Kontributor: Seksi PKN KPKNL Bima
Latar
Belakang / Permasalahan
Barang Milik Negara yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN perlu ditatausahakan sesuai
dengan tata kelola yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Membedah permasalahan
yang jamak ditemui dalam pengelolaan BMN bila ditelusuri lebih jauh pintu masuknya
bisa dengan melihat penatausahaannya di satker, yaitu proses
pembukuan/pencatatan, inventarisasi, dan pelaporan. Kesalahan dalam
penatausahaan BMN dapat dihindari apabila terbentuk kepatuhan terhadap
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Namun demikian, fenomena yang sering dijumpai
di satuan kerja adalah masih banyaknya temuan dalam penyajian laporan keuangan
yang berkaitan dengan penatausahaan BMN.
Salah satu poin penting dalam akuntabilitas penatausahaan BMN adalah
kesesuaian data BMN dengan tata kelola yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan BMN dalam hal ini penatausahaan BMN acapkali dianggap tidak
memiliki urgensi yang penting dan mendesak di satuan kerja. Kondisi tersebut
mengakibatkan kualitas penatausahaan BMN yang buruk. Hal ini didukung dengan
masih banyaknya peristiwa BMN salah catat, kondisi barang yang tidak
diperbaharui, pencatatan berulang (double
catat), serta kesalahan lainnya yang dibiarkan cukup lama sehingga menjadi
temuan. Pembiaran kesalahan ini kemudian menimbulkan implikasi yang bersifat
kumulatif dan sangat mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan.
Disamping itu, fenomena yang sering dijumpai di lapangan adalah
banyaknya operator BMN yang masih perlu di-upgrade
kualifikasi untuk memenuhi kebutuhan standar kecakapan minimal sebagai pengelola
BMN. Menjadi pengelola BMN memerlukan kompetensi yang terukur karena
pengelolaan BMN meliputi ruang lingkup yang sangat luas. Selain masalah
kompetensi, insentif bagi pengelola BMN / Fungsional Penata Laksana Barang yang
memadai dan sebanding dengan beban kerja dan risiko, sehingga mampu
menghasilkan kualitas pengelolaan BMN yang baik.
Meskipun Namun pada kenyataannya banyak satuan kerja yang melakukan
inventarisasi diatas 5 tahun sekali atau bahkan belum pernah melaksanakan
inventarisasi sejak pencatatan BMN pertama kali.
Dasar
Hukum
Mengutip pada PP 28/2020 tentang Perubahan PP 27/2014 tentang
Pengelolaan BMN/D dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang
Penatausahaan Barang Milik Negara (PMK 181/2016), penatausahaan didefinisikan sebagai
rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Adapun inventarisasi itu
sendiri mencakup kegiatan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan
BMN yang dilakukan sekurang-kurangnya dalam 1 (satu) tahun untuk barang berupa
persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan (KDP) dan untuk BMN selain
persediaan dan KDP dilaksanakan sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.
Analisis
Penatausahaan BMN memang menjadi tugas tersendiri dalam siklus
pengelolaan BMN. Mengutip Pardiman dan Ulin Nuha (2009), “..terdapat perubahan
paradigma baru pengelolaan BMN yang telah memunculkan optimisme baru best practices dalam penataan dan
pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan kedepannya.
Pembenahan tata kelola aset negara (termasuk penatausahaan) ke arah yang tertib
dan akuntabel menjadi hal yang substansial ditengah usaha pemerintah untuk terus
meningkatkan citra pengelolaan keuangan negara yang baik melalui opini LKPP
yang wajar tanpa pengecualian secara berkelanjutan (unqualified opinion)..”. Peningkatan urgensi pengelolaan BMN juga
berkaitan erat dengan penguatan pengawasan dan pengendalian. Peningkatan
urgensi dan penguatan wasdal merupakan dua kondisi yang saling berbanding
lurus. Kerangka model pengawasan dan pengendalian di satuan kerja, baik oleh
pihak internal instansi (Koordinator Wilayah dan Unit Eselon I instansi yang
bersangkutan) maupun pihak eksternal (dalam hal ini Pengelola Barang yaitu
DJKN), dapat dilakukan secara intensif dan bersama-sama untuk menjaga kualitas
penatausahaan BMN, termasuk melalui penguatan proses inventarisasi BMN.
Perlu menjadi perhatian bersama bahwa penatausahaan BMN yang akuntabel
sangat penting dalam memberikan gambaran terkini kondisi aset negara sebagai
alat bantu pengambilan kebijakan, disamping juga adanya kesadaran dan
kedisiplinan dari pengelola BMN untuk menerapkan best practices pengelolaan BMN. Memang, penatausahaan BMN dapat
terkesan remeh apabila sudut pandang yang digunakan hanya terpaku pada BMN
sekedar meja dan kursi. Namun, apabila kita menggunakan lensa yang lebih luas,
setiap upaya penatausahaan BMN dengan nilai perolehan terkecil pun akan
memiliki dampak kumulatif yang sangat besar apabila tidak dilaksanakan dengan
baik.
Layaknya sebuah organisasi dan proses bisnis lainnya yang efektif,
diperlukan sumber daya manusia yang kompeten sebagai roda penggerak organisasi
dan proses bisnis tersebut. Hal ini berlaku sama dalam hal pengelolaan BMN.
Pengelola BMN perlu memahami siklus pengelolaan BMN di mana penatausahaan BMN
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan tersebut. Realita di
lapangan menunjukkan kompetensi sumber daya manusia masih menjadi tantangan
bagi unit kerja dalam proses pengelolaan BMN. Fenomena kesenjangan kompetensi
dengan tuntutan pekerjaan yang tidak berimbang cukup sering ditemui pada
unit-unit kerja vertikal. Penting untuk menjadi perhatian bahwa pengelola BMN
harus memiliki kompetensi dan kualifikasi yang terukur agar mampu melaksanakan
siklus pengelolaan BMN sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Rekrutmen
dan Kualitas SDM
Melakukan rekrutmen khusus untuk formasi ASN pengelola BMN dapat
menjadi filter awal untuk menjaring kompetensi pengelola BMN yang dibutuhkan.
Dengan menerapkan skema rekrutmen ASN, tentu akan terdapat rencana kinerja,
target, penilaian kinerja serta pemberian insentif yang terukur karena terdapat
payung hukum yang menaunginya. Merujuk pada ketentuan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 Tahun 2018
tentang Jabatan Fungsional Penata Laksana Barang, telah timbul kesadaran bahwa
diperlukan pengembangan profesionalisme ASN dalam melaksanakan tugas di bidang
pengelolaan BMN/D. Melalui pembentukan jabatan fungsional ini, pengelolaan BMN
dapat berjalan secara efisien sesuai dengan tata kelola yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Selain melalui rekrutmen ASN, diperlukan upaya edukasi yang
berkesinambungan untuk mendukung tata kelola BMN yang berkesinambungan pula.
Pengelolaan Barang Milik Negara terikat dengan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tata cara pengelolaannya. Peraturan perundang-undangan tersebut
mengalami perubahan yang cukup dinamis, baik mengenai pembagian kewenangan
pengelolaan dan penggunaan serta tata cara pengelolaannya. Untuk mengimbangi
kedinamisan tersebut, diperlukan upaya pembaharuan ilmu pengetahuan terkait
peraturan pengelolaan BMN. Peningkatan kompetensi dapat dilakukan melalui
sosialisasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, FGD, dan
metode-metode lainnya. Saat ini penerapan metode pembelajaran secara e-learning cukup diminati karena minim
biaya namun tujuan pelatihan tetap dapat tercapai. Dengan adanya upaya
peningkatan kompetensi ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
tata kelola BMN yang efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Indeks
Pengelolaan
Salah satu upaya untuk meningkatkan urgensi pengelolaan BMN, sebenarnya
sejak tahun 2022 Pemerintah telah mengimplementasikan Indeks Pengelolaan Aset
(IPA) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor
127/KM.6/2022 tanggal 12 Agustus 2022 tentang Indikator Kinerja Pengelolaan Barang
Milik Negara Tahun 2022. dimana dalam mengukur salah satu indikator pelaksanaan
Reformasi Birokrasi pada sebuah K/L (bagian komponen pengungkit evaluasi di area
penataan tata laksana), melalui penilaian kualitas dan kinerja pengelolaan BMN,
mengingat perbaikan terhadap IPA merupakan perbaikan penatausahaan dan
pengelolaan BMN yang berkelanjutan yang menyasar pada empat poin strategis
yaitu:
1.
pengelolaan BMN yang akuntabel dan produktif;
2.
kepatuhan pengelolaan BMN terhadap peraturan
perundangan;
3.
pengawasan dan pengendalian BMN yang efektif; serta
4.
administrasi BMN yang handal.
Dengan
diimplementasikannya IPA, terdapat alat monitoring dan evaluasi pengelolaan
aset yang akan berimplikasi terhadap gambaran bagaimana tata kelola BMN di K/L dapat
terwujud sesuai peraturan perundang-undangan dan best practices yang berlaku. Harapannya, dengan IPA yang bagus dan pengelolaan
aset negara yang professional, modern (penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi / digitalisasi), dan SDM yang mumpuni mampu meningkatkan kepercayaan
pengelolaan aset negara dari masyarakat.
Daftar Pustaka:
1. Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara.
4. Pardiman dan Muh. Ulin Nuha (2009), “Penataan Pengelolaan
Barang Milik Negara (BMN) Yang Tertib Dan Akuntabel Sesuai Kaidah-Kaidah Good
Governance”, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2330/PENATAAN-PENGELOLAAN-BARANG-MILIK-NEGARA-BMN.html