Sulawesi Utara bukan hanya
memiliki keindahan alam yang menakjubkan, tetapi juga memiliki keragaman seni
dan budaya dari berbagai suku yang ada di dalamnya. Minahasa sebagai salah satu
suku yang terbesar di Sulawesi Utara memiliki salah satu kebiasaan atau adat
yang mirip dengan Amerika loh.
Pengucapan dulunya merupakan
hari sesudah panen besar yang dilakukan oleh etnis-etnis di Minahasa. Mereka
merayakannya dengan berbagi hasil panen kepada keluarga atau kerabat terdekat
dengan menikmati hasil panen tersebut, namun sekarang Acara Pengucapan
dilakukan di gereja dan kemudian dilanjutkan di rumah bersama dengan keluarga
dan kerabat.
Apabila ditilik dari sisi
sejarah masyarakat Toumbulu maka pengucapan berasal dari tradisi Foso
Rummages. Istilah foso memiliki arti sebagai ritual dan rummages merupakan
bahasa tua Minahasa yang berasal dari kata rages, yang berarti
persembahan yang diberikan dengan ketulusan hati untuk Tuhan atau Dewa (namun
ada juga yang diberikan kepada roh-roh leluhur).
Sementara dari masyarakat
Toubantik mengenal sistem Poposaden yang berarti gotong royong. Biasanya
keluarga atau kerabat dekat akan pergi bersama-sama memanen hasil kebun
tersebut, kemudian hasilnya akan dibagi-bagi kepada keluarga maupun kerabat
dekat sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas berkat yang melimpah.
Setelah masuknya pengaruh
Agama Kristen pada masyarakat Minahasa, maka ritual-ritual sudah tidak lagi
dilakukan oleh kebanyakan orang. Namun nilai-nilai ungkapan syukur kepada Tuhan
atas hari panen masih melekat, sehingga warga desa akan membawa makanan atau
hasil pertanian mereka ke geraja, lalu masyarakat akan duduk dan makan bersama.
Lalu di mana letak uniknya?
Kalau di Amerika Thanksgiving
selalu dilaksanakan di hari yang sama, yakni kamis ke-4 pada bulan November,
tetapi hari Pengucapan dilaksanakan pada hari yang berbeda-beda di wilayah yang
berbeda-beda.
Dikarenakan etnis-etnis
tersebut merayakannya dengan mengolah hasil panen dari sawah atau kebun dan
ternak mereka, sementara masa menanam etnis-etnis ini berbeda-beda, sehingga
masa panennya pun berbeda. Alhasil hari pengucapan syukur di tempat yang satu
berbeda dengan tempat yang lain. Dahulu memang kebiasaan adat ini lekat dengan
ucapan syukur bersama keluarga ataupun kerabat dekat dalam wilayah yang sama.
Namun seiring berjalannya waktu dan perkembangan, setiap kali suatu wilayah
mengadakan pengucapan maka keluarga ataupun kerabat yang berada jauh di
kabupaten atau kota lainnya tetap diajak untuk datang berkunjung untuk
merayakan pengucapan.
Di era sekarang ini, tradisi
pengucapan syukur mulai bertransformasi sebagai suatu acara pesta makan yang
diadakan di halaman gereja. Berbagai olahanan makanan dari masyarakat disatukan
di meja panjang dan kemudian dimakan bersama termasuk juga tamu yang datang
dari jauh. Hal ini menjadi simbol penegas agar masyarakat desa selalu berbagi
berkatnya dengan orang lain.
Setelah acara di gereja
selesai, warga kemudian kembali ke rumah untuk bersiap menjamu keluarga ataupun
kerabat. Hal yang lebih spesial lagi adalah para tamu yang bahkan tidak dikenal
bisa berkunjung dan mencicipi makanan yang telah disediakan oleh tuan rumah.
Acara Pengucapan merupakan suatu kebiasaan adat yang spesial sebab selain hari mengucapkan
syukur kepada Tuhan, namun juga menyimpan makna sebagai hari berkumpul dengan
keluarga di kampung halaman, seperti budaya mudik di Pulau Jawa.
Hal yang begitu spesial lagi
adalah, acara ini merupakan acara yang sudah ada sejak dahulu kala dan masih
bertahan melekat kuat di diri tiap-tiap orang Minahasa di seluruh wilayah
Sulawesi Utara. Dengan 11 Kabupaten dan 4 Kota, namun budaya dan kekerabatan
itu masih terjalin dengan indah dan mesra, menjadi sarana mempererat persatuan
warga antar daerah dan antar agama.
Tahukah kamu bahwa tahun 2021
hari pengucapan diadakan pada hari Minggu tanggal 26 September 2021 secara
serentak, hal ini dikarenakan HUT Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 23
September. Namun akibat Covid-19, Pengucapan dirayakan dengan suasana yang berbeda,
yaitu perayaan secara kecil-kecilan di rumah masing-masing tanpa mengadakan
acara besar. Tentunya hal ini memberikan warna tersendiri bagi masyarakat
Minahasa, namun adanya teknologi seperti video call tentunya tidak akan
menghalangi momen kebersamaan di hari yang spesial kali ini. Mungkin Pengucapan
Syukur kali ini merupakan suatu perayaan yang sederhana, namun tetap bermakna.
Sumber:
1.
Aprilia Zelika, dkk. (2017). “Persepsi tentang Perayaan
Pengucapan Syukur Minahasa: Studi Komunikasi Antar Budaya Pada Mahasiswa Luar
Sulawesi Utara di Fispol Unsrat”. Acta Diurna Vol. VI. No. 1
2.
Muaya, Yves. (2019). Pengucapan Syukur Minahasa:
Tradisi dan Ajang Kumpul Keluarga. Diakses pada tanggal 27 September 2021, dari
Goroho.id/pengucapan-syukur-minahasa-tradisi-dan-ajang-kumpul-keluarga/
3.
History XYZ (2019). Asal Mula Hari Pengucapan Syukur di
Minahasa. Diakses pada tanggal 27 September 2021, dari bertumbuh.xyz/asal-mula-hari-pengucapan-syukur-di-minahasa/
4.
Noor, Ryo (2019). Pengucapan Syukur Tradisi Lama Minahasa
Berkembang Mengikuti Zaman. Diakses pada tanggal 27 September 2021, dari manado.tribunnews.com/2019/08/02/pengucapan-syukur-tradisi-lama-minahasa-berkembang-mengikuti-zaman
5.
Kurama, Kharisma (2021). Bupati Minahasa Minta Perayaan
Pengucapan Syukur Tanpa Pesta Pora. Diakses pada tangal 27 September 2021, dari
manado.tribunnews.com/2021/09/09/bupati-minahasa-minta-perayaan-pengucapan-syukur-tanpa-pesta-pora