Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palopo > Artikel
Nilai BMN Capai 6.500 T, Bukan Flexing tapi Kesempatan untuk Meningkatkan Penerimaan
Bayu Aji Mitayani
Selasa, 29 Maret 2022   |   505 kali

Nilai Aset Barang Milik Negara (BMN) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 tercatat sebesar Rp 6.587,85 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan akhir 2019 yang sebesar Rp 6.438,85 triliun. Aset BMN ini terdiri dari aset lancar Rp 160 ,05 triliun, aset tetap sebesar Rp 6.794,2 triliun dan aset lainnya Rp 520,06 triliun. Juga terjadi penyusutan aset tetap Rp 825,72 triliun dan penyusutan aset lainnya Rp 60,74 triliun. Apabila dilihat dari perjalanan beberapa tahun belakangan, nilai 6.500 T tersebut tidak didapatkan secara serta merta. Diperukan perjuangan bertahun-tahun bagi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melakukan Revaluasi BMN.

Nilai Aset yang sangat fantastis ini bukan hanya sebuah angka yang digunakan sebagai ajang “flexing” karena telah berhasil melakukan Revaluasi BMN. Flexing sendiri merupakan istilah yang kerap digunakan oleh Gen Millenial dan Gen Z dalam menunjukkan sesuatu kepemilikan atau pencapaian dengan cara yang dianggap orang lain tidak menyenangkan (Cambridge Dictionary). Revaluasi BMN memang merupakan pencapaian yang luar biasa, namun bukanlah tujuan akhir, melainkan gerbang baru untuk mewujudkan DJKN sebagai revenue center.

DJKN memiliki tugas dan tanggung jawab bukan hanya untuk menghitung nilai BMN, namun juga mengelola aset-aset tersebut. Dengan demikian aset tersebut dapat menghasilkan penerimaan negara bukan pajak yang turut menambah penerimaan negara. Untuk dapat mengukur potensi-potensi yang ada dalam setiap BMN, DJKN telah menerapkan beberapa kebijakan terkait yang nantinya akan mempermudah dalam pengukuran potensi yang ada. Beberapa kebijakan tersebut adalah kegiatan revaluasi BMN, sertifikasi BMN, Portofolio Aset, dan pengukuran Standar Barang dan Standar Kebutuhan (SBSK).

Melalui kegiatan revaluasi aset, semua BMN akan dilakukan inventarisasi dan dinilai ulang dengan tujuan untuk meningkatkan validitas nilai BMN pada LKPP. Selain itu revaluasi juga bermanfaat dalam pembentukan data base aset-aset, sehingga akan mempermudah proses penggunaan, pemanfaatan, dan pengawasan.  Setelah terbentuk data base BMN, kemudian dilakukan sertifikasi BMN berupa tanah dengan atas nama Pemerintah Republik Indonesia dengan tujuan mengamankan aset berupa tanah dengan bukti legalitas yang kuat dan sah secara hukum. DJKN juga melakukan evaluasi kinerja Portofolio Aset. Hal ini sejalan untuk menuwujudkan misi DJKN yaitu mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara serta meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan kekayaan negara. Langkah selanjutnya yang dilakukan DJKN untuk optimalisasi BMN adalah dengan melakukan pengukuran SBSK. SBSK digunakan untuk mengukur pengadaan BMN dan untuk menilai apakah BMN sudah digunakan sesuai dengan standar dan potensi terbaiknya. Apabila dalam pengukuran SBSK didapati BMN berlebih, maka dapat dilakukan pemanfaatan untuk memperoleh penerimaan sepanjang tidak mengganggu tugas dan fungsi.

Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara

Berdasarkan PMK Nomor 115/PMK.06/2020, bentuk-bentuk pemanfaatan BMN adalah sebagai berikut.

1.    Sewa

Sewa memanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Pihak yang dapat menyewa antara lain Badan Usaha Milik Negara/Daerah/Desa, Perorangan, Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/negara dan badan usaha lainnya. Jangka waktu sewa paling lama 5 (lima) tahun sejak dilakukan penandatanganan perjanjian dengan periode jam, hari, bulan maupun tahun dan dapat diperpanjang. Melalui sewa dapat diperoleh manfaat ekonomi berupa nilai sewa yang harus dibayarkan penyewa kepada negara, contoh sewa adalah sewa untuk ATM dan kantin pada BMN.

2.    Pinjam Pakai

Pinjam pakai merupakan pemanfaatan BMN melalui penyerahan penggunaan BMN dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa dalam Jangka Waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang. Pihak yang dapat meminjam pakai adalah Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa. Pinjam pakai dapat dilakukan untuk objek BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya maupun sebagian. Jangka waktu pinjam pakai paling lama 5 (lima) tahun sejak dilakukan penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Dalam pinjam pakai dipertimbangkan optimalisasi BMN serta adanya manfaat ekonomi dan/atau sosial Pemerintahan Daerah atau Pemerintahan Desa. Contoh dari pinjam pakai adalah Pinjam Pakai BMN berupa Polymerase Chain Reaction (PCR) milik Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) kepada Laboratorium Kesehatan Daerah dan RSUD di Pekanbaru, Mataram, dan Gorontalo

3.    Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)

Kerja Sama Pemanfaatan adalah pemanfaatan BMN oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Pihak yang menjadi mitra KSP adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan/atau swasta kecuali perorangan. Objek dari Kerja Sama Pemanfaatan adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya maupun sebagian. Jangka Waktu yang ditetapkan paling lama 30 (tiga puluh) tahun, untuk KSP Penyediaan infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Kerja Sama Pemanfaatan dapat memberikan manfaat ekonomi berupa kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.

4.    Bangun Guna Serah (BGS)/ Bangun Serah Guna (BSG)

BGS adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh Pihak Lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu  tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. BSG, adalah Pemanfaatan BMN berupa tanah oleh Pihak Lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan   untuk  didayagunakan   oleh   pihak   lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Jangka Waktu Paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak penandatanganan perjanjian dan tidak dapat diperpanjang. Manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan ini adalah kontribusi tahunan dan hasil BGS/BSG. Contoh : BGS pada Bandara Internasional Kualanamu Medan selama 25 tahun.

5.    Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI)

KSPI adalah pemanfaatan BMN melalui kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pihak yang menjadi mitra KSPI adalah Badan Usaha Swasta berbentuk PT, Badan Hukum asing, BUMN, BUMD, Anak perusahaan BUMN, dan Koperasi. Objek KSPI adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik itu seluruhnya maupun sebagian. Jangka Waktu paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Manfaat yang diperoleh adalah barang hasil KSPI yang dibangun oleh mitra KSPI dan pembagian atas kelebihan keuntungan (clawback). Contoh KSPI adalah pembangunan Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat.

6.    Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur (KETUPI)

KETUPI merupakan Pemanfaatan BMN melalui optimalisasi BMN untuk meningkatkan fungsi operasional BMN guna mendapatkan pendanaan untuk pembiayaan infrastruktur lainnya. Pelaksana KETUPI adalah Penanggung Jawab Pemanfaatan BMN (PJPB) dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan mitra BUMD, Swasta berbentuk PT, Badan Hukum Asing atau Koperasi. Objek KETUPI adalah BMN berupa tanah dan/atau bangunan beserta fasilitasnya. Jangka Waktu KETUPI paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak penandatanganan perjanjian dan dapat diperpanjang. Manfaat yang diperoleh adalah pembayaran dana di muka (upfront payment) dan Aset hasil KETUPI. Contoh pembangunan bendungan dan jalan tol oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (MAN) melalui skema KETUPI.

Pada hakikatnya untuk dapat memanfaatkan BMN dengan optimal, perlu adanya kerja keras dari semua pihak secara simultan. Selain DJKN, juga diperlukan adanya pemahaman, dukungan, kerjasama yang baik dengan satuan kerja dan pihak yang terlibat dalam pemanfaatn BMN. Untuk itulah DJKN diharapkan mampu untuk membranding sekaligus memberikan pendampingan terhadap kebijakan-kebijakan baru yang baik secara langsung mauun tidak langsung memiliki keterkaitan dengan pemanfaatan BMN. Pada akhirnya pengelolaan BMN yang efektif adalah apabila BMN tersebut produktif dan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi negara bukan malah memberikan beban terhadap APBN.


 Sumber Referensi :

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 (Audited)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 Tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini