Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) merupakan
salah satu unit Eselon I di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan
fungsi yang majemuk, beberapa diantaranya adalah merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang, lelang
dan bahkan turut memberikan pelayanan penilaian dan pengelolaan investasi
pemerintah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berbicara mengenai pelaksanaan
pengurusan piutang negara dan lelang, tidak jarang terjadi benturan antara
kantor pelayanan dan pemangku kepentingan yang berasal dari rasa ketidakpuasan
para pemangku kepentingan itu sendiri. Ketidakpuasan tersebut biasanya
dituangkan dalam bentuk pengaduan, kritik, dan gugatan perdata.
Gugatan perdata ini ditujukan kepada Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) oleh penggugat atas ketidakpuasan layanan
yang diterimanya, umumnya gugatan perdata yang mendominasi di KPKNL adalah
gugatan pelaksanaan lelang. Untuk tugas dan fungsi yang menangani setelah
gugatan diterima oleh KPKNL, Seksi Hukum dan Informasi-lah yang nantinya akan
melaksanakan proses beracara di pengadilan. Dalam berperkara tentunya kita
mengharapkan hasil akhir berupa kemenangan di pengadilan. Adapun kunci sukesnya
kemenangan berperkara tersebut dapat diwujudkan melalui pemenuhan panggilan
menghadiri sidang secara patuh, pembuatan jawaban yang tepat hingga penyajian
bukti-bukti yang lengkap.
Berkaca dari kemajemukan tugas dan fungsi DJKN, tugas
berperkara di pengadilan yang dilaksanakan oleh KPKNL harus pula mendapat
perhatian lebih. Mengingat tingginya beban kerja, sangat memungkinkan kurangnya
perhatian terhadap pemanggilan sidang atau bahkan terjadinya kelalaian dalam
penyampaian panggilan sidang tersebut. Tidak tersampainya panggilan sidang
dengan baik yang dapat menyebabkan ketidakhadiran tergugat dapat menjadi titik
rawan dalam berperkara, karena secara aturan ketidakhadiran tergugat setelah
dipanggil secara patut dapat menyebabkan majelis hakim menjatuhkan putusan verstek
yang merugikan tergugat. Lalu, apa itu Putusan Verstek?
Verstek atau putusan verstek
adalah putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim apabila tergugat tidak hadir
atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah
dipanggil dengan patut. Verstek ini merupakan pengecualian dari acara
persidangan biasa sebagai akibat ketidakhadiran Tergugat atas alasan yang tidak
sah sehingga dianggap Tergugat mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua
dalil gugatan Penggugat. Dalam Pasal 125 HIR dijelaskan bahwa:
“Jika
tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa atau tidak pula
menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia telah dipanggil dengan
patut, maka gugatan itu diterima dengan tidak hadirnya tergugat (verstek),
kecuali kalau nyata kepada Pengadilan Negeri bahwa pendakwaan itu melawan hak
atau tidak beralasan.”
Sebelum
diputus secara verstek, tergugat akan dipanggil sekali lagi untuk
menghadiri sidang selanjutnya, seperti yang dijelaskan juga dalam Pasal 126 HIR
bahwa:
“Di
dalam hal yang tersebut pada pasal di atas, Pengadilan Negeri sebelum dapat
mejatuhkan keputusan, memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil
yang kedua kalinya untuk datang menghadap pada hari persidangan lain, yang
diberitahukan oleh Ketua di dalam persidangan kepada pihak yang datang bagi
siapa pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan.”
Berdasarkan Pasal 125 HIR dan 126 HIR
sebagaimana disampaikan di atas, untuk mengabulkan putusan verstek
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut : Dalam hukum acara perdata dikenal dengan istilah pemanggilan para pihak secara resmi dan patut. Dalam arti sempit, Pemanggilan artinya sebuah perintah menghadiri sidang pada hari yang ditentukan. Sedangkan dalam arti luas, Pemanggilan menurut hukum acara perdata adalah menyampaikan secara resmi dan patut kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di Pengadilan, agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan Majelis Hakim atau Pengadilan. Adapun pemanggilan secara resmi dan sah dimaksud ialah panggilan yang dilakukan oleh Juru Sita Pengadilan atau Juru Sita Pengganti yang sah.
2. Tergugat tidak hadir dalam persidangan dan tidak mewakilkan kepada kuasanya tanpa alasan yang sah : Tergugat yang telah dipanggil dengan patut tetapi ia atau kuasanya tidak juga datang menghadap ke Pengadilan, maka perkaranya akan diputus secara verstek, dimana Penggugat dianggap menang dan tergugat dianggap kalah. Tidak hadir disini berarti dianggap mengakui dalil gugatan, oleh karenanya gugatan dikabulkan tanpa pemeriksaan pembuktian, kecuali apabila gugatan tidak mempunyai dasar hukum atau bertentangan dengan undang-undang, kepatutan, dan ketertiban umum.
3. Gugatan penggugat berdasarkan hukum dan beralasan : Maksud gugatan berdasarkan hukum dan beralasan ialah gugatan yang didukung oleh dalil atau peristiwa yang benar dan tidak melawan hak orang lain. Gugatan tersebut juga harus berlandaskan hukum, baik dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah atau kekuatan hukum lain yang dibenarkan. Apabila tidak memenuhi ketentuan ini, maka gugatan tidak dapat diterima atau ditolak.
4. Tergugat tidak melakukan eksepsi atau tangkisan : Eksepsi atau tangkisan adalah bantahan dari Tergugat yang diajukan ke Pengadilan dengan tujuan agar Pengadilan tidak menerima perkara yang diajukan oleh penggugat karena adanya alasan tertentu.
Lalu, bagaimana jika ternyata Tergugat terdiri dari lebih
dari satu orang dan salah satu dari Tergugat tersebut tetap tidak hadir? Apakah
Majelis Hakim dapat langsung menjatuhkan putusan verstek tanpa melakukan
pemanggilan ulang? Menjawab pertanyaan tersebut, kita dapat mengacu pada
ketentuan Pasal 127 HIR yang menyatakan:
“Jika
seseorang atau lebih dari Tergugat tidak datang atau tidak menyuruh orang lain
menghadap mewakilinya, maka pemeriksaan perkara itu diundurkan sampai pada hari
persidangan lain, yang paling dekat. Hal mengundurkan itu diberitahukan pada
waktu persidangan kepada pihak yang hadir, bagi mereka pemberitahuan itu sama
dengan panggilan, sedang Tergugat yang tidak datang, disuruh panggil oleh Ketua
sekali lagi menghadap hari persidangan yang lain. Ketika itu perkara diperiksa,
dan kemudain diputuskan bagi sekalian pihak dalam suatu keputusan, atas mana
tidak diperkenankan perlawanan (Verzet)”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa apabila Tergugat lebih dari satu orang dan salah satu dari Terguat tersebut tidak hadir, maka Hakim wajib mengundur sidang dan memerintahkan sekali lagi untuk memanggil Tergugat yang bersangkutan. Atau dalam arti lain, Hakim dilarang memeriksa para Tergugat lain yang hadir serta tidak diperkenankan menjatuhkan putusan verstek kepada Tergugat yang tidak hadir pada pemanggilan pertama. Namun jika pada pemanggilan kedua Tergugat tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka hakim dapat melangsungkan proses pemeriksaan terhadap para Tergugat yang hadir dengan Penggugat, atau istilah lainnya ialah pemeriksaan secara kontradiktor. Oleh karena itu, tergugat yang tidak hadir akan kehilangan haknya untuk membantah dalil Penggugat meskipun pemeriksaan terhadapnya tetap berlaku.
-Seksi Hukum dan Informasi-