Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palembang > Artikel
Eksistensi Lelang Dan Konektivitasnya Terhadap Kebutuhan Masyarakat Masa Kini
Selly Monica
Jum'at, 11 Maret 2022   |   811 kali

Eksistensi lelang dimulai dan disebarluaskan pelaksanaannya oleh warga Belanda sejak sebelum Indonesia merdeka, yaitu sejak tahun 1908. Hal ini ditandai dengan lahirnya peraturan Lelang atau Vendu Reglement sebagai cikal bakal mekanisme lelang. Pada awal perkembangannya, Vendu Reglement diberlakukan untuk melindungi kepentingan para pejabat Belanda dengan menjual aset-aset yang ditinggalkan. Vendu Reglement juga diberlakukan untuk memperbesar penerimaan dari sektor pajak lelang. Setelah Indonesia merdeka, lelang berkembang menjadi penjualan barang-barang permintaan pengadilan atau dikenal sebagai lelang eksekusi, dan sampai saat ini terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu lelang eksekusi, lelang noneksekusi wajib, dan lelang noneksekusi sukarela.

Setelah sekitar 114 tahun berjalan, pelaksanaan lelang tetap ada sebagai salah satu instrumen jual-beli di Indonesia. Demi menjaga eksistensinya selaras dengan kemajuan zaman, DJKN mengembangkan e-Auction sebagai bentuk fleksibilitas lelang di dunia modern. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan lelang mampu bersaing dengan jenis transaksi lain yang ada dan memberikan pelayanan yang lebih optimal melalui kemudahan akses dan teknologi. Namun, mayoritas masyarakat cenderung memilih e-commerce sebagai proses jual-beli yang ideal. Selain karena merasa kurang familiar dengan proses pelaksanannya, masyarakat masih terpaku dengan gambaran lelang sebagai proses jual-beli aset-aset bermasalah, sehingga perkembangannya di masa kini cukup terhambat dan belum sepopuler marketplace lainnya.       

Secara ringkas, berikut merupakan penjabaran dari poin-poin negatif yang muncul sebagai tantangan dalam eksistensi lelang dan berpengaruh terhadap konektivitas kebutuhan masyarakat di masa kini:

1. Pandangan negatif masyarakat atas lelang

Banyak di antara masyarakat yang menganggap bahwa lelang merupakan kegiatan yang menangani proses jual-beli aset-aset bermasalah saja. Beberapa dari mereka masih terjebak dalam pandangan negatif yang meyakini bahwa lelang berpotensi membawa masalah hukum di kemudian hari. Hal inilah yang membuat lelang menjadi kurang berkembang di Indonesia, pun demikian profesi pejabat lelang menjadi kurang diminati.

2. Pengetahuan masyarakat atas lelang yang terbatas

Lelang dilaksanakan dengan prosedur dan tata cara yang diatur dalam undang-undang. Masyarakat awam, pada umumnya belum begitu familiar dengan tahap-tahap dan/atau langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan lelang karena keterbatasan pengetahuan dan sumber informasi. Dengan keterbatasan ini, masyarakat menjadi ragu untuk mengajukan permohonan lelang, sehingga KPKNL perlu memperhatikan permasalahan ini dan menciptakan solusi yang ringan serta edukatif dalam menjangkau lebih banyak peminat.

3. Maraknya penipuan lelang

Perkembangan zaman dan teknologi memang berguna bagi berbagai pemangku kepentingan pelaksanaan lelang, seperti penyelenggaraan lelang secara daring, namun di satu sisi juga dapat meresahkan berbagai pihak. Saat ini, penipuan bermoduskan lelang sedang marak muncul di kalangan masyarakat. Banyak akun-akun bodong di berbagai sosial media yang menawarkan lelang barang hasil sitaan Bea Cukai dan KPKNL. Bahkan pelaku seringkali menelepon korban dengan mengaku sebagai Pejabat di lingkungan DJKN/KPKNL untuk melakukan penipuan lelang, yang membuat calon pembeli merasa ragu dan kurang memiliki kepercayaan atas kredibilitas pelaksanaan lelang. 

    Lantas, dengan poin-poin yang telah dijabarkan di atas, apa yang membuat lelang masih bertahan di Indonesia? Apakah lelang secara riil masih memiliki konektivitas dengan kebutuhan masyarakat masa kini? dan bagaimanakah eksistensi lelang di masa depan? Berikut beberapa ulasan terkait eksistensi lelang jika ditinjau dari berbagai sudut pandang pemangku kepentingan (stakeholders) :

1. Kreditur (Perbankan) dalam Lelang Eksekusi

Menurut pengertiannya, lelang eksekusi merupakan kegiatan lelang yang dilaksakanakan menurut putusan atau penetapan pengadilan, dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Lelang eksekusi menjadi faktor penting dalam eksistensi dan keberlangsungan lelang di Indonesia karena menjadi dominan dan primadona dalam hal tindak lanjut penyelesaian kredit oleh perbankan, non perbankan bahkan perorangan selaku kreditur/Pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama. Jika debitor wanprestasi, kreditur/pemegang hak tanggungan peringkat pertama (I) diberikan kekuasaan oleh undang-undang untuk menjual obyek hak tanggungan secara lelang melalui KPKNL. Sebagai satu-satunya instansi yang berwenang dalam mengeksekusi objek hak tanggungan, tentunya keberadaan lelang melalui KPKNL sangat vital dan penting bagi kreditur-kreditur di Indonesia, khususnya perbankan. Peran lelang dalam eksekusi hak tanggungan telah diatur dalam undang-undang, dan selama tidak diatur sebaliknya, eksistensi lelang di masa depan dapat terus berlangsung.

2. Instansi Pemerintah dalam Lelang Noneksekusi Wajib

Secara definisi, lelang noneksekusi wajib adalah lelang yang melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan melalui lelang. Dalam pelaksanaannya, lelang noneksekusi wajib merupakan kegiatan pemindahtanganan yang penting bagi siklus pengelolaan barang milik negara di instansi-instansi pemerintah. Secara khusus melalui lelang noneksekusi barang milik negara, aset-aset idle yang tidak digunakan dapat dilakukan pemanafaatan melalui lelang hak atas menikmati barang (lelang sewa). Selain mewujudkan efisiensi belanja pemeliharaan dan pengamanan aset, lelang noneksekusi wajib barang milik negara menjadi penyumbang terbesar atas PNBP dengan nilai Rp6,9 triliun atau sebesar 56 persen. Hal ini tentu saja sejalan dengan program DJKN sebagai revenue center, sehingga peran lelang sangat strategis untuk pemerintah dan keberadaannya di masa depan akan terus diperhitungkan.

 

3. Masyarakat dalam Lelang Noneksekusi Sukarela melalui Lelang UMKM

Selain dilaksanakan atas putusan dan undang-undang, lelang juga dapat diikuti secara sukarela oleh masyarakat publik melalui lelang noneksekusi sukarela. Dalam pengertiannya, lelang noneksekusi sukarela melaksanakan penjualan barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha. Artinya, pelaksanaan lelang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memperluas pasar produksinya melalui lelang UMKM. Dengan merambah ke berbagai sektor usaha, pelaksanaan lelang dapat menjadi pilar penting bagi perekonomian nasional di masa pandemi. Hal ini sejalan dengan fungsi privat pada lelang, yang mempertemukan penjual dan pembeli dalam transaksi jual-beli barang untuk memperoleh harga yang optimal dan menjadi bukti adaptasi dan penyelarasan kebutuhan masyarakat maupun pemerintah dalam mencapai pemulihan ekonomi nasional (PEN).


Selain kepentingan kreditur, instansi pemerintah, dan masyarakat sebagaimana telah dijelaskan di atas, pelaksanaan lelang juga memberi berbagai kemudahan dan keuntungan yang tidak bisa diperoleh dalam proses jual-beli biasa. Ada pun dari sisi penjual, pelaksanaan lelang memiliki kelebihan sebagai berikut:

1. Persaingan Kompetetif Meningkatkan Harga Lelang

Karena bersifat terbuka dan proses penawarannya kompetitif, harga lelang dapat semakin meningkat. Semakin banyak penawar yang kompetitif, semakin besar pula harga yang didapatkan oleh penjual lelang. Lain halnya dengan proses jual-beli biasa, penawaran yang dilakukan tidak terlalu kompetitif, sehingga kecil kemungkinan mendapatkan keuntungan besar di atas harga yang telah ditetapkan.

2. Adanya Uang Jaminan

Uang jaminan ditetapkan oleh penjual lelang dan keberadaannya menjamin keseriusan peserta lelang dalam mengikuti. Besaran uang jaminan berada dalam rentang 20 persen sampai dengan 50 persen dari perkiraan harga limit.

3. Pelaksanaan Kredibel oleh Pejabat Lelang

Secara praktik, yang menyelenggarakan penjualan, memberikan informasi, dan memimpin pelaksanaan lelang merupakan pejabat lelang. Dengan kata lain, pejabat lelang berperan aktif dalam pelaksanaan lelang dimulai dari persiapan hingga pembuatan risalah lelang. Penjual tidak perlu khawatir atas kredibilitas penyelenggara lelang karena berada di bawah pengawasan KPKNL dan pejabat lelang sebagai pejabat umum yang ditunjuk oleh pemerintah.


Bagi pembeli, pelaksanaan lelang juga secara positif menguntungkan dalam hal kepastian hukum, khususnya terhadap proses peralihan hak objek lelang. Dalam tahap akhir pelaksanaannya, pembeli yang telah ditetapkan sebagai pemenang akan memperoleh risalah lelang sebagai akta yang otentik dan berkekuatan hukum.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, eksistensi lelang di Indonesia tetap berjalan sedemikian rupa dan menjadi faktor penting bagi kelancaran tugas dan fungsi pemerintahan. Selain mendukung penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia, pelaksanaan lelang juga menjadi sarana transaksi jual beli barang antar subyek hukum dan menjadi misi yang strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, eksistensi lelang terjamin di masa depan dengan dukungan para stakeholders (pemangku kepentingan) yang memiliki konektivitas erat untuk memenuhi kebutuhan mereka. (Humas KPKNL Palembang/Chrisya Kirei Sibarani)


Penulis adalah Mahasiswi PKN STAN, magang pada KPKNL Palembang. 

 

Sumber :

DJKN Kemenkeu. (2020). 112 Tahun Lelang di Indonesia Edisi No. 34. Jakarta: Media Kekayaan Negara.

DJKN Kemenkeu. (2021). KEDAI Lelang UMKM, Sahabat UMKM Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional. Jakarta: Media Kekayaan Negara.

Menteri Keuangan. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Jakarta.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini