Hidup
akan jauh lebih mudah jika orang lain hanya melakukan apa yang kita inginkan,
dan terus melakukannya tanpa komentar atau keluhan negatif, atau lebih jauh lagi
hidup akan lebih mudah dan menyenangkan seandainya tanpa harus meminta atau
mengungkapkan keinginan kita, namun orang lain sudah mengerti dan menuruti
keinginan kita. Faktanya hidup tidaklah demikian. Seringkali kita mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan perasaan serta pendapat kepada orang lain. Kadang
kita merasa tidak enak saat akan mengucapkan suatu pendapat kepada rekan kerja
atau tim saat dalam suatu pertemuan atau meeting. Rasa tidak enak tersebut
muncul karena takut menyakiti perasaan orang lain atau bahkan menghakimi seseorang
secara tidak langsung. Akan tetapi dilemanya apabila kita tidak mengutarakan
keinginan kita, tujuan dan harapan kita atau organisasi dimana kita ada di
dalamnya mungkin akan sulit terwujud.
Kunci
dari permasalahan tersebut, seringkali ada pada komunikasi. Komunikasi
merupakan cara seseorang mengekspresikan dan menyampaikan pesan dengan berbagai
cara agar didengarkan dan dimengerti oleh orang lain. Dengan berkomunikasi,
seseorang dapat mencurahkan isi hatinya dalam bentuk cerita, keluh kesah, dan
lainnya. Namun, kita sering mendapati seseorang berbicara dengan kurang jelas
sehingga kita sulit menemukan inti pembicaraannya dan mengakibatkan terjadinya
kesalahpahaman. Lalu apa yang harus kita lakukan agar orang lain mudah memahami
dan mendengarkan apa yang kita bicarakan?
Menurut Burgon &
Huffner (2002), terdapat salah satu cara agar komunikasi berjalan secara
dua arah, yaitu dengan komunikasi asertif. Komunikasi asertif merupakan sebuah
teknik berkomunikasi di mana seseorang dapat menyampaikan pendapatnya secara
lugas tanpa menyinggung orang tertentu baik secara verbal maupun non-verbal.
Keterampilan berkomunikasi seperti ini akan menumbuhkan rasa saling menghargai
dan terbuka sehingga komunikasi berjalan secara singkat, jelas, dan efektif.
Komunikasi asertif adalah suatu cara
komunikasi yang dilakukan secara terbuka dan dengan tetap menjaga rasa hormat
kepada lawan bicara. Pengertian lain dari komunikasi asertif adalah komunikasi
yang bersifat kuat dan juga tegas namun tetap tenang dan santai.
Di dalam dunia kerja, komunikasi
merupakan hal yang sangat penting dan harus terus dijaga antar setiap individu.
Walaupun begitu, jika komunikasi dilakukan secara agresif, maka kemungkinan
besar bisa menyakiti lawan bicara karena lebih mementingkan ego daripada
kepentingan umum.
Di lain hal, komunikasi yang
dilakukan secara pasif juga dianggap tidak baik, karena hal tersebut akan melemahkan
pendapat yang akan diutarakan. Diantara komunikasi agresif dan pasif,
komunikasi asertif adalah solusi dalam melakukan komunikasi di dunia kerja,
karena penyampaian dilakukan secara tegas namun tetap menjaga rasa hormat
kepada lawan bicara mampu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan juga keinginan orang lain.
Komunikasi asertif merupakan cara
paling efektif untuk memecahkan masalah interpersonal (Pipas & Jaradat,
2010). Hal ini didukung oleh Lange et al. (1976) yang menyatakan bahwa asertif
melibatkan hak-hak pribadi dan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keyakinan
secara langsung, jujur dan tepat, tanpa melanggar hak orang lain. Selain itu,
menurut Pipas & Jaradat (2010), keterampilan komunikasi yang asertif mampu
menciptakan peluang untuk diskusi terbuka dengan berbagai pendapat, kebutuhan,
dan pilihan untuk didengar dan dipertimbangkan dengan hormat untuk mencapai
solusi yang saling menguntungkan untuk masalah tertentu. Komunikasi asertif
juga dapat memperkuat hubungan, mengurangi stres akibat konflik, dan memberi
dukungan sosial saat menghadapi masa-masa sulit. Perilaku asertif dianggap
dapat menunjukkan rasa hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, mendorong
pengungkapan diri, pengendalian diri, dan apresiasi positif terhadap harga
diri.
Menurut Fursland & Nathan
(2008), dalam Modul Four: How to Behave More Assertively, terdapat enam jenis
gaya komunikasi asertif.
1. Basic
Assertion
Basic assertion adalah
ketika kita secara jelas mengungkapkan kebutuhan, keinginan, keyakinan,
pendapat, atau perasaan kita. Contoh basic assertion, yaitu, “Saya
belum pernah memikirkan itu sebelumnya, saya butuh waktu untuk memikirkan
idemu.”
2. Empathic
Assertion
Empathic assertion mengandung
pengakuan atas perasaan, kebutuhan, atau keinginan orang lain, lalu dilanjutkan
dengan pernyataan yang berisi kebutuhan dan keinginan kita. Contoh emphatic
assertion, yaitu, “Saya paham bahwa Anda ingin yang terbaik untuk
penyelesaian tugas kelompok kita, tetapi kita sudah menyelesaikan itu dan tidak
memiliki cukup waktu untuk mengubahnya.
3. Consequence
Assertion
Consequence assertion digunakan
dalam situasi ketika seseorang tidak mengikuti peraturan sehingga kita bisa menambahkan
konsekuensi atas pelanggaran tersebut untuk mengubah perilaku mereka tanpa
menjadi agresif. Contoh consequence assertion, yaitu, “Jika
Anda dengan sengaja tidak menghadiri diskusi kita lagi, saya tidak punya
pilihan lagi selain tidak mencantumkan nama Anda dalam tugas kelompok kita.
4. Discrepancy
Assertion
Discrepancy assertion menunjukkan
perbedaan antara apa yang telah disepakati sebelumnya dengan apa yang terjadi
dan digunakan untuk memastikan apakah ada kesalahpahaman antara tindakan dan
kata-kata yang dilontarkan sebelumnya. Contoh discrepancy assertion,
yaitu, “Sebelumnya kita sudah sepakat untuk menyelesaikan tugas ini sebelum
tanggal 1, tapi mengapa kamu belum mengerjakannya sampai sekarang? Apakah kamu bisa
menjelaskan alasannya?
5. Negative
Feelings Assertion
Jenis komunikasi asertif ini
dilakukan ketika kita memiliki perasaan yang negatif, tetapi ingin mengontrol
perasaan kita agar tidak menyinggung perasaan lawan bicara. Strategi ini
memungkinkan kita untuk mengatakan apa yang kita rasakan dan membuat lawan
bicara mengetahui dampak dari tindakannya. Contoh Negative Feelings
Assertion, yaitu, “Saya sangat khawatir karena kamu hilang tanpa kabar. Akan
lebih tenang rasanya bila kamu mengabariku agar aku tahu.
6. Broken
Record
Dalam strategi ini, kita
mempersiapkan apa yang akan kita katakan dengan cara mengulanginya berkali-kali
sehingga lebih siap ketika akan melontarkannya. Cara ini juga dapat membuat
kita lebih tenang sebelum berbicara.
Berikut
ini beberapa tips untuk menerapkan komunikasi
asertif:
1. Jadilah Seorang Pendengar yang Baik
Cobalah untuk selalu
memperhatikan seluruh hal yang dikatakan oleh lawan bicara. Usahakan untuk
tidak menyela berbagai pendapatnya. Tunggulah hingga lawan bicara selesai
mengungkapkan pendapatnya, baru setelah itu kita bisa mengungkapkan pendapat
kita. Saat sedang mendengarkan, cobalah untuk memahami sudut pandang dan juga
situasi yang dialami oleh orang tersebut.
2.
Berani Menyampaikan
Perbedaan Pendapat
Perbedaan pendapat
adalah suatu hal yang sangat lumrah terjadi, namun yang wajib diingat adalah bahwa
mengungkapkan pendapat dan memaksakan pendapat adalah dua hal yang berbeda.
3.
Selalu Menghargai
Orang Lain
Tetap menghargai orang
lain saat ingin mengungkapkan opini, pikiran atau keinginan. Hindari sifat
keras kepala dan pastikanlah untuk selalu menyampaikan pendapat dengan tetap
menjaga perasaan lawan bicara.
4.
Hindari Merasa
Bersalah
Hindari rasa bersalah
saat mengatakan tidak pada suatu pendapat ataupun menolak permintaan tertentu. Kita
tidak harus selalu menjadi orang yang bisa menyenangkan semua orang. Selama kita
bisa menemukan alasan yang masuk akal, jujur, dan tidak menyalahi berbagai
aturan, maka kita tidak mempunyai alasan untuk merasa bersalah.
5.
Tetap Tenang Saat
Berbicara
Ketika sedang
berbicara dengan siapapun, cobalah untuk tetap menatap lawan bicara dengan raut
ekspresi wajah yang tenang. Setelah itu, bicaralah dengan nada yang normal dan
dengan berbagai kata yang penuh sopan santun.
6.
Hindari Penggunaan
Kalimat Agresif
Saat sedang berbicara
dengan siapa saja, hindarilah kalimat yang bersifat menyerang lawan bicara dan
berpotensi bisa menyakiti hatinya, terlebih lagi bila sedang berada di tengah
konflik tertentu.
7.
Posisikan Lawan Bicara
Sebagai Teman
Saat sedang berada di
dalam suatu konflik tertentu, sebisa mungkin anggaplah lawan bicara sebagai
seorang teman, bukan sebagai musuh. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam
menghasilkan kesepakatan yang saling menghormati antar setiap pihak.
Referensi:
Lange,
A. J., Jakubowski, P., & McGovern, T. V. (1976), Responsible assertive
behavior
Pipas,
M. D., & Jaradat, M. (2010), Assertive
communication skills
Burgon & Huffner (2002)
Fursland & Nathan (2008), How to Behave More Assertively
https://accurate.id/lifestyle/komunikasi-asertif