INVENTARISASI BARANG MILIK NEGARA : IMPLEMENTASI DAN OPTIMALISASI
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah memberikan definisi penatausahaan sebagai rangkaian
kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik
Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Penatausahaan BMN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara. PMK ini dimaksudkan
untuk memberikan pedoman bagi Penggelola Barang dan Pengguna Barang dalam
pelaksanan penatausahaan BMN.
Kegiatan penatausahaan BMN meliputi:
1.
Pembukuan, yang terdiri
atas kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang;
2.
Inventarisasi, yang terdiri
atas kegiatan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN; dan
3.
Pelaporan, yang terdiri
atas kegiatan penyusunan dan penyampaian data dan informasi BMN secara
semesteran dan tahunan.
Definisi
inventarisasi aset menurut Doli D. Siregar merupakan kegiatan yang terdiri
dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan inventarisasi yuridis/legal.
Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume, jenis, alamat, dan
lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang
dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan,
kodefikasi/labeling, pengelompokan, dan pembukuan/adminstrasi sesuai dengan
tujuan manajemen aset.”
Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 2020, dalam Pasal 85 mengatur bahwa Pengguna Barang melakukan
inventarisasi BMN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun,
dikecualikan BMN berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP)
dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. Pengguna Barang menyampaikan
laporan hasil inventarisasi kepada Pengelola Barang paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah selesainya inventarisasi. Terkait Kementerian/Lembaga yang telah
melaksanakan inventarisasi BMN berupa aset tetap tiap 5 (lima) tahun, DJKN
belum memiliki data dimaksud, sehingga belum dapat diukur tingkat keberhasilan
dari pelaksanaan inventarisasi BMN dengan perbaikan penatausahaan BMN pada
satuan kerja.
Tata cara inventarisasi BMN telah
diatur dalam Lampiran III PMK 181/PMK.06/2016, yaitu dimulai dari pembentukan
tim inventarisasi, dokumen/data sumber sebagai data pembanding saat
inventarisasi, dokumen pelaksanaan dan dokumen keluaran dari pelaksanaan
inventarisasi BMN, serta tahapan/prosedur inventarisasi BMN (tahapan persiapan,
tahapan pelaksanaan, tahapan pelaporan dan terakhir tahapan tindak lanjut).
Pengaturan ini belum efektif dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dikarenakan
Inventarisasi BMN dipandang sebagai sesuatu hal yang kurang penting untuk dilakukan.
Sejalan dengan tujuan dari penatausahaan BMN yaitu mewujudkan
pengelolaan BMN yang tertib, efekif, dan efisien, Menteri Keuangan dalam hal
ini Direktur Jenderal Kekayaan Negara mendapatkan mandat untuk melaksanakan
penilaian kembali BMN berupa Aset Tetap pada Tahun 2017 melalui Peraturan
Presiden Nomor 75 Tahun 2017. Penilaian kembali tidak dilakukan untuk semua
jenis aset tetap, terbatas pada Tanah, Gedung dan Bangunan, Jalan dan Jembatan,
serta Bangunan Air. Kriteria BMN yang menjadi target penilaian kembali (revaluasi BMN) adalah BMN dengan nilai
yang cukup signifikan serta secara fisik
merupakan BMN yang mudah untuk ditemukan dan diidentifikasi karena bukan barang
bergerak. Kegiatan revaluasi BMN
terdiri dari 2 kegiatan yaitu inventarisasi dan penilaian kembali. Inventarisasi dilakukan oleh
Pengguna Barang untuk mempersiapkan data awal penilaian yang akan dilakukan
oleh Pengelola Barang.
Hasil revaluasi BMN menunjukkan bahwa terdapat BMN tidak ditemukan
sebanyak 157.531 NUP (16,66%) dan BMN berlebih sebanyak 39.361 NUP (4,16%). Kondisi ini
memberikan gambaran betapa penatusahaan BMN pada satuan kerja tidak dilakukan
secara benar dan tertib. Petugas BMN tidak mengetahui keberadaan BMN yang
dikuasai dan dikelolanya, BMN dibiarkan terbengkalai, tidak diamankan sehingga
rawan dikuasai pihak yang tidak bertanggung jawab, BMN dalam kondisi rusak
berat tidak segera diajukan penghapusannya, dan masih beragam permasalahan
lainnya. Hal ini disebabkan satu tahapan penting dalam siklus penatausahaan BMN
yang tidak dilaksanakan, yaitu inventarisasi BMN atau sensus BMN, yang telah
dipersyaratkan dalam PP Nomor 28 Tahun 2020.
Dalam rangka upaya DJKN mengoptimalkan
pelaksanaan inventarisasi BMN pada Pengguna Barang perlu kiranya membuat skala prioritas dalam implementasinya. Skala prioritas dapat
disusun dengan melihat karakteristik BMN atau jenis BMN, jumlah BMN pada suatu
Kementerian/Lembaga dan tentunya mempertimbangkan keterbatasan
sumber daya manusia, biaya dan waktu. Dengan pengawasan dan pengendalian yang efektif
atas pelaksanaan inventarisasi dimaksud, diharapkan penatausahaan BMN menjadi
pilar utama pengelolaan BMN yang akurat, valid, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
By. Seksi PKN KPKNL Tangerang 1