Singkawang yang beberapa puluh tahun lalu menjadi tempat
singgah para pedagang dan penambang emas asal China yang melakukan perjalanan dari
dan ke Monterado sebuah wilayah di Kabupaten Bengkayang. Sebelum mereka menuju Monterado
terlebih dahulu beristirahat di Singkawang, sedangkan para penambang emas di
Monterado yang sudah ada sebelumnya sering beristirahat di Singkawang untuk
melepas kepenatannya dan Singkawang juga sebagai tempat transit pengangkutan
hasil tambang emas (serbuk emas). Para pedagang dan penambang emas yang
berbahasa Hakka menyebut kota ini dengan kata San Keuw Jong yang berarti
kawasan dengan mata air mengalir dari gunung sampai laut, mereka berasumsi dari
sisi geografis bahwa Singkawang yang berbatasan langsung dengan laut Natuna
serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana airnya mengalir dari pegunungan
melalui sungai sampai ke muara laut. Melihat perkembangan Singkawang yang
dinilai oleh mereka cukup menjanjikan, sehingga para penambang tersebut beralih
profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di Singkawang yang pada akhirnya
para penambang tersebut tinggal dan menetap di Singkawang.
Kota Singkawang mayoritas penduduknya merupakan orang
keturunan Tionghoa, Dayak dan Melayu yang beragama Buddha, Khonghucu, Islam, Katolik,
Protestan, Tao dan Hindu. Banyaknya penduduk keturunan tionghoa yang beragama
Buddha dan Konghucu bahkan membuat kota singkawang mendapat julukan ‘Kota
Seribu Kelenteng’ karena banyaknya bangunan vihara atau kelenteng yang dibangun
di kota Singkawang. Salah satu kelenteng
tertua di kota Singkawang adalah kelenteng Tri Dharma Bumi Raya, didirikan pada
tahun 1878 yang didedikasikan untuk dewa hutan, atau Toa Peh Kong. Walaupun banyak bangunan kelenteng di
kota Singkawang, masih tersedia juga tempat ibadah lain seperti masjid dan
gereja. Toleransi agama di kota Singkawang juga sangat bagus. Walaupun terdapat
banyak agama yang dianut oleh masyarakat sekitar. Sehingga pantaslah kota
Singkawang menyandang status kota tertoleran di Indonesia.
Selain itu berbagai tradisi tahunan khas Tionghoa pun rutin diselenggarakan seperti Imlek, Cap Go meh dan Ceng Beng. Perayaan Cap Go Meh di Singkawang menjadi hal yang sangat ditunggu-tunggu. Pada perayaan Cap Go Meh setiap tahunnya terdapat pawai Lampion dan pawai Tatung yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perayaan Cap Go Meh tersebut. Dalam Pawai Lampion biasanya akan ada karnaval mobil hias dan juga beberapa tradisi lain seperti kuda lumping, reog, barongsai, naga, drumband, paskibra dan lain sebagainya.
Sedangkan pada Pawai Tatung tidak seperti pawai
pada umumnya, pawai tersebut menunjukkan aksi-aksi yang sangat ekstrem. Para Tatung akan rela menusuk
tubuh mereka dengan benda-benda tajam. Konon tradisi ini sudah dilakukan sejak
ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Tak hanya warga lokal saja yang menyaksikan kemeriahan pawai tersebut banyak juga wisatawan
luar daerah yang jauh-jauh ikut menyaksikan pawai, namun bagi wisatawan yang
kurang menyukai aksi-aksi yang ekstrem disarankan untuk tidak menyaksikannya
dan dapat menyaksikan rangkaian perayaan Cap Go Meh lainnya, seperti pawai
lampion, drumband dan Barongsai. Saat
ini, Cap Go Meh kota Singkawang sudah menjadi even wisata berskala nasional.
Selain perayaan-perayaan yang selalu
menjadi daya tarik kota Singkawang, di kota ini juga terdapat pasar
legendaris yang bernama Pasar Hongkong. Pada pasar tersebut sebagian besar toko
menjual pakaian jadi dan barang elektronik tapi ada juga toko yang menjual
pakaian khas tiongkok, dan barang-barang khas tiongkok seperti perlengkapan
untuk sembahyang kubur dan lain sebagainya. Selain itu Singkawang juga terkenal
dengan banyaknya tempat wisata alam dan wisata kuliner. Beberapa wisata alamnya yaitu pantai pasir panjang, Sinka Island Park, Pantai Tanjung Bajau dan
lain sebagainya. Sedangkan untuk wisata kuliner yang terkenal yaitu Choi Pan. Choi Pan adalah camilan yang terbuat dari tepung beras yang
diisi dengan berbagai jenis sayuran seperti bengkuang, kucai dan ubi jalar.
Paling enak disantap selagi hangat dengan pelengkap sambal cabe yang khas.
Hal-hal tersebut yang membuat Singkawang menjadi kota yang
bisa disebut dengan “Sepetak” kota Hong Kong di Indonesia. Toleransi agama yang
bagus, tradisi tahunan yang menarik dan kuliner yang unik menjadi ciri khas
kota Singkawang.
Penulis
: Arifatul Faizah/ HI KPKNL Singkawang