Yogyakarta – Magis, barangkali merupakan
salah satu kata yang terlintas di pikiran saat kita membahas keris. Namun
demikian, di balik kesakralannya, segala sesuatu tentang keris ternyata
menyimpan filosofi yang mendalam dan dapat dijelaskan dengan sangat logis. Hal
ini sebagaimana dijabarkan oleh narasumber kegiatan “Banyak Ilmu di Bincang
Rabu” (Banyu Biru) Edisi ke VI Tahun 2023 Yusuf Eko Susilo yang membawakan
materi berjudul Experiencing The Beauty of Keris : A Masterpiece of Oral and
Intangible Heritage of Humanity” pada Rabu (26/7).
Bertempat di Ruang Rapat Lantai 1 Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta, Kepala KPKNL
Yogyakarta Jati Wiryawan, mengawali acara dengan menyampaikan sambutan dan
apresiasi atas tema Banyu Biru kali ini yang terbilang unik dan sarat akan
kearifan lokal. “Keris identik dengan sesuatu yang sakral dan mistis, tetapi
sebenarnya keris merupakan sesuatu yang luar biasa. Benda yang awal mulanya
senjata, lama-lama bertransformasi menjadi warisan budaya”, demikian ungkapnya.
Yusuf mengawali materinya dengan
penjabaran berbagai pandangan mengenai keris, dari sisi mistis/klenik, eksoteri
dan isoteri, serta bagaimana menyikapi keris yang merupakan produk budaya
sebagai media pengingat yang sarat akan nasihat kehidupan. Dilanjutkan dengan
pengenalan bagian-bagian keris, jenis warangka, luk, pamor, dhapur, dan istilah
lain terkait keris yang sukses menyedot perhatian seluruh penggawa. Bagaimana
tidak? Yusuf menjelaskan keseluruhan materinya dengan menunjukkan secara
langsung beberapa jenis keris koleksinya. Menarik bukan?
Pelaksana Seksi Hukum dan Informasi ini
juga menjelaskan bagaimana tata cara mengapresiasi keris yang sarat akan
khasanah budaya tetapi pada saat yang bersamaan juga sangat logis jika dikaitkan
dengan sebab musabab mengapa keris harus diperlakukan demikian.
Keunikan tema Banyu Biru yang lain dari
biasanya ini tentu saja menggelitik para penggawa yang hadir untuk aktif
bertanya dan berdiskusi perihal keris. Mulai dari perbedaan kerik lurus dengan
berluk, keris untuk perempuan, detil etika melihat dan menyerahkan keris, cara
menilai keris, dan lain sebagainya.
Sebagaimana harapan yang disampaikan
oleh Kepala Kantor di awal sambutannya, edisi Banyu Biru diharapkan dapat
menjadi pelayanan ilmu bagi seluruh penggawa yang tidak melulu terkait
rutinitas kantor. Materi seperti pada Banyu Biru kali ini dapat menjadi pembuka
dari edisi-edisi berikutnya dalam menawarkan keragaman ilmu yang bermanfaat
untuk memperkaya wawasan, kearifan lokal dan pengembangan diri yang
berkelanjutan (continuous improvement).
Teks/Foto:
Ardhanti