Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bima > Artikel
Menuju Penatausahaan BMN yang Lebih Baik Untuk Mendukung Kinerja Pengelolaan Aset yang Optimal
Ahmad Girindra Wardhana
Rabu, 31 Mei 2023   |   888 kali

Kontributor: Seksi PKN KPKNL Bima

Latar Belakang / Permasalahan

Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN perlu ditatausahakan sesuai dengan tata kelola yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Membedah permasalahan yang jamak ditemui dalam pengelolaan BMN bila ditelusuri lebih jauh pintu masuknya bisa dengan melihat penatausahaannya di satker, yaitu proses pembukuan/pencatatan, inventarisasi, dan pelaporan. Kesalahan dalam penatausahaan BMN dapat dihindari apabila terbentuk kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku. Namun demikian, fenomena yang sering dijumpai di satuan kerja adalah masih banyaknya temuan dalam penyajian laporan keuangan yang berkaitan dengan penatausahaan BMN.

Salah satu poin penting dalam akuntabilitas penatausahaan BMN adalah kesesuaian data BMN dengan tata kelola yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Pengelolaan BMN dalam hal ini penatausahaan BMN acapkali dianggap tidak memiliki urgensi yang penting dan mendesak di satuan kerja. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas penatausahaan BMN yang buruk. Hal ini didukung dengan masih banyaknya peristiwa BMN salah catat, kondisi barang yang tidak diperbaharui, pencatatan berulang (double catat), serta kesalahan lainnya yang dibiarkan cukup lama sehingga menjadi temuan. Pembiaran kesalahan ini kemudian menimbulkan implikasi yang bersifat kumulatif dan sangat mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan.

Disamping itu, fenomena yang sering dijumpai di lapangan adalah banyaknya operator BMN yang masih perlu di-upgrade kualifikasi untuk memenuhi kebutuhan standar kecakapan minimal sebagai pengelola BMN. Menjadi pengelola BMN memerlukan kompetensi yang terukur karena pengelolaan BMN meliputi ruang lingkup yang sangat luas. Selain masalah kompetensi, insentif bagi pengelola BMN / Fungsional Penata Laksana Barang yang memadai dan sebanding dengan beban kerja dan risiko, sehingga mampu menghasilkan kualitas pengelolaan BMN yang baik.

Meskipun Namun pada kenyataannya banyak satuan kerja yang melakukan inventarisasi diatas 5 tahun sekali atau bahkan belum pernah melaksanakan inventarisasi sejak pencatatan BMN pertama kali.

Dasar Hukum

Mengutip pada PP 28/2020 tentang Perubahan PP 27/2014 tentang Pengelolaan BMN/D dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara (PMK 181/2016), penatausahaan didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Adapun inventarisasi itu sendiri mencakup kegiatan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan BMN yang dilakukan sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) tahun untuk barang berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP) dan untuk BMN selain persediaan dan KDP dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.

Analisis

Penatausahaan BMN memang menjadi tugas tersendiri dalam siklus pengelolaan BMN. Mengutip Pardiman dan Ulin Nuha (2009), “..terdapat perubahan paradigma baru pengelolaan BMN yang telah memunculkan optimisme baru best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan kedepannya. Pembenahan tata kelola aset negara (termasuk penatausahaan) ke arah yang tertib dan akuntabel menjadi hal yang substansial ditengah usaha pemerintah untuk terus meningkatkan citra pengelolaan keuangan negara yang baik melalui opini LKPP yang wajar tanpa pengecualian secara berkelanjutan (unqualified opinion)..”. Peningkatan urgensi pengelolaan BMN juga berkaitan erat dengan penguatan pengawasan dan pengendalian. Peningkatan urgensi dan penguatan wasdal merupakan dua kondisi yang saling berbanding lurus. Kerangka model pengawasan dan pengendalian di satuan kerja, baik oleh pihak internal instansi (Koordinator Wilayah dan Unit Eselon I instansi yang bersangkutan) maupun pihak eksternal (dalam hal ini Pengelola Barang yaitu DJKN), dapat dilakukan secara intensif dan bersama-sama untuk menjaga kualitas penatausahaan BMN, termasuk melalui penguatan proses inventarisasi BMN.

Perlu menjadi perhatian bersama bahwa penatausahaan BMN yang akuntabel sangat penting dalam memberikan gambaran terkini kondisi aset negara sebagai alat bantu pengambilan kebijakan, disamping juga adanya kesadaran dan kedisiplinan dari pengelola BMN untuk menerapkan best practices pengelolaan BMN. Memang, penatausahaan BMN dapat terkesan remeh apabila sudut pandang yang digunakan hanya terpaku pada BMN sekedar meja dan kursi. Namun, apabila kita menggunakan lensa yang lebih luas, setiap upaya penatausahaan BMN dengan nilai perolehan terkecil pun akan memiliki dampak kumulatif yang sangat besar apabila tidak dilaksanakan dengan baik.

Layaknya sebuah organisasi dan proses bisnis lainnya yang efektif, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten sebagai roda penggerak organisasi dan proses bisnis tersebut. Hal ini berlaku sama dalam hal pengelolaan BMN. Pengelola BMN perlu memahami siklus pengelolaan BMN di mana penatausahaan BMN adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan tersebut. Realita di lapangan menunjukkan kompetensi sumber daya manusia masih menjadi tantangan bagi unit kerja dalam proses pengelolaan BMN. Fenomena kesenjangan kompetensi dengan tuntutan pekerjaan yang tidak berimbang cukup sering ditemui pada unit-unit kerja vertikal. Penting untuk menjadi perhatian bahwa pengelola BMN harus memiliki kompetensi dan kualifikasi yang terukur agar mampu melaksanakan siklus pengelolaan BMN sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Rekrutmen dan Kualitas SDM

Melakukan rekrutmen khusus untuk formasi ASN pengelola BMN dapat menjadi filter awal untuk menjaring kompetensi pengelola BMN yang dibutuhkan. Dengan menerapkan skema rekrutmen ASN, tentu akan terdapat rencana kinerja, target, penilaian kinerja serta pemberian insentif yang terukur karena terdapat payung hukum yang menaunginya. Merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 Tahun 2018 tentang Jabatan Fungsional Penata Laksana Barang, telah timbul kesadaran bahwa diperlukan pengembangan profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugas di bidang pengelolaan BMN/D. Melalui pembentukan jabatan fungsional ini, pengelolaan BMN dapat berjalan secara efisien sesuai dengan tata kelola yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain melalui rekrutmen ASN, diperlukan upaya edukasi yang berkesinambungan untuk mendukung tata kelola BMN yang berkesinambungan pula. Pengelolaan Barang Milik Negara terikat dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata cara pengelolaannya. Peraturan perundang-undangan tersebut mengalami perubahan yang cukup dinamis, baik mengenai pembagian kewenangan pengelolaan dan penggunaan serta tata cara pengelolaannya. Untuk mengimbangi kedinamisan tersebut, diperlukan upaya pembaharuan ilmu pengetahuan terkait peraturan pengelolaan BMN. Peningkatan kompetensi dapat dilakukan melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, FGD, dan metode-metode lainnya. Saat ini penerapan metode pembelajaran secara e-learning cukup diminati karena minim biaya namun tujuan pelatihan tetap dapat tercapai. Dengan adanya upaya peningkatan kompetensi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap tata kelola BMN yang efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Indeks Pengelolaan

Salah satu upaya untuk meningkatkan urgensi pengelolaan BMN, sebenarnya sejak tahun 2022 Pemerintah telah mengimplementasikan Indeks Pengelolaan Aset (IPA) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 127/KM.6/2022 tanggal 12 Agustus 2022 tentang Indikator Kinerja Pengelolaan Barang Milik Negara Tahun 2022. dimana dalam mengukur salah satu indikator pelaksanaan Reformasi Birokrasi pada sebuah K/L (bagian komponen pengungkit evaluasi di area penataan tata laksana), melalui penilaian kualitas dan kinerja pengelolaan BMN, mengingat perbaikan terhadap IPA merupakan perbaikan penatausahaan dan pengelolaan BMN yang berkelanjutan yang menyasar pada empat poin strategis yaitu:

1.    pengelolaan BMN yang akuntabel dan produktif;

2.    kepatuhan pengelolaan BMN terhadap peraturan perundangan;

3.    pengawasan dan pengendalian BMN yang efektif; serta

4.    administrasi BMN yang handal.

Dengan diimplementasikannya IPA, terdapat alat monitoring dan evaluasi pengelolaan aset yang akan berimplikasi terhadap gambaran bagaimana tata kelola BMN di K/L dapat terwujud sesuai peraturan perundang-undangan dan best practices yang berlaku. Harapannya, dengan IPA yang bagus dan pengelolaan aset negara yang professional, modern (penggunaan teknologi informasi dan komunikasi / digitalisasi), dan SDM yang mumpuni mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan aset negara dari masyarakat.

 

 

Daftar Pustaka:

1.      Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

2.    Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

3.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara.

4. Pardiman dan Muh. Ulin Nuha (2009), “Penataan Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) Yang Tertib Dan Akuntabel Sesuai Kaidah-Kaidah Good Governance”, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2330/PENATAAN-PENGELOLAAN-BARANG-MILIK-NEGARA-BMN.html

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini