Eksepsi merupakan sanggahan atau tangkisan yang disampaikan oleh pihak tergugat yang umumnya mempermasalahkan keabsahan formal gugatan dan tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara.
Eksepsi adalah tangkisan atau
bantahan yang ditunjukkan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas
gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau
pelanggaran formil tidak berkaitan
dengan pokok perkara ( verweer ten principale) yang mengakibatkan gugatan tidak
sah sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima (inadmissible).
Gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) merupakan putusan dimana dalam hal ini hakim mengatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima, karena mengandung cacat formil. Menurut Yahya Harahap bahwa ada berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain:
1. gugatan tidak memiliki dasar
hukum;
2. gugatan error in persona dalam
bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;
3. gugatan mengandung cacat
atau obscuur libel; atau
4. gugatan melanggar yurisdiksi
(kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.
Terhadap gugatan yang
mengandung cacat formil (surat kuasa, error in persona, obscuur
libel, premature, kedaluwarsa, ne bis in idem), putusan yang dijatuhkan
harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan: menyatakan
gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO).
Dasar pemberian putusan NO
(tidak dapat diterima) ini dapat kita lihat dalam Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No.1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 Jo Putusan Mahkamah Agung RI
No.565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, Jo Putusan Mahkamah Agung RI
No.1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap
objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima.
Gugatan Obscuur Libel memiliki
faktor-faktor penyebab kekaburan dalam gugatan tersebut adalah:
Dalil gugatan tidak mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum yang jelas surat gugatan penggugat bisa dikatakan tidak jelas jika dalam isi gugatannya tidak mempunyai dasar peristiwa serta dasar hukum yang jelas dalam memperjelas dasar hukum perkara tersebut dalam mendorong putusan gugatan tersebut. Kekaburan objek sengketa sering terjadi mengenai tanah. Biasanya kekaburan objek sengketa terjadi karena tidak disebutnya batas-batas objek sengketa dan luas tanah dengan yang dikuasi tergugat.
Terdapat kontradiksi antara
posita dan petitum Dalam gugatan yang diajukan posita dan petitum yang diajukan
harus saling menguatkan dan tidak saling bertentangan. Maka yang dapat dituntut
dalam petitum harus dapat menyelesaikan sengketa yang didalilkan dalam gugatan.
Petitum tidak rinci dasarnya hal
yang diingikan penggugat tersebut rinci dan jelas. Jika petitum primair ada
secara rinci maka bisa digabung dengan petitum subsidair dengan jelas atau
berbentuk kompossitur. Pelanggaran karena petitum gugatan tidak rinci ini dapat
mengakibatkan gugatan tersebut tidak jelas.
Nebis in idem yang subyek dan
obyeknya sama Nebis in idem adalah Gugatan yang diajukan penggugat sudah pernah
mengajukan perkara dengan kasus yang sama serta putusan tersebut sudah
mempunyai kekuatan hukum, sehingga gugatan tersebut tidak dapat diajukan
kembali untuk kedua kalinya. Gugatan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh
Majelis Hakim untuk diperiksa pokok perkaranya dan diadili sehingga tidak ada
objek gugatan di dalam putusan untuk dapat dieksekusi.
Dalam proses beracara di muka
pengadilan negeri, jawaban perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh
karena jawaban merupakan hal yang essensial. Setiap sanggahan terhadap
dalil-dalil penggugat harus menyebut alasan/dasar hukumnya baik berupa peraturan
perundangan maupun yurisprudensi Mahkamah Agung. Tangkisan yang tidak mempunyai
dasar hukum tidak akan diperhatikan dan akan dikesampingkan. Penyusunan jawaban
diawali dengan penelitian dan penilaian terhadap surat gugatan guna mengetahui
perlu atau tidak eksepsi atau tangkisan diajukan sebelum menyusun jawaban dalam
pokok perkara.
Isi dari jawaban tersebut tidak hanya berisi bantahan terhadap pokok perkara, namun Tergugat juga boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi pengakuan (confession), terhadap sebagian atau seluruh dalil gugatan Penggugat. Selain itu, jawaban yang disampaikan oleh Tergugat dapat sekaligus memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara. Jika jawaban sudah memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara, Tergugat harus menjawab secara sistematis agar lebih mudah dibaca dan dipahami oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut.
Eksepsi dan bantahan terhadap
pokok perkara di dalam konteks hukum acara memiliki makna yang sama yaitu
sebuah tangkisan atau bantahan. Namun dalam eksepsi
ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan,
yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible)
Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara. Hakim akan menilai apakah gugatan telah memenuhi syarat formil dan syarat materil. Parameter penilaian syarat formil, misalnya tentang kompetensi pengadilan baik kompetensi absolut maupun kompetensi relatif, apakah perkara yang diajukan masuk dalam wilayah juridiksi pengadilan atau tidak (kompetensi relatif), atau apakah perkara masuk di dalam lingkup kewenangan pengadilan (kompetensi absolut). Putusan niet ontvankelijke verklaard atau "tidak dapat diterima" kebanyakan disebabkan oleh beberapa hal, yakni: Error in persona, Error in objecto, Gugatan obscuur libel gugatan Nebis in idem Gugatan di luar juridiksi absolute dan relative; dll.
Pengajuan eksepsi ini dapat dilakukan untuk menuntut batalnya suatu gugatan, ataupun tidak dikabulkannya tuntutan penggugat. Apabila eksepsi ini dikabulkan oleh majelis hakim maka perkara tersebut selesai pada tingkat pertama, apabila penggugat tidak puas atas putusan tersebut maka dapat mengajukan permohonan banding ke pengadilan tinggi yang bersangkutan.
Harahap, M. Yahya. 2017. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar Grafika. Sutantio,
Ny. Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 2019. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (Edisi Revisi). Bandung: Mandar Maju.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/26/02400001/jenis-jenis-eksepsi-dalam-hukum-acara-perdata
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/kapan-putusan-niet-ontvankelijke-verklaard-dapat-diajukan-ulang-oleh-ahmad-z-anam-23-10