Pandemi Covid-19 merupakan
fenomena yang berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia. Di satu sisi,
terdapat dampak positif dalam hal percepatan otomatisasi pekerjaan dan
penerapan bekerja dari rumah. Namun di sisi lain, Covid-19 memberikan dampak
yang negatif bagi perekonomian, khususnya bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Berdasarkan Survei BI pada tahun 2020, dari total UMKM yang
menjadi peserta survey, 87,5 persen menyatakan bahwa mereka terdampak pandemi
Covid-19. Pandemi Covid-19 merupakan tantangan yang berat bagi Indonesia pada
tahun 2020 dan 2021.
Dalam rangka membantu
sektor UMKM untuk bangkit kembali, pemerintah membuat berbagai macam paket
kebijakan dan upaya-upaya pemulihan ekonomi. Salah satu upaya pemerintah untuk
membantu UMKM bangkit kembali adalah dengan membantu penjualan barang UMKM
melalui lelang. Lelang produk UMKM ini telah diselenggarakan pada tahun 2020 dan
dilakukan lagi pada tahun 2021. Secara umum, lelang produk UMKM mendapat respon
yang positif dari pelaku UMKM. Oleh karena itu, lelang UMKM kembali
diselenggarakan pada tahun 2022. Lelang UMKM dilakukan secara nasional dan
barang yang dijual dapat dikirimkan ke seluruh Indonesia.
Berdasarkan fakta di lapangan,
terdapat beberapa tantangan yang akan mempengaruhi keberhasilan penjualan produk
UMKM melalui platform www.lelang.go.id. Tantangan ini dapat berupa
keengganan dari Pelaku UMKM untuk turut serta dalam kegiatan lelang produk UMKM;
masalah pengiriman barang atau ongkos kirim/ongkir; dan terdapat pihak-pihak
yang mengklaim bahwa lelang tidak cocok untuk penjualan barang ritel. Oleh
karena itu, perlu dicarikan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut agar
tujuan pelaksanaa lelang produk UMKM ini dapat tercapai yakni membantu
memberdayakan dan memasarkan produk UMKM dimasa pandemi Covid-19.
Adanya perbedaan prinsip
antara penjualan lelang dengan penjualan pada umumnya. Perbedaan yang paling
mendasar adalah tidak semua calon pembeli lelang dapat menjadi pemenang lelang.
Di setiap pelaksanaan lelang hanya ada satu pemenang, yaitu yang melakukan penawaran
paling tinggi. Implikasi dari kondisi ini yaitu lelang akan menjadi kurang
menarik apabila tidak ada insentif tertentu bagi para calon pembeli. Insentif
ini sangat penting dalam rangka menjaring calon pembeli. Misalnya, apabila
harga barang antara pembelian di toko online sama dengan harga lelang, maka
calon pembeli akan cenderung lebih memilih toko online yang mereka sudah familiar
dan cenderung lebih cepat prosesnya. Oleh karena itu, adanya insentif dapat
mendorong calon pembeli untuk berpartisipasi mengikuti lelang. Insentif ini
dapat dilakukan dengan menggunakan strategi bundling atau memberikan harga limit yang relatif
lebih murah dari harga pasaran, atau dapat pula menerapkan bebas ongkos kirim.
Insentif pertama yaitu
terkait dengan bundling. Bundling adalah strategi pemasaran yang
memfasilitasi pembelian beberapa produk dan/atau layanan dalam satu paket yang
menarik. Secara umum, banyak barang UMKM yang relatif tidak sulit untuk dicari
khususnya apabila barang UMKM tersebut merupakan barang atau makanan yang
diperlukan sehari-hari. Namun, bundling dapat memberikan kesan barang
yang dijual adalah pilihan terbaik. Hal ini sering dilakukan dalam penjualan
barang-barang virtual pada video game online, dan terbukti efektif. Terlebih
lagi apabila barang-barang yang di bundling dihias dengan baik layaknya
sebuah parsel lebaran. Bahkan tanpa kita sadari, parsel lebaran sendiri
merupakan salah satu contoh bundling yang sangat efektif.
Selanjutnya, insentif kedua
yaitu harga limit yang lebih rendah dari harga pasar. Hal ini hanya
dimungkinkan jika terdapat economy of scale yang terlibat, sehingga
barang yang dijual harus dalam jumlah yang cukup besar (grosir). Namun,
penjualan dalam jumlah besar juga dapat memberikan masalah baru yang perlu
kembali dicarikan solusinya. Di satu sisi, penjualan dalam jumlah besar akan
sangat membantu UMKM, namun di sisi lain perlu dilihat kemampuan UMKM dalam
menyediakan barang dalam jumlah besar. Karena, umumnya UMKM memiliki sumber
daya yang relatif terbatas. Namun, insentif kedua ini tetap dapat
dipertimbangkan.
Insentif ketiga yaitu
dengan memberikan bebas ongkos kirim/ongkir. Hal ini dapat dilakukan apabila
DJKN mempunyai dana untuk menutupi ongkos kirim ini. Namun, apabila tidak
tersedia, dapat dilakukan kerjasama dengan penjual (pelaku UMKM) dengan cara
menaikkan harga barangnya untuk menutupi ongkos kirimnya. Kekurangan dari
metode ini yaitu nilai limit barang cenderung akan lebih mahal dari harga wajar
barang. Namun, apabila digabung dengan bundling, mungkin akan tidak
begitu terlihat. Hal ini mungkin menarik bagi calon pembeli, khususnya selama
bea lelang pembeli masih belum 0%.
Namun, perlu dilihat pula
bahwa terdapat kekurangan untuk inisiatif yang ketiga. Kekurangannya adalah
terkait keberlanjutan penjualan barangnya. Secara umum, ongkos kirim ditanggung
oleh pembeli. Hal ini bisa dikatakan best practice di lapangan dan
memang cenderung lebih simpel. Pembeli bebas memilih jasa pengiriman yang
diinginkan kemudian melakukan pembayaran. Di sisi lain, apabila ongkos kirim
dimasukkan ke nilai limit, penjual harus dapat memperkirakan rata-rata ongkos
kirim yang diperlukan. Karena apabila perkiraannya salah, justru akan dapat
merugikan penjual/pelaku UMKM. Salah satu jalan tengahnya yang dianjurkan
adalah dengan cara Kerjasama antara DJKN dengan BUMN yang menyediakan jasa
pengiriman barang. Namun, hal ini tentunya perlu dilakukan kajian cost
dan benefitnya lebih lanjut.
Salah satu pertanyaan yang timbul adalah apakah platform www.lelang.go.id cocok untuk mengakomodasi penjualan retail untuk UMKM. Apabila ditinjau dari sisi aturan mungkin hal ini akan dimungkinkan, karena tidak ada norma dan aturan yang melarang. Namun, di sisi operasional perlu ada inovasi dalam administrasi lelangnya. Karena selama ini, administrasi lelang masih cenderung semi otomatis. Sementara di sisi lain, penjualan barang melalui toko online otomatis ditangani oleh sistem. Penjual hanya berperan menjawab pertanyaan pembeli dan mengirimkan barang. Selain itu, proses lelang juga cenderung lebih panjang jika dibandingkan dengan e-commerce. Oleh karena itu, apabila pemerintah ingin memberikan layanan penjualan barang UMKM yang berkesinambungan, perlu dilakukan inovasi dan simplifikasi serta melakukan deregulasi aturan lelang terlebih dahulu.
Penulis : Reza Mirwanda