Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bandung > Artikel
Mengenal Sedentary Lifestyle, Bahaya, dan Cara Mengatasinya
Fildzah Rio
Selasa, 28 Juni 2022   |   28936 kali

            Siapa yang tidak mengenal istilah ‘kaum rebahan’? Pandemi Covid-19 selama dua tahun membuat telinga kita akrab dengan istilah tersebut. Di dalam dunia medis, kaum rebahan memiliki gaya hidup yang disebut dengan ‘sedentary lifestyle’. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan sedentary lifestyle sebagai gaya hidup yang mengacu pada segala jenis aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dengan karakteristik keluaran kalori yang sangat sedikit.[1] Beberapa contoh aktivitas tersebut adalah  berbaring, duduk, membaca, menonton TV, dan bekerja di depan komputer.

            Adapun klasifikasi sedentary lifestyle terbagi menjadi tiga berdasarkan durasi waktu, yakni :

a.    Level rendah, dalam durasi kurang dari 2 jam;

b.    Level menengah, dalam durasi 2- 5 jam;

c.     Level tinggi, dalam durasi lebih dari 5 jam.

          Sebagai seorang pekerja kantoran yang terbiasa bekerja secara terus menerus di depan komputer saat sedang WFO, WFH, maupun WFA, kita memiliki tendensi untuk termasuk dalam kategori level tinggi. Dengan demikian, kita berisiko untuk mengalami risiko-risiko medis akibat gaya hidup tersebut di antara lain : obesitas, diabetes tipe 2, kanker, penyakit jantung, dan kematian di usia muda[2]. Selain itu sedentary lifestyle juga dapat membahayakan kesehatan mental karena dalam suatu studi dengan jumlah partisipan sebanyak 10.381 orang yang menjalani sedentary lifestyle dan kurang aktivitas fisik terbukti menjadi penyebab timbulnya mental health disorder.[3] Riset lainnya juga menyebutkan risiko mengalami depresi bagi para pelaku lifestyle ini. Sedentary lifestyle yang termanifestasi dalam kegiatan menonton dan scrolling ponsel tanpa batas waktu juga menciptakan diskoneksi antara kita dengan orang lain.[4]

            Jadi apabila sudah ‘terjebak’ dalam gaya hidup sedentary, apakah yang harus dilakukan? Berikut adalah beberapa tips agar kehidupan lebih sehat secara fisik dan mental :

a.  Meningkatkan aktivitas fisik. Beberapa olahraga yang dapat dilakukan adalah berlari, jogging, bersepeda, dengan durasi 150 menit dalam seminggu sesuai anjuran WHO;

b. Mengurangi waktu ‘sedentary’ dengan cara sederhana seperti berdiri di dalam transportasi umum, berjalan ketika istirahat makan siang, memasang reminder untuk bergerak setiap 30 menit ketika sedang bekerja, banyak mengerjakan pekerjaan domestik di rumah, dan lebih memilih untuk naik tangga daripada lift.

            Komitmen, managemen waktu, dan kontrol diri yang baik juga merupakan kunci menuju gaya hidup yang lebih baik demi kesehatan fisik dan mental. Seiring dengan pandemi Covid-19 yang sudah berubah menuju endemi, sudah tidak ada alasan untuk tetap menjalani sedentary lifestyle. Semangat untuk berubah! Salam anti rebahan. (Penulis : Fildzah Rio, Pelaksana Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Bandung. Sumber ilustrasi :  https://www.vecteezy.com/free-vector/sedentary-lifestyle).



[1] http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/yuk-mengenal-apa-itu-kegiatan-sedentari

[2] https://www.medicalnewstoday.com/articles/322910

[3] https://www.medicalnewstoday.com/articles/322910

[4] https://www.psychologytoday.com/us/blog/minding-the-body/201403/what-sitting-does-your-psyche#:~:text=Both the routine of sitting,for glitches in brain functioning.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini