Seberapa pentingkah pencatatan aset Negara?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita perlu
tahu bahwa aset Negara merupakan seluruh aset yang dikuasai dan dimiliki oleh
Negara, termasuk didalamnya adalah Barang Milik Negara (BMN) yang hampir setiap hari kita bersinggungan dengan segala seluk-beluk permasalahannya.
Dari
perspektif penulis sebagai bagian dari unit pengelola barang, dalam keseharian sering kami menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang datang dari pengguna
barang atau sering kita sebut sebagai satuan kerja
mulai dari prosedur pengelolaan BMN yang berawal dari perencanaan dan pengadaan
yang harus memenuhi
syarat segudang ketentuan, sampai kepada
penghapusan yang bagi sebagian pengguna barang juga bukanlah hal yang mudah untuk dimengerti. Belum lagi
semuanya itu harus dicatat, lagi-lagi juga bukan sembarang dicatat,
melainkan harus memenuhi
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Sekarang ini, mencatat aset atau yang sering
disebut Penatausahaan BMN, kita banyak dibantu
dengan menggunakan aplikasi, seperti yang baru-baru ini adalah Modul BMN yang mulai digunakan di aplikasi SAKTI. Hasilnya, kita tidak harus dituntut untuk mengerti keseluruhan proses akuntansi dalam
mencatat aset, juga laporan – laporan akuntansi seperti neraca dan laporan
operasional sudah langsung tersedia kapanpun kita membutuhkan. Selama penulis bertugas di
unit pengelola barang, adanya alat bantu aplikasi tidak serta-merta mengeliminasi masalah pencatatan BMN. Tidak jarang
kita menemukan satuan kerja yang
memiliki kasus atau kondisi unik dan spesifik yang memerlukan penanganan lebih lanjut
khususnya terkait pencatatan aset tetap.
Sejak ditetapkannya kewajiban
penyusunan neraca sebagai
bagian dari laporan
keuangan pemerintah, pengakuan/pencatatan, klasifikasi,
pengukuran/penilaian, dan penyajian serta
pengungkapan aset tetap menjadi fokus akuntansi, karena aset tetap memiliki
nilai yang signifikan dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Akuntansi aset tetap telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(PSAP) Nomor 07 (PSAP 07), dari Lampiran I PP
71 Tahun 2010. PSAP 07 tersebut memberikan pedoman bagi pemerintah dalam
melakukan pengakuan, pengklasifikasian, pengukuran, dan penyajian
serta pengungkapan aset tetap berdasarkan peristiwa (events)
yang terjadi, seperti
perolehan aset tetap pertama kali, pemeliharaan aset tetap, pertukaran aset tetap, perolehan
aset dari hibah/donasi, dan penyusutan.
Ditambah lagi dengan karakteristik tiap-tiap satuan kerja dan kondisi di
masing- masing daerah yang
berbeda-beda. Variabel-variabel yang tidak kita temui dalam aturan-aturan tertulis inilah yang sering membuat kita untuk belajar lebih dan bekerja lebih.
Dalam keseharian kita di unit pengelola, mungkin hampir setiap hari kita menjadi tempat bertanya dan berkonsultasi bagi para pengguna barang. Baik dari sisi pengelolaan maupun penatausahaan BMN. Sebagai harapan untuk memberikan solusi, sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan jawaban yang mampu memuaskan para stakeholder kita, meskipun tak jarang kondisi atau permasalahan yang kita terima diakibatkan oleh pengguna barang sendiri yang sering abai atau lalai dalam melaksanakan ketentuan di bidang pengelolaan dan penatausahaan BMN. Namun jangan kita melupakan peran kita yang juga mungkin kurang maksimal dalam melakukan pembinaan, bimbingan teknis dan koordinasi yang berkelanjutan.
Bagi para stakeholder yang
sudah “melek” aturan,
melaksanakan pencatatan BMN sesuai ketentuan
dan aturan bukanlah
hal yang sulit, namun bagaimana
halnya dengan pencatatan peristiwa (events) yang tidak secara terang atau eksplisit tertulis dalam
aturan? Tak jarang kita harus
mengulik lagi sumber-sumber lain untuk menambah pengetahuan kita dalam mencari jawaban. Sebagai contoh, pada saat
penerapan PSAP 07 oleh pemerintah, masih terdapat
berbagai permasalahan, misalnya bagaimana menentukan komponen biaya penunjang yang dapat dikapitalisasi sebagai nilai aset tetap. Apakah honorarium panitia
pelaksana kegiatan, honorarium
panitia pengadaan, dan honorarium panitia pemeriksa, serta biaya lain yang sifatnya menunjang pelaksanaan
pengadaan dan/atau pembangunan aset tetap, dapat dikapitalisasi. Selain itu ada juga pertanyaan seperti apakah
aset tetap yang dikuasai secara fisik
namun bukti kepemilikannya tidak ada dapat diakui sebagai aset tetap milik
pemerintah, dan sebaliknya bagaimana
dengan aset tetap yang memiliki bukti kepemilikan yang sah namun dikuasai
oleh pihak lain.
Ada juga pertanyaan yang terdengar sederhana, tapi membuat kita cukup berpikir seperti bagaimana penyajian dan pengungkapan aset
tetap yang diperoleh secara cost sharing?
Atau bagaimana pengakuan, penyajian,
dan pengungkapan biaya pemeliharaan untuk penggantian atas kerusakan suatu aset tetap milik pihak lain yang
diakibatkan oleh peristiwa alam? dan beragam
permasalahan lainnya. Apakah BMN hanya berisi masalah? Tentu tidak, seperti
kata Menteri Keuangan kita bahwa cara
kita mengelola aset menggambarkan karakter kita sebagai suatu bangsa.
Kembali ke pertanyaan awal, pentingkah pencatatan? Penulis bantu memberikan petunjuk. Semua Pengelolaan dan Penatausahaan BMN yang kita
lakukan dalam setahun anggaran
berujung pada nilai yang tertera pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Posisi aset tetap ada dimana? Aset Tetap
tertera di Neraca yang merupakan laporan yang
menggambarkan posisi keuangan Pemerintah Pusat mengenai aset, kewajiban,
dan ekuitas pada tanggal 31 Desember.
Jadi, sepertinya sudah menjadi amanah untuk kita baik pengguna maupun pengelola untuk bekerja sama
menghasilkan nilai aset tetap yang akurat sebagai salah satu kontribusi kita untuk
Negara tercinta. Aset kita
Uang kita, kita wajib tahu, kita wajib Jaga.