Eksistensi lelang dimulai dan disebarluaskan pelaksanaannya oleh warga
Belanda sejak sebelum Indonesia merdeka, yaitu sejak tahun 1908. Hal ini
ditandai dengan lahirnya peraturan Lelang atau Vendu Reglement sebagai cikal
bakal mekanisme lelang. Pada awal perkembangannya, Vendu Reglement diberlakukan
untuk melindungi kepentingan para pejabat Belanda dengan menjual aset-aset yang
ditinggalkan. Vendu Reglement juga diberlakukan untuk memperbesar penerimaan
dari sektor pajak lelang. Setelah Indonesia merdeka, lelang berkembang menjadi
penjualan barang-barang permintaan pengadilan atau dikenal sebagai lelang
eksekusi, dan sampai saat ini terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu lelang
eksekusi, lelang noneksekusi wajib, dan lelang noneksekusi sukarela.
Setelah sekitar 114 tahun berjalan,
pelaksanaan lelang tetap ada sebagai salah satu instrumen jual-beli di
Indonesia. Demi menjaga eksistensinya selaras dengan kemajuan zaman, DJKN
mengembangkan e-Auction sebagai bentuk fleksibilitas lelang di dunia modern.
Hal ini dilakukan agar pelaksanaan lelang mampu bersaing dengan jenis transaksi
lain yang ada dan memberikan pelayanan yang lebih optimal melalui kemudahan
akses dan teknologi. Namun, mayoritas masyarakat cenderung memilih e-commerce
sebagai proses jual-beli yang ideal. Selain karena merasa kurang familiar
dengan proses pelaksanannya, masyarakat masih terpaku dengan gambaran lelang
sebagai proses jual-beli aset-aset bermasalah, sehingga perkembangannya di masa
kini cukup terhambat dan belum sepopuler marketplace lainnya.
Secara ringkas, berikut merupakan penjabaran dari poin-poin negatif yang
muncul sebagai tantangan dalam eksistensi lelang dan berpengaruh terhadap
konektivitas kebutuhan masyarakat di masa kini:
1. Pandangan negatif
masyarakat atas lelang
Banyak di antara masyarakat yang
menganggap bahwa lelang merupakan kegiatan yang menangani proses jual-beli
aset-aset bermasalah saja. Beberapa dari mereka masih terjebak dalam pandangan
negatif yang meyakini bahwa lelang berpotensi membawa masalah hukum di kemudian
hari. Hal inilah yang membuat lelang menjadi kurang berkembang di Indonesia,
pun demikian profesi pejabat lelang menjadi kurang diminati.
2. Pengetahuan
masyarakat atas lelang yang terbatas
Lelang dilaksanakan dengan prosedur dan tata cara yang diatur dalam
undang-undang. Masyarakat awam, pada umumnya belum begitu familiar dengan
tahap-tahap dan/atau langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
lelang karena keterbatasan pengetahuan dan sumber informasi. Dengan
keterbatasan ini, masyarakat menjadi ragu untuk mengajukan permohonan lelang,
sehingga KPKNL perlu memperhatikan permasalahan ini dan menciptakan solusi yang
ringan serta edukatif dalam menjangkau lebih banyak peminat.
3. Maraknya penipuan
lelang
Perkembangan zaman dan teknologi memang berguna bagi berbagai pemangku
kepentingan pelaksanaan lelang, seperti penyelenggaraan lelang secara daring,
namun di satu sisi juga dapat meresahkan berbagai pihak. Saat ini, penipuan
bermoduskan lelang sedang marak muncul di kalangan masyarakat. Banyak
akun-akun bodong di berbagai sosial media yang menawarkan lelang barang hasil
sitaan Bea Cukai dan KPKNL. Bahkan pelaku seringkali menelepon korban dengan
mengaku sebagai Pejabat di lingkungan DJKN/KPKNL untuk melakukan penipuan
lelang, yang membuat calon pembeli merasa ragu dan kurang memiliki kepercayaan
atas kredibilitas pelaksanaan lelang.
Lantas,
dengan poin-poin yang telah dijabarkan di atas, apa yang membuat lelang masih
bertahan di Indonesia? Apakah lelang secara riil masih memiliki konektivitas
dengan kebutuhan masyarakat masa kini? dan bagaimanakah eksistensi lelang di
masa depan? Berikut beberapa ulasan terkait eksistensi lelang jika ditinjau
dari berbagai sudut pandang pemangku kepentingan (stakeholders) :
1. Kreditur
(Perbankan) dalam Lelang Eksekusi
Menurut
pengertiannya, lelang eksekusi merupakan kegiatan lelang yang dilaksakanakan
menurut putusan atau penetapan pengadilan, dokumen lain yang dipersamakan
dengan itu, dan/atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Lelang
eksekusi menjadi faktor penting dalam eksistensi dan keberlangsungan lelang di
Indonesia karena menjadi dominan dan primadona dalam hal tindak lanjut penyelesaian
kredit oleh perbankan, non perbankan bahkan perorangan selaku kreditur/Pemegang
Hak Tanggungan Peringkat Pertama. Jika debitor wanprestasi, kreditur/pemegang
hak tanggungan peringkat pertama (I) diberikan kekuasaan oleh undang-undang
untuk menjual obyek hak tanggungan secara lelang melalui KPKNL. Sebagai
satu-satunya instansi yang berwenang dalam mengeksekusi objek hak tanggungan,
tentunya keberadaan lelang melalui KPKNL sangat vital dan penting bagi
kreditur-kreditur di Indonesia, khususnya perbankan. Peran lelang dalam
eksekusi hak tanggungan telah diatur dalam undang-undang, dan selama tidak
diatur sebaliknya, eksistensi lelang di masa depan dapat terus berlangsung.
2. Instansi
Pemerintah dalam Lelang Noneksekusi Wajib
Secara definisi, lelang noneksekusi wajib
adalah lelang yang melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan
perundang-undangan diharuskan melalui lelang. Dalam pelaksanaannya, lelang
noneksekusi wajib merupakan kegiatan pemindahtanganan yang penting bagi siklus
pengelolaan barang milik negara di instansi-instansi pemerintah. Secara khusus
melalui lelang noneksekusi barang milik negara, aset-aset idle yang tidak
digunakan dapat dilakukan pemanafaatan melalui lelang hak atas menikmati barang
(lelang sewa). Selain mewujudkan efisiensi belanja pemeliharaan dan pengamanan
aset, lelang noneksekusi wajib barang milik negara menjadi penyumbang terbesar
atas PNBP dengan nilai Rp6,9 triliun atau sebesar 56 persen. Hal ini tentu saja
sejalan dengan program DJKN sebagai revenue center, sehingga peran lelang
sangat strategis untuk pemerintah dan keberadaannya di masa depan akan terus
diperhitungkan.
3. Masyarakat
dalam Lelang Noneksekusi Sukarela melalui Lelang UMKM
Selain dilaksanakan atas putusan dan
undang-undang, lelang juga dapat diikuti secara sukarela oleh masyarakat publik
melalui lelang noneksekusi sukarela. Dalam pengertiannya, lelang noneksekusi
sukarela melaksanakan penjualan barang milik swasta, perorangan atau badan
hukum/badan usaha. Artinya, pelaksanaan lelang memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk memperluas pasar produksinya melalui lelang UMKM. Dengan
merambah ke berbagai sektor usaha, pelaksanaan lelang dapat menjadi pilar
penting bagi perekonomian nasional di masa pandemi. Hal ini sejalan dengan
fungsi privat pada lelang, yang mempertemukan penjual dan pembeli dalam
transaksi jual-beli barang untuk memperoleh harga yang optimal dan menjadi
bukti adaptasi dan penyelarasan kebutuhan masyarakat maupun pemerintah dalam
mencapai pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Selain kepentingan kreditur, instansi
pemerintah, dan masyarakat sebagaimana telah dijelaskan di atas, pelaksanaan
lelang juga memberi berbagai kemudahan dan keuntungan yang tidak bisa diperoleh
dalam proses jual-beli biasa. Ada pun dari sisi penjual, pelaksanaan lelang
memiliki kelebihan sebagai berikut:
Karena bersifat terbuka dan proses
penawarannya kompetitif, harga lelang dapat semakin meningkat. Semakin banyak
penawar yang kompetitif, semakin besar pula harga yang didapatkan oleh penjual
lelang. Lain halnya dengan proses jual-beli biasa, penawaran yang dilakukan
tidak terlalu kompetitif, sehingga kecil kemungkinan mendapatkan keuntungan
besar di atas harga yang telah ditetapkan.
2. Adanya Uang
Jaminan
Uang jaminan ditetapkan oleh penjual
lelang dan keberadaannya menjamin keseriusan peserta lelang dalam mengikuti.
Besaran uang jaminan berada dalam rentang 20 persen sampai dengan 50 persen dari perkiraan harga limit.
3. Pelaksanaan Kredibel oleh Pejabat Lelang
Secara praktik, yang menyelenggarakan
penjualan, memberikan informasi, dan memimpin pelaksanaan lelang merupakan
pejabat lelang. Dengan kata lain, pejabat lelang berperan aktif dalam
pelaksanaan lelang dimulai dari persiapan hingga pembuatan risalah lelang.
Penjual tidak perlu khawatir atas kredibilitas penyelenggara lelang karena
berada di bawah pengawasan KPKNL dan pejabat lelang sebagai pejabat umum yang
ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi pembeli, pelaksanaan lelang juga secara positif menguntungkan dalam hal kepastian hukum, khususnya terhadap proses peralihan hak objek lelang. Dalam tahap akhir pelaksanaannya, pembeli yang telah ditetapkan sebagai pemenang akan memperoleh risalah lelang sebagai akta yang otentik dan berkekuatan hukum.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, eksistensi lelang di Indonesia tetap berjalan sedemikian rupa dan menjadi faktor penting bagi kelancaran tugas dan fungsi pemerintahan. Selain mendukung penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia, pelaksanaan lelang juga menjadi sarana transaksi jual beli barang antar subyek hukum dan menjadi misi yang strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, eksistensi lelang terjamin di masa depan dengan dukungan para stakeholders (pemangku kepentingan) yang memiliki konektivitas erat untuk memenuhi kebutuhan mereka. (Humas KPKNL Palembang/Chrisya Kirei Sibarani)
Penulis
adalah Mahasiswi PKN STAN, magang pada KPKNL Palembang.
Sumber :
DJKN Kemenkeu. (2020). 112 Tahun Lelang di
Indonesia Edisi No. 34. Jakarta: Media Kekayaan Negara.
DJKN Kemenkeu. (2021). KEDAI Lelang UMKM, Sahabat UMKM Mendukung Pemulihan
Ekonomi Nasional. Jakarta: Media Kekayaan Negara.
Menteri Keuangan. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Jakarta.