Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palopo > Artikel
Menyambut Berlakunya KMK 235/2023
Naf'an Widiarso Rafid
Senin, 31 Juli 2023   |   2605 kali

Belum lama ini terbit Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/2023 tentang Pelimpahan Kewenangan Menteri Keuangan dalam Bentuk Mandat kepada Pejabat di Lingkungan DJKN. KMK ini menggantikan regulasi sebelumnya yaitu KMK 781/2019. KMK ini ditandatangani Menteri Keuangan tanggal 6 Juli 2023 dan mulai berlaku secara efektif 30 hari sejak ditetapkan. Artinya, beberapa hari lagi pelaksanaan kewenangan Menteri Keuangan di bidang pengelolaan kekayaan negara oleh pejabat struktural di DJKN akan mengikuti ketentuan baru yang termaktub dalam KMK 235.  

Bahwa sebagian kewenangan Menteri Keuangan perlu dilimpahkan kepada pejabat di bawahnya merupakan suatu keniscayaan mengingat kewenangan Menteri Keuangan begitu luas, yang tentunya tidak efektif dan efisien jika dieksekusi sendiri oleh beliau. Secara umum, pendelegasian kewenangan kepada unit atau pejabat yang lebih rendah juga berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi (Muttaqin, 2018).

KMK 235 ini didominasi pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan dalam bidang pengelolaan BMN, berkaitan dengan kedudukan Menteri selaku Pengelola Barang. Di bidang tugas DJKN yang lain seperti pengurusan piutang negara, penilaian dan lelang, kewenangan Menteri Keuangan lebih pada sisi regulator dan tidak banyak yang bersifat operasional, terlebih sudah ada struktur khusus atau jabatan fungsional khusus yang menanganinya (seperti PUPN, Jafung Penilai, dan Jafung Pelelang).

Pelimpahan kewenangan dalam KMK 235 dilakukan dalam bentuk mandat. Berbicara tentang suatu kewenangan (authority), secara teori kewenangan diperoleh melalui 3 jalur, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Dijelaskan oleh Susanto (2020), kewenangan yang diperoleh melalui atribusi artinya kewenangan itu diperoleh suatu organ atau pejabat melalui peraturan perundang-undangan (misalnya melalui UUD atau UU). Kewenangan yang diperoleh melalui delegasi maksudnya kewenangan itu diperoleh dari pejabat yang memiliki kewenangan atributif kepada pihak lain, di mana tanggung jawabnya beralih kepada pihak yang menerima pelimpahan kewenangan. Adapun mandat, kewenangan beralih melalui penugasan dari pejabat yang berwenang kepada penerima mandat, tetapi tanggung jawab tetap berada pada pemberi mandat.

KMK 235 sesungguhnya serupa dengan penugasan dari Menteri Keuangan kepada pejabat di lingkungan DJKN, yang secara hukum tanggung jawabnya tetap berada pada Menteri Keuangan. Namun demikian, authority comes with responsibility, sehingga tentunya para pejabat penerima mandat dari Menteri Keuangan secara organisasi harus menjaga tanggung jawab atas mandat yang diterimanya. Ini juga yang ditekankan dalam KMK 466/2018 terkait pedoman pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan kepada pejabat di bawahnya, misalnya di Diktum Kelima yang menyatakan bahwa pejabat yang menerima mandat bertanggungjawab secara substansi atas pelaksanaan mandat yang diberikan kepadanya.

Pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan khususnya berkenaan dengan kedudukannya selaku Pengelola Barang, dapat dihubungkan dengan norma terkait tugas dan wewenang Pengelola Barang yang disebutkan dalam peraturan di bidang pengelolaan BMN. Sebagaimana dapat dibaca misalnya dalam PMK 153/2020 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN atau PMK 207/2021 tentang Wasdal BMN, terdapat norma bahwa kewenangan Menteri Keuangan dilimpahkan kepada:

a) Direktur Jenderal dalam bentuk subdelegasi; dan b) Pejabat struktural di lingkungan DJKN dalam bentuk mandat. Norma ini menggantikan norma lama yang intinya bahwa kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan secara fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal (Catatan: “norma lama” ini masih dapat ditemukan misalnya dalam PMK 83/2016). “Substitusi” norma lama ini dengan norma baru secara eksplisit dapat dicermati dalam PMK165/2021 terkait Pemindahtanganan BMN yang mengubah PMK 111/2016, dalam hal ini di Pasal 10.

Setidaknya terdapat 4 macam perubahan dari ketentuan pelimpahan kewenangan dalam KMK 235 ini dibandingkan dengan KMK 781:

1. Perluasan ruang lingkup kewenangan Menteri Keuangan yang dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, dalam hal ini melalui pergeseran pelaksanaan kewenangan yang sebelumnya dilakukan oleh kantor pusat. 

Perluasan ruang lingkup ini terjadi dalam kewenangan persetujuan sewa BMN, dari sebelumnya (di KMK 781) untuk sewa dengan jangka waktu sampai dengan 3 tahun menjadi untuk sewa dengan jangka waktu sampai dengan 5 tahun. Sebelumnya kewenangan persetujuan sewa dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun dilimpahkan kepada Direktur PKNSI (sekarang Direktur PKN). Dengan perubahan ini, pada dasarnya semua permohonan sewa BMN dilimpahkan kewenangan persetujuannya kepada Kepala KPKNL, kecuali sewa BMN dengan karakteristik khusus yang jangka waktunya dapat lebih dari 5 tahun. Agaknya ini berita baik bagi KPKNL dengan harapan perluasan kewenangan ini akan berimbas positif bagi upaya pencapaian target PNBP-nya dari pengelolaan BMN.

Perluasan ruang lingkup kewenangan yang serupa berlaku pada persetujuan pinjam pakai BMN, di mana melalui aturan baru kewenangannya dilimpahkan sepenuhnya kepada Kepala KPKNL saja (sebelumnya dibagi dengan Direktur PKNSI untuk pinjam pakai yang durasinya di atas 3 tahun).

2. Pergeseran pelaksanaan kewenangan antar unit jabatan tinggi pratama di Kantor Pusat DJKN, dalam hal ini untuk menyesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing, yaitu: 

  • kewenangan penelaahan rencana kebutuhan BMN (RKBMN), dari Direktur BMN (sekarang Direktur PKKN) kepada Direktur PKN.
  • kewenangan terkait aset eks The Irian Jaya Joint Development Foundation, dari Direktur KND kepada Direktur PKN.
  • kewenangan terkait pengelolaan aset eks Pertamina, dari Direktur KND kepada Direktur PKN.

3. Penambahan ruang lingkup kewenangan yang dilimpahkan karena adanya perkembangan/pengaturan baru dalam pengelolaan BMN. Contohnya adalah persetujuan Ketupi (kerja sama terbatas untuk pembiayaan infrastruktur). Bentuk pemanfaatan BMN yang dalam  praktek internasional dikenal dengan istilah LCS (limited concession scheme) ini muncul belakangan setelah KMK 781/2019 karena baru diatur melalui PP 28/2020 dan PMK 115/2020.

Contoh lain adalah kewenangan penetapan status penggunaan hasil pengadaan Proyek Strategis Nasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara, di mana pelaksanaan kewenangannya diberikan kepada Direktur PKN. Seperti diketahui, LMAN bertugas mendanai pengadaan tanah PSN oleh kementerian seperti Kemen PUPR dan Kemenhub (land funding), vide Perpres 66/2020 dan PMK 139/2020. Pendanaan dimaksud dilakukan melalui anggaran pembiayaan dalam bentuk dana jangka panjang, yang penggunaannya kemudian dicatat sebagai belanja modal K/L terkait. Dalam hal ini tanah hasil pendanaan oleh LMAN sesungguhnya adalah tanah pada Pengguna Barang. Barangkali menilik proses perolehan BMN-nya yang terbilang cukup kompleks dengan melibatkan peran unit Pengelola Barang, diperlukan treatment khusus yang berbeda dengan keumuman pengaturan PSP yang kewenangannya ada pada Kepala KPKNL.

4. Penyempurnaan pengaturan dengan menambahkan kewenangan eksisting dalam pengelolaan BMN yang sebelumnya tidak disebutkan dalam KMK 781. Ini melingkupi antara lain persetujuan penghapusan BMN karena putusan pengadilan atau karena pelaksanaan undang-undang. Kewenangan ini dilimpahkan secara berjenjang dari Dirjen sampai Kepala KPKNL melalui pengaturan di KMK 235 yang berbunyi: “Persetujuan/penolakan usulan Pemusnahan atau Penghapusan BMN karena adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya, menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan serta karena sebab-sebab yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan BMN yang berada pada Pengguna Barang (Catatan: kata “serta” dalam pengaturan ini seharusnya berbunyi “atau” karena sebab-sebab penghapusan BMN yang disebutkan merupakan alternatif, bukan kumulatif) 

     Terakhir, yang perlu diperhatikan adalah bahwa KMK 235 ini merupakan elaborasi pengaturan pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan kepada pejabat di bawahnya, dan bukan merupakan kodifikasiatas seluruh pelimpahan kewenangan yang ada. Hal ini karena terdapat pelimpahan kewenangan Menteri Keuangan yang pengaturannya tidak dituangkan dalam KMK Pelimpahan Kewenangan, melainkan secara langsung dalam regulasi teknis yang ada. Sebagai contoh dapat kita lihat pada PMK 53/2023 tentang Pengelolaan BMN dan Aset dalam Penguasaan di Ibu Kota Nusantara. PMK ini merupakan PMK khusus yang mengatur tentang pengelolaan BMN dan ADP di wilayah yang tengah disiapkan dan akan menjadi Ibu Kota Negara baru, yaitu di wilayah Penajam Passer Utara, Kalimantan Timur. Disebut khusus karena PMK ini bukan merupakan turunan dari PP 27/2014dan PP 28/2020 tentang Pengelolaan BMN/BMD, melainkan menginduk pada PP 17/2022 terkait Pendanaan IKN.

Penulis: Naf’an Widiarso Rafid (Kepala KPKNL Palopo)

 

Referensi:

  • 1.  KMK466/2018 tentang Pedoman Penetapan Pelimpahan Kewenangan Menteri Keuangan dalamBentuk Mandat kepada Pejabat di Lingkungan Kementerian Keuangan
  • 2.   KMK781/2019 tentang Pelimpahan Kewenangan Menteri Keuangan dalam Bentuk Mandatkepada Pejabat di Lingkungan DJKN
  • 3.   KMK235/2023 tentang Pelimpahan Kewenangan Menteri Keuangan dalam Bentuk Mandatkepada Pejabat di Lingkungan DJKN
  • 4.   GF.Muttaqin, 2018. Pengaruh Pendelegasian Wewenang terhadap Kinerja Organisasi.Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, Vol. 11 (2).
  • 5.    SN.Susanto, 2020. Metode Perolehan dan Batas-batas Wewenang Pemerintahan.Administrative Law & Governance Journal, Vol. 3 (3).

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini