Lhokseumawe - Korupsi. Kata
yang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Korupsi memang sudah mengakar
budaya di negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Pelaku kejahatan ini pun
tidak lagi mengenal strata sosial, menjalar mulai dari jajaran pemerintahan
hingga sektor swasta. Perilaku ini sangat sulit untuk diberantas dikarenakan
banyaknya hambatan di dalamnya. Jangankan untuk dihilangkan, mengurangi tingkat
korupsi saja bukanlah suatu hal yang mudah. Korupsi yang semakin merajalela ini
secara langsung mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia.
Mengingat akan
hal itu, KPKNL Lhokseumawe mengadakan sosialisasi anti korupsi sebagai bekal
bagi pegawai dan pejabat pada lingkungan KPKNL Lhokseumawe. Sosialisasi ini dengan
judul “Mewujudkan Budaya Anti Korupsi di Lingkungan Kementerian Keuangan” ini diadakan
pada hari Senin, 13 Juni 2022 pada pukul 09.00 WIB. Acara dibuka dan dibawakan
oleh Kepala KPKNL Lhokseumawe, Bono Yudianto.
Bono mengungkapkan
bahwa korupsi merupakan extraordinary crime, yakni kejahatan yang sangat
luar biasa. Mengapa? Karena korupsi berpotensi dilakukan oleh siapa saja,
dimulai dari pegawai biasa sampai dengan pejabat negara. Selain itu, kerugian
yang diakibatkan oleh korupsi pada akhirnya akan menjadi besar dan meluas. Dan
juga, korupsi dapat bersifat lintas negara. Sebab-sebab inilah yang
mengakibatkan korupsi disebut kejahatan yang sangat luar biasa. Untuk menghidari
kejahatan ini hukuman maksimal pun telah diberikan, tetapi masih saja belum memunculkan
efek jera dari para pelaku. “Dengan adanya budaya anti korupsi, saya selaku
unsur pimpinan, berharap bahwa budaya anti korupsi dapat diimplementasi,
sehingga kegiatan korupsi bisa di eliminir atau dihilangkan di lingkungan KPKNL
Lhokeumawe” ujar Bono.
Kemudian Bono
memaparkan terkait komponen biaya sosial korupsi yang terdiri dari biaya
implisit dan eksplisit. Singkatnya, untuk biaya eksplisit yang terdiri dari
biaya antisipasi seperti sosialisasi, mitigasi, serta pemberian informasi ke
khalayak dan biaya reaksi seperti biaya operasi tangkap tangan (OTT) atau yang
mengharuskan aparat melakukan aksi. Sedangkan biaya implisit yang terdiri dari
biaya akibat korupsi, seperti biaya yang tidak termanfaatkan sesuai
anggarannya.
Nilai anti
korupsi/nilai integritas pun di kemukakan oleh Bono. Terdapat 9 nilai yakni “BerJuMPA
Di KerTaS” yang merupakan singkatan dari berani, jujur, mandiri, peduli, adil,
disiplin, kerja keras, tanggung jawab, dan sederhana. Dalam mendukung
nilai-nilai ini, Bono juga mengutip kalimat Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Kepala
KPKNL Lhokseumawe ini berkata “Menteri Keuangan sendiri mengungkapakan bahwa nilai
integritas bukan hanya semata semata terkait korupsi, tetapi akuntabilitas +
kompetensi + etika – korupsi”.
Benturan kepentingan
juga disinggung oleh Bono dalam sosialisasi kali ini. Ia berharap bahwa dalam
bekerja, satu sama lain tidak terdapat tendensi konflik kepentingan, yang pada
akhirnya akan memacu sifat dari korupsi itu sendiri. Seperti saja contohnya Juru
Sita dan Pejabat Lelang. Sehingga tindakan, perilaku, maupun pekerjaan kita
benar-benar terhindar dari korupsi.
Korupsi mungkin
sulit untuk diberantas, banyak sekali hambatan dalam prosesnya. Namun, kita sebagai
ASN dapat memulai dari lingkungan paling kecil, yakni keluarga dan satuan kerja
di tempat kita berada. Semoga ikhtiar kita dapat membantu mengurangi kadar korupsi di Negeri
Indonesia.
Narasi/Foto : Feliza/Mateus.