Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Kalimantan Timur dan Utara > Artikel
Pengelolaan Piutang Daerah, Suatu Persoalan yang Belum Terselesaikan
Arum Ratna Dewi
Rabu, 21 Februari 2024   |   65 kali

Berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004, pengertian piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah, sedangakan piutang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Pembedaan pengertian tersebut mungkin mempengaruhi sudut pandang sebagian pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) terhadap piutang negara dan piutang daerah akan menyamakan perlakuan Barang Milik Negara dan Barang Milik Daerah, “Hal itu (pengurusan piutang daerah) bukan kewenangan kita!”.

Bagaimana sudut pandang DJKN sebagai bagian dari Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang berdasarkan UU Nomor 49/Prp/1960 pasal 8 yang menyatakan, “Yang dimaksud dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun.”?  Pengurusan piutang daerah masih menjadi kewenangan PUPN/DJKN sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini dapat tinjau dari turunan UU Nomor 1 Tahun 2004 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2005 dan peraturan perubahannya Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah dalam pasal 3 (1) yang menyatakan, “Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara/Daerah diurus secara optimal oleh PUPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara”. Hal ini jelas membuktikan bahwa kegiatan pengelolaan piutang daerah harus terlebih dahulu diurus optimal  oleh PUPN dan diterbitkan surat Pernyataan Piutang Negara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) sebelum dihapus buku dan dihapus tagih oleh Pemerintah Daerah.

Walaupun Peraturan terkait penghapusan piutang Negara/daerah sudah ada lebih 17 tahun lamanya, tidak semua pemerintah daerah yang telah menyerahkan piutang daerah yang macet kepada PUPN. Sebagai contoh, tahun 2022 dari 17 Pemda  yang ada di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara hanya 7 (tujuh) Pemda yang telah/pernah menyerahkan piutang macetnya dan di tahun 2023 meningkat menjadi 10 Pemda, sedangkan yang telah meminta rekomendasi penghapusan piutang daerah hanya 2 dari 17 Pemda. Ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan piutang daerah masih kurang oprimal.

Hal ini merupakan “pekerjaan rumah” PUPN/DJKN yang memiliki tugas di bidang piutang Negara, yang bertanggung jawab terkait pembinaan pengelolaan piutang daerah ke seluruh pemerintah daerah. Banyak faktor (internal/eksternal) yang menjadi penyebab kurang optimalnya pengelolaan piutang daerah, diantaranya: kurangnya pemahaman pihak terkait pengurusan piutang daerah, serta kurangnya jumlah sumber daya baik manusia maupun pendukung lainya.

Kurangnya pemahaman terkait pengelolaan piutang daerah terlihat antara lain: adanya anggapan bahwa pengurusan piutang daerah bukan wewenang PUPN/DJKN, dan adanya pejabat/pegawai Pemda baik pimpinan Satuan Kerja Pemerintah Daerah, pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) maupun aparat pengawas yang belum/baru saja mengetahui tentang tata cara pengelolaan piutang daerah terutama tata cara penghapusan piutang daerah. Hal ini dikarenakan kurang kegiatan sosialisasi terkait pengelolaan piutang daerah oleh PUPN/DJKN dari awal. Hal ini tidak dapat disangkal karena sebelum terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 77/PUU-IX/2011, sumber daya PUPN/DJKN “all out” lebih fokus dalam pengurusan piutang BUMN terutama sektor perbankan yang jumlah dan nilainya relatif sangat besar dibandingkan piutang pada Kementerian/Lembaga (K/L) atau piutang yang ada pada Pemda, sehingga kurang fokus dalam melakukan kegiatan sosialisasi pengurusan piutang Negara/Daerah pada K/L dan Pemda.

Kurangnya sumber daya dalam mengelola piutang daerah dapat dilihat dari jumlah pegawai yang menangani piutang pada Kantor Pelayanan (satu Kasi Piutang Negara dengan dua atau tiga staf) termasuk dana pendukungnya. Ini menjadi alasan klasik dalam pengurusan piutang Negara, namun hal itu merupakan fakta nyata.

Tugas pengelolaan piutang daerah telah terdistribusi dengan lebih baik sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.06/2022 tentang penghapusan piutang daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN. Dengan terbitnya peraturan tersebut, pengelolaan piutang daerah menjadi lebih efisien dan efektif terutama terkait pengurusannya oleh PUPN atau penagihan dengan optimalisasi oleh pemilik piutang. Hal ini terlihat dengan adanya pembatasan jumlah piutang daerah (>Rp8.000.000,00) yang dapat diserahkan kepada PUPN/DJKN dengan persyaratan ada dan besarnya telah pasti menurut hukum. Hal ini sekaligus membuat Pemda lebih bertanggung jawab atas pengelolaan piutangnya dan tidak bersikap “ala kadarnya” karena berlindung pada PUPN.

Pemda selaku pemilik piutang harus mengelola piutang daerahnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 1 tahun 2004 mengenai pembentukan piutang, penatausahaan piutang (pencatatan, dokumentasi, pelaporan), klasifikasi dan penyisihan piutang taktertagih, serta penghapusan piutang. Pelaksanaan pengelolaan piutang daerah tersebut tidak hanya Pemda yang bertanggung jawab, telati melibatkan PUPN/DJKN pemilik tugas yang membina dan BPK yang mengawasi pelaksanaan pengelolaan piutang tersebut. Koordinasi dan sinergi para pihak terkait adalah kunci jawaban dari “perkerjaan rumah” pengelolaan piutang daerah dalam rangka meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 


Penulis: Mokhammad Khoiri – Kepala Seksi Piutang Negara I

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini