Dampak
pandemik covid-19 yang menyebabkan kegiatan perekonomian menjadi lemah sehingga
transaksi dan pertumbuhan ekonomi juga menurun. Konflik geopolitik yang
disebabkan oleh perang di Ukraina, telah membuat tekanan inflasi global semakin
persisten. Terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan
serta disrupsi suplai.
Ketidakpastian
ekonomi global yang meningkat telah menciptakan perlambatan pertumbuhan ekonomi
global. Alhasil, permintaan ekspor komoditas ikut menurun yang memicu
pengurangan produksi dan mengerek harga yang lebih tinggi. Naiknya harga
komoditas, juga telah menimbulkan inflasi dan pengangguran tinggi dan berakibat
pada pertumbuhan ekonomi melambat.
Beberapa
negara di dunia mulai bertumbangan jatuh ke jurang krisis atau alami
perlambatan ekonomi yang sangat drastis. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan
menahan tekanan ekonomi global. Salah satu negara yang tumbang terkena imbas
dari tekanan ekonomi global adalah Srilangka. Srilangka menderita krisis
ekonomi terburuk sejak kemerdekaannya dari penjajahan Inggris pada tahun 1948.
Pemadaman listrik selama berbulan-bulan, kekurangan makanan, bahan bakar, dan
obat-obatan membuat marah publik. Kondisi tersebut membuat Sri Lanka akhirnya
dinyatakan bangkrut.
Bangkrutnya
Srilangka disebabkan beberapa faktor yaitu kondisi ekonomi negara yang kian
lama semakin kandas karena kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata. Kebijakan
pemerintah Srilangka yang melakukan pembatasan kegiatan pariwisata di tengah
pandemi covid-19 menyebabkan penerimaan
negara dari sektor pariwisata drastis menurun. Langkah yang salah tersebut memperparah
kondisi ekonomi, seiring
diikutinya inflasi yang tinggi akibat hasil pokok negara Sri Lanka, yaitu beras
ikut menurun drastis. Produksi hasil bahan pokok beras mereka yang biasanya
diekspor ke sejumlah negara, malah berbalik mereka menjadi impor beras
besar-besaran di tengah pandemik. Akhirnya negara ini tidak dapat membeli
bahan bakar impor karena sejumlah utang yang besar dari perusahaan minyak
negara tersebut. Ceylon Petroleum Corporation disebut memiliki utang sebesar
US$700 juta atau setara dengan Rp 10,4 triliun. Penderitaan Srilangka
diperparah tidak adanya negara ataupun organisasi di dunia yang mau
menyediakan bahan bakar baik dalam bentuk bahan bakar jadi maupun uang tunai.
Adanya lonjakan harga sejumlah barang komoditas, mengakibatkan Srilangka
mengalami krisis mulai dari keuangan, energi, pangan hingga kesehatan menyebabkan
negara ini mengalami kebangkrutan.
Hal
terpenting yang menyebabkan negara tak mampu bertahan dari tekanan ekonomi global
adalan ketahanan negara yang lemah. Lalu hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan agar suatu negara memiliki ketahanan yang kuat terhadap tekanan
ekonomi global?
Ketahanan
ekonomi adalah kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan dalam mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, rintangan, gangguan,
hambatan serta tantangan yang berasal dari luar negeri dan dari dalam negeri
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup
perekonomian bangsa dan negara. Ketahanan ekonomi dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan suatu negara dalam menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi serta
memelihara kelangsungan standar hidup bagi seluruh penduduknya melalui
pembangunan ekonomi yang berkualitas dengan tetap memelihara kemandirian ekonomi.
Kestabilan
pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kestabilan capaian PDB (Product Domestic Brutto) dari tahun ke
tahun berupa belanja pemerintah, investasi, konsumsi swasta, serta selisih
antara ekspor dan impor secara nasional maupun regional.
Kemandirian
ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan ekonomi suatu negara/daerah untuk
tetap tumbuh stabil, dengan seminimal mungkin bergantung pada perekonomian
global atau di luar dari negaranya. Negara yang perekonomiaannya mandiri bisa
bertahan bahkan manakala sebagian besar negara lain mengalami kegoncangan
perekonomian.
Pondasi
utama dalam mencapai kemandirian ekonomi nasional adalah konsumsi publik yang
ditentukan oleh daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat sangat dipengaruhi
oleh ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah dan tingkat kemiskinan
dan kemampuan konsumsi masyarakat. Sektor
ekonomi yang mampu menyerap tenaga kerja akan mengurangi angka kemiskinan dan
laju pengangguran.
Lalu
bagaimana halnya dengan negara Indonesia
dalam menghadapi tekanan ekonomi global? Menteri Keuangan Sri Mulyani, saat
berbicara pada acara High Level Seminar
Strengthening Global Collaboration for Tackling Food Insecurity pada
tanggal 15 Juli 2022 di Bali menyatakan “Saya yakin kita akan dapat menemukan
cara dan mengatasi masalah ini secara efektif. Bersama kita bisa membuat dunia
lebih baik dan kita masih terus memiliki harapan dan optimisme bahwa dunia bisa
pulih bersama dan pulih lebih kuat,”.
Sri
Mulyani Indrawati mengatakan bahwa situasi tahun 2022 diproyeksikan akan
semakin memburuk dibandingkan dengan tahun 2021. Pandemi Covid-19 yang belum
terselesaikan dan perang yang sedang berlangsung di Ukraina kemungkinan akan
memperburuk kerawanan terhadap krisis pangan dunia saat ini. Selain itu, krisis
pupuk yang membayangi juga berpotensi memperburuk dan memperpanjang krisis
pangan hingga tahun 2023 dan setelahnya.
Penyebaran
seluruh mekanisme pembiayaan yang tersedia diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan dan memperkuat stabilitas keuangan dan sosial, terutama di
negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Selain itu, kebijakan
makroekonomi yang baik juga menjadi fundamental untuk membantu banyak negara
menghadapi krisis. Pentingnya pertanian untuk pertumbuhan, pengurangan
kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi, serta menegaskan kembali perlunya
investasi jangka panjang di sektor pertanian di negara-negara berkembang dengan
mempertimbangkan dampak volatilitas
terhadap ketahanan pangan.
Ketahanan
ekonomi Indonesia yang kuat tercermin dari data Laporan Pemerintah tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Semester I Tahun Anggaran 2022. Pertumbuhan ekonomi Triwulan I
mencapai 5,0 persen dan hingga akhir semester I tahun 2022 diperkirakan tumbuh
pada kisaran 4,9 persen s.d 5,2 persen. Tren pertumbuhan ini diperkirakan
akan terus membaik sepanjang tahun 2022 di tengah risiko ketidakpastian global
yang meningkat. Sampai
dengan semester I tahun
2022, laju inflasi mencapai 4,35 persen terutama dipicu gejolak harga komoditas
global sebagai dampak pemulihan ekonomi dan naiknya tensi geopolitik antara
Rusia dan Ukraina. Realisasi
pendapatan negara semester I mencapai sebesar Rp1.317,2 triliun atau tumbuh
48,5 persen atau mencapai 58,1 persen dari target Pagu Perpres Nomor 98 Tahun
2022. Dan realisasi
belanja negara mencapai Rp1.243,6 triliun atau lebih tinggi 6,3 persen
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari
gambaran kinerja APBN pada semester I tahun 2022 dan proyeksi
perekonomian pada semester II tahun 2022,
diharapkan fleksibilitas APBN dapat merespon dinamika perekonomian
global dan menjaga proses pemulihan ekonomi. Outlook Pendapatan negara pada
tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp2.436,9 triliun atau 107,5 persen dari
pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
Pembiayaan anggaran dalam semester II tahun 2022 akan dilakukan secara
terukur, responsif, dan antisipatif untuk tetap dapat menjaga kesehatan fiskal
APBN dan mempertimbangkan dinamika yang terjadi.
Langkah
atau kebijakan Pemerintah dalam mengantisipasi dampak tekanan global melalui
APBN yaitu Pemerintah Indonesia bersama DPR RI merespon secara cepat
dengan menetapkan Kebijakan Antisipatif APBN 2022 untuk Menjaga Momentum
Pertumbuhan Ekonomi, Daya Beli Masyarakat, dan Kesehatan APBN. Perekonomian
Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,01 persen (yoy), ditopang oleh membaiknya
konsumsi rumah tangga seiring meningkatnya aktivitas masyarakat. Kondisi
fundamental ekonomi lainnya di Indonesia juga relatif sehat yang terpantau dari
relatif stabilnya pergerakan nilai tukar dan kinerja bursa (IHSG) yang terjaga. Kondisi fundamental
ekonomi lainnya di Indonesia juga relatif sehat yang terpantau dari relatif
stabilnya pergerakan nilai tukar dan kinerja bursa (IHSG) yang terjaga.
Dari
uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Indonesia optimis dapat
melalui tekanan ekonomi global secara baik karena memiliki
ketahanan ekonomi yang kuat.
Hal ini dapat terlihat dari capaian pendapatan negara terutama dikontribusikan oleh
kinerja positif perpajakan maupun pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang
didorong oleh pemulihan ekonomi domestik yang semakin kuat, membaiknya kinerja
ekspor-impor, dan meningkatnya harga komoditas secara signifikan. Adanya
tren peningkatan harga komoditas, laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat,
dan permintaan yang terus membaik, serta low-based
effect pada tahun sebelumnya.
Selain itu, penerimaan kepabeanan dan cukai, menunjukkan kinerja
positif terjadi pada semua komponen. Hal tersebut dipengaruhi oleh efektivitas
kebijakan penyesuaian tarif, relaksasi daerah wisata, penguatan pengawasan
barang ilegal, aktivitas ekspor-impor yang mulai pulih, dan peningkatan harga
komoditas. Kinerja positif
PNBP pada semester I tahun 2022 utamanya dipengaruhi oleh kenaikan harga
komoditas terutama harga minyak bumi, mineral dan batubara yang mendorong
meningkatnya pendapatan negara bukan pajak sumber daya alam (PNBP SDA). Begitupun dengan PNBP
non-SDA utamanya didorong oleh peningkatan pendapatan kekayaan negara yang
dipisahkan (KND) dari setoran dividen akibat dampak dari membaiknya kinerja
BUMN, serta meningkatnya beberapa layanan PNBP Kementerian/Lembaga.
Untuk ketahanan daya beli masyarakat, Pemerintah akan menyalurkan (Bantuan
Tunai Langsung) BLT tambahan untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak
goreng pada Semester II tahun 2022.
Ditulis
oleh Agus Rodani (Pegawai Kantor Wilayah DJKN Kalimantan Barat)