Paruh pertama tahun 2023 menjadi tahun yang
berat bagi Kementerian Keuangan. Bukan karena tugas pokok dan fungsinya yang
semakin menantang, namun karena perilaku tercela dari oknum yang tidak punya
integritas. Ibarat setitik nila yang merusak susu sebelanga, perilaku beberapa
oknum merusak reputasi satu institusi. Seluruh pegawai Kementerian Keuangan
menjadi sasaran kemarahan publik.
Reputasi adalah citra yang tertanam dalam benak
orang lain berdasarkan pengalaman dan interaksi mereka dengan subjek tertentu.
Dalam konteks institusi pemerintah, reputasi menentukan sejauh mana masyarakat
percaya dan mendukung kinerja pemerintah. Namun, mempertahankan reputasi yang
positif tidaklah mudah. Menjaga reputasi institusi pemerintah berarti berada
dalam sorotan publik dan di bawah tekanan konstan untuk berkinerja dengan baik
dan transparan.
Berbagai faktor bisa mempengaruhi reputasi institusi pemerintah, salah satunya adalah kesalahan atau skandal yang melibatkan anggota pemerintah. Skandal ini, terutama jika menyangkut masalah korupsi atau penyalahgunaan wewenang, dapat menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan pada publik. Dalam era digital ini, menjaga reputasi menjadi semakin sulit. Informasi, baik benar atau tidak, dapat dengan cepat tersebar dan membentuk opini publik. Selain itu, masyarakat semakin sadar dan kritis terhadap kinerja pemerintah, yang berarti pemerintah harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan reputasi positifnya.
Terungkapnya kekayaan tidak normal dari seorang oknum pejabat memicu netizen untuk melakukan "witch-hunt" terhadap pejabat lainnya. Satu temuan mengarah ke temuan lainnya. Sebagai salah satu bentuk "citizen's arrest", ini bukanlah sesuatu yang buruk. Terkadang metode seperti ini lebih efektif dalam mengungkap kebenaran. Tapi di sisi lain, witch-hunt ini malah berdampak pada mudahnya masyarakat membuat asumsi-asumsi buruk. Berbagai tuduhan muncul silih berganti.
Namun, reputasi yang telah rusak tidak berarti
tak bisa diperbaiki. Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memulihkan
dan memperbaiki reputasi Kemenkeu. Pertama, institusi ini harus berani mengakui
kesalahan dan menunjukkan penyesalan. Kedua, harus ada komitmen untuk membuat
perubahan dan mengambil tindakan nyata untuk mencegah terulangnya kesalahan
yang sama. Ketiga, masyarakat dan stakeholder DJKN harus dilibatkan dalam
proses perbaikan dan perubahan, baik melalui dialog, partisipasi aktif, atau
mekanisme kontrol sosial yang baik.
Transparansi adalah elemen penting dalam
memperbaiki reputasi. Kita harus bersedia membuka diri dan memberikan akses
kepada masyarakat untuk mengetahui dan memahami apa yang sedang terjadi di
dalam institusi ini. Secara umum pemerintah juga perlu meningkatkan komunikasi
dengan publik, baik dalam menyampaikan kebijakan dan program yang sedang
dijalankan, maupun dalam menerima masukan dan kritik dari masyarakat.
Pada akhirnya, memperbaiki reputasi institusi pemerintah adalah proses jangka panjang yang membutuhkan komitmen dan usaha dari semua pihak. Institusi pemerintah tidak dapat memperbaiki reputasinya sendiri tanpa partisipasi dan dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu, proses memperbaiki reputasi seharusnya menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk memperkuat hubungan dan kemitraan dengan masyarakat, dan pada gilirannya akan membantu membangun institusi pemerintah yang lebih kuat dan lebih dipercaya.
(Opini oleh: Ryan Eka Prasetya | Seksi Bimbingan Lelang I Kanwil DJKN Jawa Timur)