Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Kanwil DJKN Jawa Timur > Artikel
Seberapa Saktikah Peran Pengawasan dan Pengendalian BMN?
Deni Atif Hidayat
Jum'at, 25 Februari 2022   |   260 kali

Menyambung kisah perjalanan mengenai Barang Milik Negara (BMN) dan tantangannya, beberapa pertanyaan muncul sekitar kegiatan pengawasan dan menanyakan seberapa efektifkah aturan yang sudah ada sejak satu dasawarsa yang lalu, atau tepatnya sejak terbitnya PMK nomor 244/PMK.06.2012 hingga terbitnya PMK yang baru yaitu nomor 207/PMK.06/2021 yang mulai berlaku 1 Januari 2022.

Seperti diketahui bersama bahwa pengawasan dan pengendalian BMN merupakan kegiatan yang melekat pada siklus pengelolaan BMN yang dalam hal ini merupakan salah satu faktor pengendali agar BMN ditatakelola dengan baik sesuai kaidah dan aturan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan yang lama (PMK 244/2012), sebenarnya baik dari sisi Pengelola dan satuan kerja/Kuasa Pengguna Barang diamanatkan untuk berperan aktif dalam menertibkan pengelolaan asetnya sehingga pengelolaan yang dilakukan belum didasarkan pada ketentuan yang berlaku dapat diminimalkan atau bahkan ditiadakan.

Amanat peran aktif Kuasa Pengguna Barang (KPB) ini terlihat dari proses bisnis pelaporan pengawasan dan pengendalian ini yang mengharuskan dalam satu tahun periode pelaporan wajib melaporkan kegiatan pengelolaannya baik dari sisi yang telah sesai ketentuan maupun yang belum. Namun demikian, sejauh ini dirasakan bahwa sepertinya kegiatan wasdal ini terlihat belum menyentuh pada ruh regulasi wasdal yang  telah disusun ini. Padahal di dalam regulasi wasdal ini, telah terdapat sejumlah tools seperti tindakan investigasi hingga peran auditor apabila sampai terdapat indikasi penyimpangan berat di sana.

Apabila di telisik lebih lanjut, belum optimalmya peran wasdal ini bisa jadi dimungkinkan karena belum optimalnya proses bisnis pada regulasi yang lama (PMK 244/2012) yang menyebabkan peran lebih dari Pengguna Barang belum cukup terlihat signifkan. Ini dapat dicermati pada alur pelaporan wasdal yang dilakukan oleh satuan kerja langsung kepada Pengelola Barang tanpa adanya pelaporan melalui Pengguna Barangnya. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan seolah-olah Penggelola Barang beupaya sendiri dalam agar BMN ditatakelola dengan tertib. Meskipun secara tugas dan kewenangannya berbeda, sejatinya kedua pihak baik Pengelola dan Pengguna Barang dituntut berperan aktif dalam penyelesaian issue klasik pengelolaan BMN yang sering ditemui seperti kondisi rusak namun belum dihapus, berpindahtangan di luar ketentuan, BMN idle, dikuasai pihak lain secara sepihak, dan pemanfaatan tanpa persetujuan, tanah belum bersertifikat, bahkan aset tidak dicatat masih menjadi tantangan besar dalam pengelolaan BMN kita.

Beralih kepada regulasi wasdal yang baru yaitu PMK 207/2021, pada regulasi ini dapat dilhat perubahan proses bisnis pada alur pelaporan yang berbeda dengan aturan sebelumnya. Pada aturan yang baru ini, peran Pengguna Barang lebih terlihat dan turut berperan lebih aktif dalam mengkonsolidasi dan memantau data pelaporan wasdal seluruh satuan kerjanya yang nantinya disampaikan kepada Pengelola Barang. Perubahan proses bisnis ini sepertinya merupakan salah satu upaya dalam mengoptimalkan peran wasdal sebagaimana yang dinginkan.  Memang ini menjadi tantangan tersendiri apakah perubahan paradigma ini menjadi penentu perubahan tata kelola wasdal secara signifikan, atau malah tetap akan berujung seperti aturan sebelumnya. Tentu ini pasti perlu upaya dan fokus bersama dari semua pihak, dan mungkin terkait hasil dan implementasinya akan terjawab seiring berjalannya waktu (bd02)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini