Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Tangerang I > Artikel
INVENTARISASI BARANG MILIK NEGARA : IMPLEMENTASI DAN OPTIMALISASI
Nural Fajri
Kamis, 29 September 2022   |   12088 kali

INVENTARISASI BARANG MILIK NEGARA : IMPLEMENTASI DAN OPTIMALISASI

 

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah memberikan definisi penatausahaan sebagai rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Penatausahaan BMN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara. PMK ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi Penggelola Barang dan Pengguna Barang dalam pelaksanan penatausahaan BMN.

Kegiatan penatausahaan BMN meliputi:

1.       Pembukuan, yang terdiri atas kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang;

2.       Inventarisasi, yang terdiri atas kegiatan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMN; dan

3.       Pelaporan, yang terdiri atas kegiatan penyusunan dan penyampaian data dan informasi BMN secara semesteran dan tahunan.

Definisi inventarisasi aset menurut Doli D. Siregar  merupakan kegiatan yang terdiri dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan inventarisasi yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume, jenis, alamat, dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan. Proses kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi/labeling, pengelompokan, dan pembukuan/adminstrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset.”

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020, dalam Pasal 85 mengatur bahwa Pengguna Barang melakukan inventarisasi BMN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun, dikecualikan BMN berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP) dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun. Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada Pengelola Barang paling lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi. Terkait Kementerian/Lembaga yang telah melaksanakan inventarisasi BMN berupa aset tetap tiap 5 (lima) tahun, DJKN belum memiliki data dimaksud, sehingga belum dapat diukur tingkat keberhasilan dari pelaksanaan inventarisasi BMN dengan perbaikan penatausahaan BMN pada satuan kerja.

 

Tata cara inventarisasi BMN telah diatur dalam Lampiran III PMK 181/PMK.06/2016, yaitu dimulai dari pembentukan tim inventarisasi, dokumen/data sumber sebagai data pembanding saat inventarisasi, dokumen pelaksanaan dan dokumen keluaran dari pelaksanaan inventarisasi BMN, serta tahapan/prosedur inventarisasi BMN (tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, tahapan pelaporan dan terakhir tahapan tindak lanjut). Pengaturan ini belum efektif dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dikarenakan Inventarisasi BMN dipandang sebagai sesuatu hal yang kurang penting untuk dilakukan.

Sejalan dengan tujuan dari penatausahaan BMN yaitu mewujudkan pengelolaan BMN yang tertib, efekif, dan efisien, Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Kekayaan Negara mendapatkan mandat untuk melaksanakan penilaian kembali BMN berupa Aset Tetap pada Tahun 2017 melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017. Penilaian kembali tidak dilakukan untuk semua jenis aset tetap, terbatas pada Tanah, Gedung dan Bangunan, Jalan dan Jembatan, serta Bangunan Air. Kriteria BMN yang menjadi target penilaian kembali (revaluasi BMN) adalah BMN dengan nilai yang cukup signifikan serta  secara fisik merupakan BMN yang mudah untuk ditemukan dan diidentifikasi karena bukan barang bergerak. Kegiatan revaluasi BMN terdiri dari 2 kegiatan yaitu inventarisasi dan penilaian kembali. Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang untuk mempersiapkan data awal penilaian yang akan dilakukan oleh Pengelola Barang.

Hasil  revaluasi BMN menunjukkan bahwa terdapat BMN tidak ditemukan sebanyak 157.531 NUP (16,66%) dan BMN berlebih sebanyak 39.361 NUP (4,16%). Kondisi ini memberikan gambaran betapa penatusahaan BMN pada satuan kerja tidak dilakukan secara benar dan tertib. Petugas BMN tidak mengetahui keberadaan BMN yang dikuasai dan dikelolanya, BMN dibiarkan terbengkalai, tidak diamankan sehingga rawan dikuasai pihak yang tidak bertanggung jawab, BMN dalam kondisi rusak berat tidak segera diajukan penghapusannya, dan masih beragam permasalahan lainnya. Hal ini disebabkan satu tahapan penting dalam siklus penatausahaan BMN yang tidak dilaksanakan, yaitu inventarisasi BMN atau sensus BMN, yang telah dipersyaratkan dalam PP Nomor 28 Tahun 2020.

Dalam rangka upaya DJKN mengoptimalkan pelaksanaan inventarisasi BMN pada Pengguna Barang perlu kiranya membuat skala prioritas dalam implementasinya. Skala prioritas dapat disusun dengan melihat karakteristik BMN atau jenis BMN, jumlah BMN pada suatu Kementerian/Lembaga dan tentunya mempertimbangkan keterbatasan sumber daya manusia, biaya dan waktu. Dengan pengawasan dan pengendalian yang efektif atas pelaksanaan inventarisasi dimaksud, diharapkan penatausahaan BMN menjadi pilar utama pengelolaan BMN yang akurat, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.

 

By. Seksi PKN KPKNL Tangerang 1 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini