Siapa yang tidak mengenal istilah
‘kaum rebahan’? Pandemi Covid-19 selama dua tahun membuat telinga kita akrab
dengan istilah tersebut. Di dalam dunia medis, kaum rebahan memiliki gaya hidup
yang disebut dengan ‘sedentary lifestyle’. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia mendefinisikan sedentary lifestyle sebagai gaya hidup yang
mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dengan
karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit.[1]
Beberapa contoh aktivitas tersebut adalah
berbaring, duduk, membaca, menonton TV, dan bekerja di depan komputer.
Adapun klasifikasi sedentary
lifestyle terbagi menjadi tiga berdasarkan durasi waktu, yakni :
a.
Level rendah, dalam durasi kurang dari 2 jam;
b.
Level menengah, dalam durasi 2- 5 jam;
c.
Level tinggi, dalam durasi lebih dari 5 jam.
Sebagai seorang pekerja kantoran
yang terbiasa bekerja secara terus menerus di depan komputer saat sedang WFO,
WFH, maupun WFA, kita memiliki tendensi untuk termasuk dalam kategori level
tinggi. Dengan demikian, kita berisiko untuk mengalami risiko-risiko medis
akibat gaya hidup tersebut di antara lain : obesitas, diabetes tipe 2, kanker,
penyakit jantung, dan kematian di usia muda[2].
Selain itu sedentary lifestyle juga dapat membahayakan kesehatan mental
karena dalam suatu studi dengan jumlah partisipan sebanyak 10.381 orang yang menjalani
sedentary lifestyle dan kurang aktivitas fisik terbukti menjadi penyebab
timbulnya mental health disorder.[3]
Riset lainnya juga menyebutkan risiko mengalami depresi bagi para pelaku
lifestyle ini. Sedentary lifestyle yang termanifestasi dalam kegiatan
menonton dan scrolling ponsel tanpa batas waktu juga menciptakan
diskoneksi antara kita dengan orang lain.[4]
Jadi apabila sudah ‘terjebak’
dalam gaya hidup sedentary, apakah yang harus dilakukan? Berikut adalah
beberapa tips agar kehidupan lebih sehat secara fisik dan mental :
a. Meningkatkan aktivitas fisik. Beberapa olahraga
yang dapat dilakukan adalah berlari, jogging, bersepeda, dengan durasi
150 menit dalam seminggu sesuai anjuran WHO;
b. Mengurangi waktu ‘sedentary’ dengan cara sederhana
seperti berdiri di dalam transportasi umum, berjalan ketika istirahat makan
siang, memasang reminder untuk bergerak setiap 30 menit ketika sedang
bekerja, banyak mengerjakan pekerjaan domestik di rumah, dan lebih memilih
untuk naik tangga daripada lift.
Komitmen, managemen waktu, dan kontrol
diri yang baik juga merupakan kunci menuju gaya hidup yang lebih baik demi kesehatan
fisik dan mental. Seiring dengan pandemi Covid-19 yang sudah berubah menuju endemi,
sudah tidak ada alasan untuk tetap menjalani sedentary lifestyle. Semangat
untuk berubah! Salam anti rebahan. (Penulis : Fildzah Rio, Pelaksana Seksi
Hukum dan Informasi KPKNL Bandung. Sumber ilustrasi : https://www.vecteezy.com/free-vector/sedentary-lifestyle).
[1] http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/yuk-mengenal-apa-itu-kegiatan-sedentari
[2] https://www.medicalnewstoday.com/articles/322910
[3] https://www.medicalnewstoday.com/articles/322910
[4] https://www.psychologytoday.com/us/blog/minding-the-body/201403/what-sitting-does-your-psyche#:~:text=Both the routine of sitting,for glitches in brain functioning.