Aduhhh…kena adendum lagi, tiba-tiba rekan
sejawat penulis mengeluh saat sedang menikmati makan siang di pantry. Ternyata,
realisasi IKU nya untuk triwulan III telah melampaui target triwulan IV,
sehingga perlu dilakukan adendum target. Sambil menampakkan wajah memelas, rekan
penulis tersebut menyampaikan kekhawatirannya akan dua hal, yang pertama kekuatiran
tidak tercapainya target sampai periode akhir tahun sebagai konsekuensi
adendum, yang kedua seandainyapun tercapai namun yang bersangkutan kuatir jika
capaiannya tidak bisa merengkuh 120% sebagai indeks capaian maksimal.
Penulis mencoba menyelami keluhan pegawai
yang bersangkutan. Memang, sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 300/KMK.01/2022 tentang Manajemen Kinerja di Lingkungan Kementerian
Keuangan, aturan mengenai adendum sedikit berbeda dengan maklumat pada
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di
Lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam KMK 467, adendum dilakukan jika capaian
IKU pada Semester I telah mencapai/melebihi target tahunan, sedangkan dalam
KMK 300 adendum dilakukan jika capaian triwulan yang bersangkutan telah
melebihi target trajectory triwulan berikutnya (KMK 300 Lampiran III halaman 59).
Dari sudut pandang penulis yang notabene
adalah adminstrator kinerja organisasi KPKNL, perubahan regulasi tersebut
khususnya aturan mengenai perlakuan adendum merupakan terobosan untuk semakin
meningkatkan perfoma individu maupun organisasi. Analoginya begini, misalkan terdapat
suatu IKU dengan total target tahunan 1000, jenis konsolidasi periode take last
know, dan periode pelaporan triwulanan, sehingga target trajectory triwulan I,
II, III, dan IV adalah 250, 500, 750, dan 1000.
Kemudian pada triwulan I sudah tercapai realisasi
550, maka normalnya untuk mengejar target triwulan II tidak diperlukan effort
lagi, karena target triwulan II otomatis sudah tercapai, sehingga dalam hal ini
berpotensi terdapat opportunity loss pada periode ini. Dengan adanya aturan
adendum sesuai KMK 300, maka target triwulan II pada IKU tersebut otomatis
harus diubah, misalkan menjadi 600. Perubahan baseline target trajectory
triwulan II dari 500 menjadi 600 otomatis mengubah juga target triwulan III
dari 750 menjadi 850 dan target tahunan dari 1000 menjadi 1100. Demikian juga
halnya jika dalam perjalanan pelaksanaan periode berikutnya, terdapat realisasi
yang melebihi trajectory adendum, akan diberlakukan adendum ke-2 dan atau ke-3.
Hal ini tentunya selain mendorong performa yang lebih tinggi, juga memanfaatkan
sebaik mungkin peluang-peluang yang dijumpai dalam periode pelaksanaan kinerja.
Kembali kepada kegundahan hati para
punggawa pelaksana tugas, menurut hemat penulis hal itu tidak perlu menjadi kerisauan
asalkan penetapan target awal maupun target adendum selalu mengedepankan
prinsip-prinsip pengelolaan kinerja sebagaimana termaktub baik dalam KMK 467
maupun KMK 300. Apa saja itu? Ya benar, prinsip-prinsip tersebut adalah
SMART-C. Specific, Measurable, Agreeable, Realistic, Time Bounded, dan Continuously
Improvement.
Salah satu dari 6 princip tersebut adalah realistic,
yaitu dapat dicapai dan memiliki target yang menantang. Tentunya salah satu
pertimbangan dalam menetapkan target kinerja, setelah melalui analisis data
historis maupun kajian literasi adalah estimasi atau prognosa mengenai kemungkinan
realisasi di penghujung periode pelaporannya, apakah mampu tercapai atau tidak.
Jika mampu tercapai, tetapkan target tersebut. Namun jika mustahil tercapai,
tentunya perlu disesuaikan dengan kemampuan yang ada.
Demikian halnya dengan penetapan target adendum, tentunya pemilik IKU perlu melakukan analisis dan telaahan yang komprehensif atas potensi-potensi perubahan/penambahan target pada periode berikutnya. Variabel-variabel meliputi data historis IKU, kondisi terkini maupun perkiraan kondisi periode berikutnya, jumlah maupun kemampuan sumber daya manusia, ketersediaan anggaran, kapabilitas stakeholder, serta variabel-variabel lainnya perlu dijadikan bahan analisis dalam menetapkan rencana kerja untuk menentukan target adendum.
Rencana kerja yang tepat akan memudahkan penetapan target yang realistik dan presisi. Jangan sampai para pengampu IKU menetapkan rencana hanya berdasarkan rasa, bukan data maupun fakta. Karena jika hal itu terjadi, kita bukan merencanakan keberhasilan, malah sedang merencanakan kegagalan. (Penulis: Mahmud Ashari, Kepala Seksi Kepatuhan Internal)