Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Jawa Timur > Artikel
Eksepsi Dikabulkan Berujung Gugatan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard)
Iva Nurdianah Azizah
Kamis, 28 Maret 2024   |   284 kali

Eksepsi merupakan sanggahan atau tangkisan yang disampaikan oleh pihak tergugat yang umumnya mempermasalahkan keabsahan formal gugatan dan tidak berkaitan langsung dengan pokok perkara. 

Eksepsi adalah tangkisan atau bantahan yang ditunjukkan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil tidak berkaitan dengan pokok perkara ( verweer ten principale) yang mengakibatkan gugatan tidak sah sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima (inadmissible).

Gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) merupakan putusan dimana dalam hal ini hakim mengatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima, karena mengandung cacat formil. Menurut Yahya Harahap bahwa ada berbagai cacat formil yang mungkin melekat pada gugatan, antara lain:

1. gugatan tidak memiliki dasar hukum;

2. gugatan error in persona dalam bentuk diskualifikasi atau plurium litis consortium;

3. gugatan mengandung cacat atau obscuur libel; atau

4. gugatan melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolute atau relatif dan sebagainya.

Terhadap gugatan yang mengandung cacat formil (surat kuasa, error in persona, obscuur libel, premature, kedaluwarsa, ne bis in idem), putusan yang dijatuhkan harus dengan jelas dan tegas mencantumkan dalam amar putusan: menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard/NO).

Dasar pemberian putusan NO (tidak dapat diterima) ini dapat kita lihat dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1975 tanggal 17 April 1975 Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.565/K/Sip/1973 tanggal 21 Agustus 1973, Jo Putusan Mahkamah Agung RI No.1149/K/Sip/1979 tanggal 7 April 1979 yang menyatakan bahwa terhadap objek gugatan yang tidak jelas, maka gugatan tidak dapat diterima.

Gugatan Obscuur Libel memiliki faktor-faktor penyebab kekaburan dalam gugatan tersebut adalah:

Dalil gugatan tidak mempunyai dasar peristiwa dan dasar hukum yang jelas surat gugatan penggugat bisa dikatakan tidak jelas jika dalam isi gugatannya tidak mempunyai dasar peristiwa serta dasar hukum yang jelas dalam memperjelas dasar hukum perkara tersebut dalam mendorong putusan gugatan tersebut. Kekaburan objek sengketa sering terjadi mengenai tanah. Biasanya kekaburan objek sengketa terjadi karena tidak disebutnya batas-batas objek sengketa dan luas tanah dengan yang dikuasi tergugat.

Terdapat kontradiksi antara posita dan petitum Dalam gugatan yang diajukan posita dan petitum yang diajukan harus saling menguatkan dan tidak saling bertentangan. Maka yang dapat dituntut dalam petitum harus dapat menyelesaikan sengketa yang didalilkan dalam gugatan.

Petitum tidak rinci dasarnya hal yang diingikan penggugat tersebut rinci dan jelas. Jika petitum primair ada secara rinci maka bisa digabung dengan petitum subsidair dengan jelas atau berbentuk kompossitur. Pelanggaran karena petitum gugatan tidak rinci ini dapat mengakibatkan gugatan tersebut tidak jelas.

Nebis in idem yang subyek dan obyeknya sama Nebis in idem adalah Gugatan yang diajukan penggugat sudah pernah mengajukan perkara dengan kasus yang sama serta putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum, sehingga gugatan tersebut tidak dapat diajukan kembali untuk kedua kalinya. Gugatan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh Majelis Hakim untuk diperiksa pokok perkaranya dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan di dalam putusan untuk dapat dieksekusi.

Cermat membaca gugatan dalam menyusun Eksepsi

Dalam proses beracara di muka pengadilan negeri, jawaban perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh karena jawaban merupakan hal yang essensial. Setiap sanggahan terhadap dalil-dalil penggugat harus menyebut alasan/dasar hukumnya baik berupa peraturan perundangan maupun yurisprudensi Mahkamah Agung. Tangkisan yang tidak mempunyai dasar hukum tidak akan diperhatikan dan akan dikesampingkan. Penyusunan jawaban diawali dengan penelitian dan penilaian terhadap surat gugatan guna mengetahui perlu atau tidak eksepsi atau tangkisan diajukan sebelum menyusun jawaban dalam pokok perkara.

Isi dari jawaban tersebut tidak hanya berisi bantahan terhadap pokok perkara, namun Tergugat juga boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi pengakuan (confession), terhadap sebagian atau seluruh dalil gugatan Penggugat. Selain itu, jawaban yang disampaikan oleh Tergugat dapat sekaligus memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara. Jika jawaban sudah memuat eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara, Tergugat harus menjawab secara sistematis agar lebih mudah dibaca dan dipahami oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut.

Eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara di dalam konteks hukum acara memiliki makna yang sama yaitu sebuah tangkisan atau bantahan. Namun dalam eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible)

Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara. Hakim akan menilai apakah gugatan telah memenuhi syarat formil dan syarat materil. Parameter penilaian syarat formil, misalnya tentang kompetensi pengadilan baik kompetensi absolut maupun kompetensi relatif, apakah perkara yang diajukan masuk dalam wilayah juridiksi pengadilan atau tidak (kompetensi relatif), atau apakah perkara masuk di dalam lingkup kewenangan pengadilan (kompetensi absolut). Putusan niet ontvankelijke verklaard atau "tidak dapat diterima" kebanyakan disebabkan oleh beberapa hal, yakni:  Error in persona, Error in objecto, Gugatan obscuur libel gugatan Nebis in idem Gugatan di luar juridiksi absolute dan relative; dll.

Pengajuan eksepsi ini dapat dilakukan  untuk menuntut batalnya suatu gugatan, ataupun tidak dikabulkannya tuntutan penggugat. Apabila eksepsi ini dikabulkan oleh majelis hakim maka perkara tersebut selesai pada tingkat pertama, apabila penggugat tidak puas atas putusan tersebut maka dapat mengajukan permohonan banding ke pengadilan tinggi yang bersangkutan. 

 Sumber

Harahap, M. Yahya. 2017. Hukum Acara Perdata: Gugatan, Persidangan Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (Edisi Kedua). Jakarta: Sinar Grafika. Sutantio,

Ny. Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 2019. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (Edisi Revisi). Bandung: Mandar Maju.

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/26/02400001/jenis-jenis-eksepsi-dalam-hukum-acara-perdata

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/kapan-putusan-niet-ontvankelijke-verklaard-dapat-diajukan-ulang-oleh-ahmad-z-anam-23-10

 





Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini