan keuangan. Hasil dari KSPI yang telah dilakukan Pemerintah dengan mitra adalah:
1.
Barang
Hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitas yang dibangun oleh mitra
KSPI seperti:
-
Bangunan
konstruksi infrastruktur beserta sarana dan fasilitasnya;
-
Pengembangan
infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas,
kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur;
-
Hasil
pembangunan/pengembangan infrastruktur lainnya.
2.
Pembagian
atas keuntungan (clawback) yang
diperoleh ditentukan sesuai perjanjian KSPI yang telah ditetapkan oleh
Pengelola Barang, jika ada.
Pembagian
atas kelebihan keuntungan (clawback) dapat
ditiadakan atas permohonan dari Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dengan
ketentuan merupakan proyek yang tercantum dalam:
1.
Daftar
rencana Kerja sama pemerintah dan badan usaha;
2.
Peraturan
Presiden mengenai percepatan proyek strategis nasional; dan/atau
3.
Dokumen
komite percepatan penyediaan infrastruktur prioritas (KPPIP)
4.
Peniadaan
pembagian atas clawback dilakukan
terhadap pelaksanaan KSPI yang berjangka waktu paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
Untuk perjanjian KSPI sendiri dalam bentuk akta notariil yang ditandatangani oleh PJPB dan mitra KSPI yang ditetapkan dari hasil pengadaan badan usaha pelaksana. Bila proyek kerja sama merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis infrastruktur yang melibatkan lebih dari 1 (satu) Pengguna Barang, PJPB menandatangani perjanjian Pemanfaatan BMN dengan mitra KSPI dengan disaksikan oleh koordinator PJPB. Setelah itu, PJPB menyerahkan BMN yang menjadi KSPI kepada mitra KSPI dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh PJPB dan mitra KSPI. PJPB melaporkan pelaksaan penandatangan perjanjian dan serah terima kepada Pengelola Barang dengan melampirkan fotokopi perjanjian KSPI dan BAST.
KSPI sendiri berakhir dalam hal:
1.
Berakhirnya
jangka waktu KSPI;
2. Pengakhiran
perjanjian KSPI secara sepihak oleh Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang
bila mitra KSPI tidak membayar clawback
selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai perjanjian KSPI dan/atau mitra KSPI
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSPI;
3.
Berakhirnya
perjanjian KSPI; atau
4.
Ketentuan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal
yang diatur dalam PMK Nomor 115/PMK.06/2020 diharapkan dapat menarik bagi pihak
swasta yang sebelumnya tidak pernah mempertimbangkan bekerja sama dengan
pemerintah untuk melakukan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. Beberapa hal
yang diatur didalamnya yang dapat dijadikan pertimbangan bagi calon pihak mitra
KSPI adalah sebagai berikut :
1.
Paling
lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang, namun perpanjangan tersebut dapat dilakukan apabila terjadi
government force majeure seperti dampak kebijakan pemerintag yang disebabkan
oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, social dan kemanan;
2.
Pembagian
atas kelebihan keuntungan (clawback)
dapat ditiadakan atas permohonan dari Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
dengan ketentuan merupakan proyek yang tercantum dalam :
a. Daftar rencana Kerja Sama Pemerintah
& Badan Usaha;
b. Peraturan Presiden mengenai percepatan
proyek strategis nasional; dan/atau
c. Dokumen Komite Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas (KPPIP)
Kemudian hal lain yang dapat menjadi pertimbangan pihak swasta adalah pemerintah akan memperbaiki skema insentif, seperti kepastian penyelesaian proyek dan imbal balik yang cepat bagi swasta agar berpartisipasi mengerjakan infrastruktur negara. Hal tersebut akan menarik perusahaan yang sebelumnya tidak pernah mempertimbangkan bekerja sama dengan pemerintah dan perusahaan yang berpengalaman bekerja sama dengan pemerintah akan melihat persaingan meningkat secara eksponensial. Selanjutnya juga, upaya Pemerintah untuk menangani ganasnya krisis ekonomi akibat pandemi yang menyerang, Kementerian Keuangan telah menyepakati kerja sama di bidang pembiayaan infrastruktur dan pembangunan pasar keuangan dengan Departemen Keuangan Amerika Serikat pada tanggal 18 September 2020. Prakarsa kerja sama tersebut dirancang untuk mencapai tujuan bersama Indonesia dan Amerika Serikat dalam mendukung pembangunan infrastruktur melalui investasi berorientasi pasar sektor swasta. Cakupan kerja sama tersebut yaitu pengembangan pasar keuangan regional untuk investasi infrastruktur. Kemudian, perumusan instrument dan struktur pembiayaan untuk memfasilitasi dan mengurangi hambatan dalam investasi sektor swasta di bidang infrastruktur. Selanjutnya, mendorong inovasi dan keberlanjutan pembiayaan proyek infrastruktur. Terakhir, mengeksplorasi program pengembangan kapasitas keuangan dan kerja sama teknis dalam pembiayaan infrastruktur.
Di
Indonesia Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sudah banyak diterapkan baik
mitra dengan Swasta, BUMN maupun pihak mitra yang telah diatur dalam PMK Nomor
115/PMK.06/2020. Berikut beberapa kendala yang terjadi dari Kerja Sama
Penyediaan Infrastruktur:
1. Pihak
mitra KSPI yang berminat melakukan kerjasama dengan pemerintah tidak tahu
bagaimana cara memula untuk bekerja sama dengan pemerintah, dikarenakan
sebelumnya mereka belum pernah melakukannya;
2.
Kebijakan
dan Prosedur yang masih merepotkan bagi mitra Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur seperti mereka setidaknya harus mengurus administrasi di berbaga
instansi - instansi yang terlibat dalam kegiatan penyediaan infrastruktur tersebut;
3.
Proyek
infrastrktur merupakan proyek jangka menengah dan memiliki karakteristik
beresiko tinggi sehingga pihak mitra KSPI belum merasa aman;
4.
PJPK
menjelaskan proyek infrastruktur kepada mitra KSPI terlalu luas lingkup kerja
dan cakupannya sehingga akan berimplikasi pada capital expenditure (capex) dan operational
expenditure (opex).
5.
Permasalahan
pengadaan lahan/tanah. Izin tambahan masih diperlukan/diminta oleh Pemerintah
Daerah. Selain itu juga bila sebuah proyek dibangun di atas tanah yang belum
jelas status penyelesaiannya, maka tidak akan ada lembaga keuangan yang mau
memberikan pinjaman.
Diatas
telah disebutkan beberapa kendala yang terjadi dari Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur. Artikel ini mencoba menyampaikan solusi yang dapat dilakukan terhadap
kendala tersebut sebagai berikut:
1. Memberikan informasi yang terbuka dan
jelas seperti
dilakukannya webinar rutin kepada pihak yang terlibat atau FGD, menyediakan
informasi yang jelas pada situs yang telah disediakan dan memberikan update
kepada pihak yang terlibat bila ada perubahan kebijakan.
2. Perlu penyederhanaan administrasi seperti membuat kebijakan kepengurusan
administrasi yang diurus mitra KSPI cukup dilakukan satu pintu. Nantinya pihak
pengurus administrasi tersebut yang berhubungan dengan instansi yang terlibat.
3. Menumbuhkan kepercayaan mitra KSPI. Upaya Pemerintah untuk membangun
kepercayaan bagi mitra KSPI agar mereka merasa aman sudah dilakukan dengan
mendirikan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) pada tahun 2009. PT PII merupakan
BUMN di bawah pembinaan dan pengawasan oleh Kementerian Keuangan yang bertugas
melaksanakan penjaminan Pemerintah untuk proyek infrastruktur yang dilakukan
dengan skema KPBU dan skema lainnya sesuai penugasan Pemerintah.
4. Perencanaan yang Jelas dan Terukur. Hal tersebut agar PJPK dapat
menjelaskan proyek infrastruktur kepada mitra KSPI dengan lingkup pekerjaan dan
cakupan sesuai kebutuhan yang dijadikan sebagai salah satu acuan pembuatan
dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK). Kemudian perlu ada kajian mengenai manfaat
proyek infrastruktur dan pemetaan resiko yang jelas.
5. Perlu adanya intergrasi antar pemerintah, sosialisasi mengenai proyek infrastruktur dengan skema KSPI Pemerintah Pusat yang akan dibangun kepada Pemerintah Daerah agar kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah terintegrasi.
6. Pengadaan Lahan / Tanah yang belum jelas status pendanaannya, Pemerintah sudah melakukan suatu inisiasi untuk mengatasi hal tersebut dengan mendirikan sebuah BLU yang melaksanakan fungsi pengelolaan aset idle dan aset potensi, yang selanjutnya disebut Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). LMAN memiliki mandat salah satunya melaksanakan fungsi special landbank yaitu pelaksanaan pendanaan pengadaan tanah untuk proyek – proyek Infrastruktur yang tergabung dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Anteng Sefiani/PKN