Dalam dunia properti, dikotomi
antara properti komersial atau properti residensial sering kali menjadi perdebatan
yang seru. Setiap jenis properti memiliki karakteristik yang unik dan peluang
serta risiko yang berbeda.
Properti komersial menjanjikan
peluang pendapatan yang stabil dan beragam. Aliran pendapatan terutama berasal
dari penyewaan oleh penyewa bisnis. Keuntungan ini umumnya menghasilkan
pendapatan yang konsisten melalui kontrak jangka panjang. Selain itu,
diversifikasi dalam jenis properti komersial, seperti pendapatan sewa dari
kantor dan pendapatan ritel dari pusat perbelanjaan, memberikan potensi
pendapatan yang beragam, yang pada gilirannya dapat mengurangi risiko
ketidakpastian.
Sedangkan, properti residensial
memiliki daya tarik sebagai investasi yang menawarkan potensi apresiasi nilai
seiring berjalannya waktu. Permintaan konstan untuk tempat tinggal membuat
properti residensial lebih cenderung stabil dalam jangka panjang. Ini sering
kali dianggap sebagai investasi yang aman dan diinginkan oleh individu dan
keluarga sebagai tempat tinggal. Namun, kestabilan ini juga perlu dilihat dalam
konteks dinamika pasar perumahan lokal.
Pada praktek penilaian properti,
merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian
Oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara,
bahwa untuk mengetahui nilai suatu properti dapat dilakukan tiga pendekatan
yaitu:
1.
Pendekatan pasar;
2.
Pendekatan biaya; dan atau
3.
Pendekatan pendapatan.
Ketiga pendekatan tersebut dapat
digunakan untuk masing-masing jenis properti, namun dimungkinkan akan menghasilkan
nilai yang berbeda. Hal ini wajar saja dikarenakan ketiga pendekatan tersebut
memiliki nature, asumsi dasar serta
praktek yang berbeda dalam menghasilkan nilai suatu properti.
Pertama, pendekatan Pasar misalnya
dilakukan dengan cara mempertimbangkan data penjualan dan/atau data penawaran
dari objek pembanding sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait
melalui proses perbandingan. Cara ini bisa menjadi “best practice” yang mudah untuk dilakukan apalagi untuk properti dengan
pasar luas dan terbuka.
Kedua, pendekatan biaya dilaksanakan
dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
penilaian atau penggantinya pada waktu penilaian dikurangi dengan penyusutan
fisik atau penyusutan teknis, keusangan fungsional, dan/atau keusangan
ekonomis. Pendekatan ini cocok digunakan objek properti yang tidak memiliki
pasar dan tidak menghasilkan pendapatan.
Ketiga, pendekatan pendapatan
dilakukan dengan cara mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan
dengan objek penilaian melalui proses kapitalisasi atau pendiskontoan. Pendekatan
ini sesuai dipergunakan untuk properti yang menghasilkan pendapatan seperti
properti komersial maupun properti residensial yang dikomersialkan. Namun dalam
penerapannya harus cermat untuk memisahkan pendapatan dan biaya atas properti
dengan pendapatan dan biaya atas usaha yang berjalan dengan menggunakan
properti tersebut.
Dengan mengetahui nilai properti, maka selaku pemilik atau pengelola properti akan dapat mengambil keputusan pengelolaan yang tepat, mengurangi resiko akan investasi properti serta menghasilkan penerimaan atas properti yang optimal. Risiko dalam properti komersial berkaitan dengan fluktuasi ekonomi dan kinerja bisnis penyewa. Perubahan dalam ekonomi dan industri dapat berdampak langsung pada pendapatan sewa dan nilai properti. Sementara itu, properti residensial lebih stabil karena permintaan akan tempat tinggal tetap konstan. Namun, pengaruh dinamika lokal, seperti perubahan pola migrasi atau kondisi ekonomi daerah, juga harus diperhitungkan. Akhirnya, pemilihan antara properti komersial dan residensial dalam investasi adalah keputusan yang penting dan harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Penentuan yang bijaksana perlu didasarkan pada tujuan investasi, profil resiko serta pemahaman yang cukup terkait dinamika pasar properti sehingga menghasilkan keputusan yang tepat. (Penulis /Purbo)