Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bandung > Artikel
Strategi Berperkara Di Peradilan Tata Usaha Negara
Yulianto
Senin, 20 Desember 2021   |   5303 kali

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) selaku instansi vertikal di daerah dan kepanjangan tangan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)  mempunyai tugas dan fungsi di bidang kekayaan negara dan lelang. KPKNL dalam menjalankan tugasnya sering digugat  oleh debitur/ masyarakat yang merasa dirugikan. Gugatan biasanya dilakukan melalui Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri biasanya terkait dengan pelaksanaan lelang yang dilaksanakan KPKNL, dimana debitur meminta agar pelaksanaan lelang dibatalkan. Gugatan yang diajukan melalui Pengadilan Agama permasalahannya juga sama seperti yang diajukan melalui Pengadilan Negeri. Perbedaannya gugatan yang melalui Pengadilan Agama hanya pihak kreditur yang berlabel syariah. Sedangkan gugatan yang diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya terkait Risalah Lelang sebagai berita acara pelaksanaan lelang dianggap sebagai Produk TUN.

Hal-hal yang perllu diperhatikan dalam beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:

1.     Perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu yang dimaksud dengan sengketa TUN.

Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Ps 1 angka 10 UU No 51/2009)

2.     Perlu mengetahui terlebih dahulu apa itu yang dimaksud produk TUN.

Hal ini nantinya berguna bagi kita untuk memberikan jawaban gugatan, apakah produk KPKNL yang digugat merupakan produk TUN atau bukan. Produk TUN sesuai ketentuan merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara, guna lebih jelasnya dapat kita pelajari berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009, sebagai berikut :

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hokum tata  usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”.

 

Perlu dipahami juga bahwa bentuk surat/produk pemerintah yang masuk kategori TUN berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009, memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut :

a.     Penetapan tertulis hal ini untuk memudahkan dalam pembuktian.

b.    Dikeluarkan oleh  Badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan   hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c.     Bersifat konkret, artinya tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

d.    Bersifat individual artinya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan.

e.     Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.

 

3.     Perlu mengetahui kekhususan hukum acara Pengadilan Tata Usaha Negara.

Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara berbeda dengan beracara di Pengadilan Negeri, Agama atau Militer. Perbedaan Pengadilan Tata Usaha Negara dengan lainnya dapat dilihat dari kekhususan  hukum acara Pengadilan Tata Usaha Negara. Kekhususan hukum acara Pengadilan tata usaha negara sebagai berikut:

a.     Hakim bersifat aktif, maksudnya adalah untuk menyeimbangkan kedudukan para pihak dalam sengketa yaitu Tergugat (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) dan Penggugat (Orang atau Badan Hukum Perdata). Asas keaktifan hakim secara prinsip memberikan kewenangan yang luas kepada hakim pengadilan Tata Usaha Negara dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara menyangkut pembagian beban pembuktian dan penentuan hal-hal yang harus dibuktikan. Konsekuensi dari keberadaan asas keaktifan hakim adalah dimungkinkannya penerapan asas ultra petita yang pertama kali dituangkan dalam Putusan MA Nomor: 5K/TUN/1992 tanggal 23 Mei 1991, yaitu tindakan hakim menyempurnakan atau melengkapi objek sengketa yang diajukan para pihak kepadanya.

 

b.    Azas Erga Omes, maksudnya adalah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengikat secara publik, tidak hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja. Hal ini sebagai konsekuensi sifat sengketa tata usaha negara yang merupakan sengketa hukum publik.

c.     Presumtio Justae Causa yaitu keputusan harus selalu dianggap sah. Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap sah/menurut hukum (rechmatig) sampai ada pembatalannya.

d.    Kedudukan Para Pihak yang tidak seimbang,maksudnya pihak Penggugat posisinya lebih rendah dibanding dengan Tergugat (Badan/Pejabat Publik).

e.     Proses dismisal (rapat permusyawaratan). dismissal process adalah kewenangan Ketua Pengadilan (PTUN) yang diberikan oleh undang-undang untuk menyeleksi perkara-perkara yang dianggap tak layak untuk disidangkan oleh majelis. Pasalnya, bila perkara itu disidangkan, akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.

f.     Sidang persiapan, Pemeriksaan Persiapan merupakan tahapan pendahuluan sebelum pemeriksaan pokok sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara atau suatu tahapan untuk mematangkan perkara. Dalam hukum Acara Tata Usaha Negara ada kewajiban bagi Hakim untuk mengadakan Pemeriksaan Persiapan sebelum memeriksa pokok sengketanya. Acara Pemeriksaan Persiapan dilakukan setelah melewati acara Rapat Permusyawaratan atau setelah gugatan lewat sensor tahap pertama dan sebelum pemeriksaan sengketa dilakukan.

Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud, hakim wajib:

1)     Memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan
melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari.

2)     Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu 30 hari penggugat belum menyempurnakan gugatan, maka Hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat terima

3)     Terhadap putusannya tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan
gugatan baru.

 
Maksud disediakannya acara Pemeriksaan Persiapan adalah guna mengimbangi dan mengatasi kesulitan Penggugat memperoleh informasi atau data yang berada dalam kekuasaan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara.

 

g.    Asas Self Respect yaitu kewenangan melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, sepenuhnya diserahkan kepada badan atau pejabat yang berwenang, tanpa adanya kewenangan bagi Peradilan Tata Usaha Negara menjatuhkan sanksi.

 

4.     Kita juga harus mengetahui tahapan-tahapan apa yang ada dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

Sebenarnya bagaimana tahapan beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara?

Tahapan dalan beracara di Peradilan Tata Usaha Negara yang perlu diketahui teman-teman seksi hukum dan informasi adalah sebagai berikut:

 

a.     Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) terkait dengan putusan yang dikeluarkan Badan/Pejabat Publik.

b.    Ketua Pengadilan TUN akan melakukan rapat permusyawaratan (Dissmisal proses). Hal ini guna menentukan apakah perkara yang diajukan penggugat layak untuk disidangkan Majelis hakim, Pasalnya, bila perkara itu disidangkan, akan membuang-buang waktu, tenaga dan biaya.

c.     Pengadilan TUN akan memanggil para pihak yang berperkara untuk hadir dipersidangan.

d.    Hakim TUN melakukan pemeriksaan persiapan, dimana apabila ada kesalahan-kesalahan dalam gugatan pihak penggugat supaya memperbaiki gugatan, jika sudah dilakukan perbaikan maka tahap berikutnya pemeriksaan para pihak baik surat kuasanya atau surat ijin beracara bagi pengacara.

e.     Hakim melakukan pemeriksaan perkara seperti proses sidang pada umumnya dimulai dengan adanya gugatan dari Pihak Penggugat maka Pihak Tergugat akan memberikan jawaban, dilanjutkan dengan Replik, Duplik, bukti para pihak, Kesimpulan dan Putusan.

f.     Putusan yang telah dikeluarkan Majelis Hakim jika para pihak tidak puas maka seperti pada peradilan lainnya dapat melakukan upaya banding, kasasi dan Peninjauan Kembali.  

 

KPKNL dalam menjalankan tugas dibidang pengelolan kekayaan negara dan lelang, sering digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Hal yang menjadi pokok perkara gugatan adalah Risalah Lelang yang dianggap sebagai produk TUN dan meminta Majelis Hakim TUN untuk membatalkan risalah lelang dimaksud.

 

Apakah Risalah Lelang yang dibuat Pejabat Fungsional Pelelang/Pejabat Lelang merupakan produk Tata Usaha Negara?

 

Risalah Lelang merupakan produk Tata Usaha Negara atau bukan, untuk menjawab pertanyaan itu perlu kita sandingkan dengan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009. Akan kita coba untuk mengupasnya sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009 sebagai berikut :

 

1.     Penetapan tertulis hal ini untuk memudahkan dalam pembuktian.

Bahwa Risalah Lelang merupakan Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang menggambarkan proses pelaksanaan lelang dari mulai permohonan lelang sampai dengan pelaksanaan lelang bentuknya tertulis.

 

2.     Dikeluarkan oleh Badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Risalah Lelang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang, Pejabat Lelang sediri bukan merupakan pejabat publik.

Pejabat Lelang sesuai dengan Pasal 1 (44) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Lelang, Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan lelang.

 

3.     Bersifat konkret, artinya tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

Risalah Lelang bersifat konkret karena menjelaskan pelaksanaan lelang dari mulai adanya permohonan lelang, proses penawaran lelang dan menentukan siapa pemenang lelangnya.

 

4.     Bersifat individual artinya tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.

Risalah Lelang merupakan berita acara pelaksanaan lelang. Dimulai dengan adanya permohonan lelang dari pihak kreditur/pemilik barang yang akan menjual barangnya secara lelang. Ada peserta lelang yang menyetorkan uang jaminan dan sudah mengajukan penawaran diatas harga limit serta dinyatakan sebagai pemenang lelang. Hal ini tidak bersifat individual melainkan umum karena hanya menggambarkan dan  menjelaskan proses pelaksanaan lelang, dimana dalam pelaksanaan lelang terkadang lebih dari satu orang yang mengajukan penawaran.

 

5.     Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

Risalah Lelang tidak bersifat final namun ada proses lain yang harus dilalui yaitu melakukan proses balik nama, untuk barang tetap dengan mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan sedangkan untuk barang bergerak/kendaraan bermotor ke kantor Samsat.

 

Dari pembahasan tersebut jelas bahwa risalah lelang bukan merupakan objek TUN, Risalah Lelang beserta turunannya (salinan dan kutipan) yang merupakan berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat Pejabat Lelang bukanlah suatu keputusan TUN. Risalah Lelang bukan objek TUN karena didalam Risalah Lelang tidak mengandung unsur beslissing atau pernyataan kehendak dari Pejabat Lelang.

Risalah Lelang bukan merupakan objek TUN hal ini diperkuat dengan yurisprudensi sebagai berikut:

 

1.     Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor : 47/G.TUN/1994/PTUN.Sby tanggal 12 September 1994.

2.     Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Nomor : 90/B/1994/PT.TUN.Sby tanggal 31 Oktober 1996.

3.     Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 47.K/TUN/1997 tanggal 26 Januari 1998.

 

Dari putusan Mahkamah Agung RI tersebut diatas dapat diangkat “Abstrak Hukum” sebagai berikut: Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Kantor Lelang Negara merupakan berita acara lelang yang berisi segala sesuatu tentang pelaksanaan lelang, berdasar atas permintaan dari Ketua Pengadilan Negeri dalam rangka eksekusi putusan perkara perdata. “Risalah Lelang” tersebut bukan merupakan keputusan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara karena didalamnya tidak ada unsur “beslissing” atau “pernyataan Kehendak” dan “wilsvorming” dari Pejabat yang mengeluarkan keputusan (dalam hal ini Pelelang) dan apa yang telah dilakukannya dapat dipersamakan dengan keputusan Badan Peradilan karena itu Risalah Lelang termasuk dalam pengertian pasal 2 Undang-undang No.5 Tahun 1986. 

 

 

Penulis: Yulianto (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Bandung)

 

 

Referensi :

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1986 Tetang Peradilan Tata Usaha Negara;

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 213/PMK.06/2020 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 158/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 174/PMK.06/2010 Tentang Pejabat Lelang Kelas I;

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini