Pada Senin, 29 Juli 2019, Kota Malang mendapatkan Kunjungan Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Reses Masa Persidangan V Tahun Sidang 2018-2019. Kunjungan tersebut dalam rangka mendiskusikan Kajian Pemerintah Pusat terhadap tarif Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Kegiatan tersebut dihadiri oleh Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI, PT. Bentoel, dan Perwakilan Kementerian Keuangan, Etto Sunaryanto dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku Kepala Kanwil DJKN Jawa Timur juga sebagai Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Jawa Timur, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Turut hadir pula perwakilan dari Kantor Wilayah Badan Pusat Statistik, Kantor Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Jawa Timur, dan Kantor Perwakilan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur.
Kegiatan
dibuka langsung oleh Ketua Komisi XI DPR RI, Soepriyatno, dilanjutkan dengan memperkenalkan anggota
Komisi XI DPR RI dari berbagai fraksi. Selanjutnya PT. Bentoel memberikan
paparan mengenai profil perusahaan PT. Bentoel, berbagai kegiatan produksi yang
dilakukan, serta berbagai profil keuangan baik devisa sampai penyertaan modal
yang dilakukan. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (disingkat Komisi XI DPR RI) adalah salah satu
dari sebelas Komisi DPR RI dengan lingkup tugas di bidang Keuangan dan Perbankan
sebagaimana tugas dan fungsi Komisi XI DPR RI yang ditetapkan oleh Peraturan
DPR Nomor 3/DPR RI/IV/2014-2015 di mana salah satu Pasangan Kerjanya adalah
Kementerian Keuangan. Agenda utama kegiatan Kunjungan Kerja Komisi XI tersebut
adalah melakukan kajian potensi penerimaan negara baik dari sektor perpajakan,
maupun non perpajakan seperti cukai.
Perubahan regulasi terkait Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan
Sigaret Kretek Mesin (SKM) tentu akan
menimbulkan beberapa akibat baik positif maupun negatif. Perubahan regulasi
yang berimbas pada masyarakat perlu dikaji secara langsung salah satunya
melalui masa reses anggota DPR. Regulasi yang diajukan pemerintah dan
dimusyawarahkan dengan DPR RI harus berpihak kepada peningkatan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Sebagaimana disampaikan oleh anggota DPR RI, Maruarar
Sirait, bahwa regulasi yang ada tidak boleh hanya memenuhi fungsinya untuk
meningkatkan penerimaan negara, namun di saat yang sama juga harus menstimulus industri
sehingga berefek positif pada pertumbuhan ekonomi. Anggota DPR, Indah Kurnia,
menambahkan bahwa adanya potensi penerimaan negara harus diidentifikasi
sebesar-besarnya, juga potensi penurunan penerimaan negara. Sehingga Pemerintah
bersama dengan DPR dapat merumuskan langkah guna menjaga stabilitas pertumbuhan
perekonomian negara. Seluruh industri di Indonesia, baik lokal maupun yang
terafiliasi dengan multicompany
internasional selayaknya melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sebuah perubahan regulasi harus memperhitungkan secara komprehensif dampak yang dihasilkan. Tidak hanya potensi peningkatan penerimaan negara, namun dampak regulasi tersebut kepada pertumbuhan ekonomi mikro, penyerapan tenaga kerja, dan iklim investasi di Indonesia. Industri sektor tertentu, salah satunya tembakau, harus mempertimbangkan efek kesehatan yang terjadi di masyarakat. Fairness antar industri wajib dijaga. Perlu adanya peran industri dalam memberikan masukan kepada pemerintah selaku regulator agar regulasi yang dihasilkan bersifat stimulatif. Karena sebesar-besarnya kemakmuran rakyat menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, legislatif selaku perwakilan rakyat, pelaku industri, dan masyarakat Indonesia itu sendiri.
(Artikel Neni Puji Artanti/Foto R. Hilda Nurhayati, Gunawan)