(Opini oleh: Dwi Fitria Astuti| Seksi
Pengelolaan Kekayaan Negara III)
Barang Milik Negara (BMN)
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam Pasal 2
ayat (2) PP Nomor 27 Tahun 2014 jo. PP Nomor 28 Tahun 2020, sumber lainnya yang
sah antara lain dapat berasal dari hibah atau sumbangan, hasil perjanjian
ataupun kontrak, ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan, serta dari
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Dalam suatu putusan perkara
di pengadilan yang telah in kracht, dapat menghasilkan barang rampasan, yang
kemudian ditetapkan sebagai BMN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 16
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi
diatur bahwa, Barang Rampasan Negara merupakan Barang Milik Negara yang berasal
dari benda sitaan atau barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau
barang lainnya yang berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan
dinyatakan dirampas untuk negara.
Berbagai kasus tindak pidana
pada dasarnya dapat menghasilkan barang rampasan, di antaranya tindak pidana
korupsi (tipikor), tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan sebagainya. Barang
rampasan tersebut didasarkan pada putusan inkracht yang menetapkan benda sitaan
ataupun barang bukti dirampas untuk negara. Dengan demikian, barang rampasan
merupakan BMN yang asalnya dari sumber lain yang sah, yaitu berdasarkan putusan
inkracht atas suatu perkara di pengadilan.
Penyelesaian barang rampasan
dilakukan melalui pengurusan dan pengelolaan oleh pejabat yang berwenang, yang
secara teknis diatur melalui PMK 145/2021.
Pasal 1 angka 18 PMK 145/2021,
mengatur bahwa Pengurusan Barang Rampasan Negara adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Kejaksaan, KPK, dan/atau Oditurat dalam rangka penyelesaian
Barang Rampasan Negara. Ada pun ketentuan Pasal 14 PMK 145/2021, diatur bahwa
pengurusan barang rampasan pada dasarnya dilaksanakan melalui mekanisme
penjualan secara lelang pada KPKNL. Namun demikian, terdapat pengecualian
penjualan lelang untuk barang-barang tertentu, di antaranya barang rampasan
kejaksaan yang tidak memiliki dokumen kepemilikan dengan nilai wajar sampai
dengan tiga puluh lima juta rupiah dilakukan penjualan langsung berdasarkan
peraturan terkait di lingkungan kejaksaan. Selain itu, barang rampasan berupa
saham suatu perusahaan juga dapat djual atau diperdagangkan langsung melalui
perantara anggota di bursa efek. Artinya sesuai peraturan, kedua barang
rampasan dimaksud dikecualikan dari ketentuan lelang pada KPKNL.
Selanjutnya, Pasal 15 PMK
145/2021 mengatur bahwa dalam hal Barang Rampasan Negara diperlukan
pengelolaannya tidak melalui lelang, atau tidak laku dijual secara lelang,
dapat dilakukan Pengelolaan Barang Rampasan Negara. Adapun Pengelolaan Barang
Rampasan Negara sesuai ketentuan PMK 145/2021, dapat dilakukan dengan:
1. Penetapan
Status Penggunaan (PSP). Barang rampasan yang dibutuhkan dalam rangka
melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pemerintahan, dapat ditetapkan
status penggunaannya untuk Kementerian/Lembaga yang membutuhkan.
2. Pemindahtanganan.
Jenis pengelolaan ini dapat dilakukan dalam hal diperlukan masyarakat, misalnya
saja untuk penyelenggaraan kegiatan sosial, agama, budaya, pendidikan, ataupun
kegiatan kemanusiaan yang tidak bersifat komersial. Pemindahtanganan dapat
dilakukan melalui hibah kepada yayasan, pemerintah daerah, ataupun pihak terkait.
3.
Pemanfaatan.
Pemanfaatan tidak mengubah status objek Pemanfaatan sebagai Barang Rampasan
Negara dan tidak perlu didahului penetapan status Penggunaan. Tujuannya antara
lain untuk mengoptimalkan Barang Rampasan Negara; meningkatkan penerimaan negara;
mencegah pihak lain dalam menggunakan, memanfaatkan dan mendapatkan hasil
secara tidak sah atas Barang Rampasan Negara; serta pertimbangan kepentingan
umum yang terkait dengan Barang Rampasan Negara.
4. Pemusnahan.
Barang rampasan selain tanah ataupun bangunan yang sudah tidak punya nilai jual
(nilai ekonomisnya rendah), membahayakan masyarakat sekitar, merusak tatanan
perniagaan, serta berdasarkan ketentuan perundangan memang dilarang untuk
diedarkan di masyarakat, dapat dilakukan pemusnahan, antara lain dengan cara
dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan, dirobohkan, atau cara lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
5. Penghapusan.
Dalam hal pengurus (Kejaksaan/KPK/Oditurat) sudah tidak menguasai barang
rampasan sebab sudah laku lelang, sudah ditetapkan statusnya untuk digunakan
oleh kementerian atau lembaga tertentu, sudah dihibahkan, atau sudah
dimusnahkan, dapat dihapuskan pencatatannya dari daftar barang.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Barang Rampasan Negara dapat dilakukan Pengurusan atau
Pengelolaan. Pengurusan Barang Rampasan Negara dilakukan melalui penjualan
secara lelang. Adapun Pengelolaan Barang Rampasan Negara dilakukan dalam hal
diperlukan pengelolaannya tanpa melalui lelang atau dalam hal tidak laku terjual
secara lelang, melalui Penetapan Status Penggunaan, Pemindahtanganan,
Pemanfaatan, Pemusnahan, atau Penghapusan. Pengurusan barang rampasan melalui
mekanisme penjualan secara lelang menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP). Sedangkan untuk barang rampasan yang tidak laku dijual secara lelang
dapat dilakukan pengelolaan melalui Penetapan Status Penggunaan sehingga
menghasilkan BMN yang dapat dioptimalkan untuk pelaksanaan tupoksi
pemerintahan, atau melalui hibah yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Selain itu, pengelolaan barang rampasan juga dapat menghasilkan PNBP melalui
mekanisme Pemanfaatan BMN.
Kanwil DJKN Jawa Timur,
sebagai salah satu kantor vertikal di lingkup DJKN yang mendapatkan mandat tersebut
senantiasa menjalin koordinasi dan sinergi dengan Pengurus Barang Rampasan
Negara, terutama Kejaksaan Tinggi Jawa Timur serta Kejaksaan Negeri di wilayah
Jawa Timur yang merupakan satker mitra Kanwil DJKN Jawa Timur serta KPKNL di
lingkup kerja Kanwil DJKN Jawa Timur. Sinergi antara Pengelola
Barang dengan Pengurus Barang Rampasan Negara, selain dimaksudkan sebagai
tertib administrasi Pengelolaan BMN, juga diharapkan dapat mendorong
optimalisasi penerimaan PNBP serta penggunaan BMN dalam rangka tugas dan fungsi
pemerintahan.