Entah sudah berapa kali kulihat
aplikasi Map yang terinstall di HP sambil memperhatikan jalan. Sudah hampir 20
Jam rasanya pantat ini menempel di kursi penumpang bus, namun belum juga sampai
di tujuan. Rasa penat dan bosan sudah sampai pada puncaknya. Namun itu belum
seberapa karena sudah terbayang berapa kali lagi hal yang sama akan saya alami
untuk beberapa tahun ke depan. Ya, hari tu adalah pertama kali saya melakukan
perjalanan dari Medan ke bukittinggi melalui jalur darat karena mutasi.
Teringat beberapa hari
sebelumnya, setelah diskusi dan perdebatan yang panjang lebar kami memutuskan
untuk pertama kalinya tidak memboyong keluarga ke tempat tugas yang baru.
Konsekwensinya sangat jelas. Saya tentu harus bolak balik Medan Bukit tinggi
paling tidak 1 bulan sekali. Memang bukan hal ideal untuk sebuah keluarga tapi
itu adalah pilihan logis yang dapat diambil sementara ini. Tentu hal seperti
itu tidak hanya dialami saya saja. Sangat banyak pegawai yang mengalami nasib
yang sama.
Mutasi adalah suatu hal yang
wajar dalam setiap organisasi atau instansi, baik pemerintah maupun swasta
apalagi organisasi sebesar DJKN yang kantor vertikalnya tersebar di seluruh
Indonesia.
Berkaitan dengan bahasan tentang
tujuan mutasi tersebut, beberapa ahli juga menyampaikan tujuan atau manfaat
dari mutasi tersebut. Menurut Saydam (2000: 549-550) mengatakan tujuan mutasi
karyawan/pegawai adalah: a) Menempatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi b) Meningkatkan semangat dan kegairahan kerja pegawai c) Upaya
pengembangan pegawai d) Sebagai tindakan preventif dalam upaya mengamankan
pegawai dan organisasi.
Tentunya alasan terbesar
dilakukannya mutasi adalah untuk kepentingan organisasi. dengan menempatkan
talenta-talenta yang dimiliki organisasi ke posisi yang tepat diharapkan akan
mendapatkan kinerja yang maksimal sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. Dengan
semakin besarnya organisasi apalagi yang mempunyai kantor vertikal yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti DJKN, mutasi menjadi persoalan
yang lebih kompleks. Pertimbangan mutasi juga tidak bisa hanya didasarkan
kepentingan organisasi. Mutasi perlu mempertimbangkan preferensi pegawai
terutama mengenai lokasi.
Pada umumnya pegawai menginginkan
mutasi ke homebase masing-masing. Di homebase inilah biasanya pegawai memiliki
rumah, menyekolahkan anak, membangun hubungan sosial kemasyarakatan, menanam
investasi dan mungkin juga tempat keluarga besarnya berada. Menempatkan pegawai
di luar homebase jelas akan memberikan permasalahan bagi pegawai. Apabila pegawai memutuskan untuk pindah
beserta keluarganya tentunya pegawai harus mengeluarkan biaya sewa rumah, biaya
pemindahan anak sekolah, terputusnya hubungan sosial dengan masyarakat dan
keluarga besar,serta rumah dan investasi
yang tidak terurus. Pegawai juga dapat memilih untuk pindah sendirian dan
meninggalkan keluarga di homebase. Konsekuensinya interaksi dengan keluarga
akan sangat berkurang dan perlu dipersiapkan biaya transportasi rutinnya.
Pilihan pilihan tersebut tentu akan tergantung seberapa jauh pegawai tersebut
dimutasi dari homebasenya dan besarnya biaya yang ditanggung oleh pegawai untuk
masing-masing pilihan dan waktu yang diperlukan untuk pulang.
Sudah seharusnya permasalahan
yang dihadapi oleh pegawai yang dimutasi tersebut harus mendapat perhatian dari
organisasi dan dijadikan pertimbangan dalam melakukan mutasi. Permasalahan
tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja organisasi.
Bagi organisasi sebesar DJKN keputusan
memindahkan sebagian pegawai di luar home base rasanya memang tidak dapat
hindari. Tentunya pegawai sangat memahami hal tersebut karena tidak mungkin
bagi DJKN untuk memuaskan seluruh pegawai bila terjadi mutasi. Akan tidak dapat
dihindari ada sebagian pegawai yang merasa tidak puas. Namun tentu organisasi
perlu membangun pola mutasi yang selain dapat menjamin kebutuhan organisasi
juga dapat mengakomodasi preferensi pegawai, sehingga terjadi keseimbangan
antara kebutuhan organisasi dengan kepentingan pegawai.