Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Yogyakarta > Artikel
Refleksi Eling lan Waspada!
Rakhmayani Ardhanti
Senin, 05 Desember 2022   |   1976 kali

Sak begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada !

(Serat Kalatida- Raden Ngabehi Ronggo Warsito)

 

Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN), Rionald Silaban saat menyampaikan arahan pada Town hall Meeting DJKN 2022 yang berlangsung secara Hybrid pada Selasa (1/11). “Buat saya, kalian (pegawai DJKN) itu keluarga, oleh karena itu kita harus memastikan bahwa sebagai keluarga kita selalu eling lan waspada” ungkapnya. Pegawai DJKN, tambahnya, perlu saling menjaga dan mengingatkan sesama agar Values selalu dijalankan dengan baik.

Sebagai bagian tak terpisahkan dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dalam menindaklanjuti arahan Dirjen KN, maka Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta yang merupakan salah satu ujung tombak layanan di daerah merasa perlu untuk selalu saling mengingatkan antar sesama anggota sebuah keluarga besar, agar tansah eling lan waspada. Tentunya pembaruan berupa inovasi, penggalian kembali nilai-nilai budaya dan kearifan lokal perlu penyegaran dan pemaknaan ulang. Sehingga lahir nilai-nilai baru yang bisa diadopsi selain Values (Nilai-nilai Kemenkeu dan Core Values ASN) agar menyatu menjadi sikap dasar baru yang perlu dipedomani dalam penguatan budaya organisasi untuk optimalkan aset negara.

Penanaman Values tak akan cukup dengan sebatas pengajaran, tetapi seyogyanya melalui laku pendidikan   Diri pribadi (riyadhoh batin dan spiritual). Penanaman nilai-nilai, norma dan etika merupakan pondasi bagi bangunan besar karakter bangsa. Hal ini menjadi sesuatu yang sebenarnya sudah disadari sejak lama, akan tetapi belum juga mencapai ketepatan solusi. Perilaku yang ditunjukkan generasi jaman ini, menunjukkan adanya persoalan karakter yang demikian memprihatinkan. Tengok saja yang menjadi viral belum lama ini di media sosial, ketika ada sekelompok pelajar SMA menendang seorang nenek renta, betapa berita-berita seperti ini sesungguhnya adalah alarm tanda bahaya.

Apakah pada generasi tua tidak ada persoalan karakter? Jangan salah, pada generasi yang lebih tua masih ada yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, melakukan suap agar anaknya bisa masuk perguruan tinggi maupun diterima kerja, oknum ASN yang korup, dan masih banyak hal-hal lain yang tak akan cukup waktu untuk disebutkan satu per satu. Persoalan rusaknya karakter adalah alarm tanda bahaya. Perbaikan karakter adalah harga mati bagi kuatnya pondasi kebudayaan dan peradaban bangsa ini.

Konsep Eling lan Waspada.

Mencermati fenomena ini penulis mengajak untuk menilik kembali pada sebuah konsepsi lama dalam filosofi Jawa yaitu eling lan waspada. Sebuah konsep yang berasal dari khasanah tradisi Jawi/tasawuf akhlaqi. Istilah ini diambil dari satu bait akhir tembang sinom Serat Kalatida karya Raden Ngabehi Ronggo Warsito; Sak begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada!” (Seberuntung- beruntungnya orang yang lalai, lebih beruntung orang yang tetap ingat dan waspada). Eling lan waspada  dapat dibahasakan menjadi mawas diri. Eling lan waspada pada dimensi Kemanusiaan berupa kesadaran atas potensi kekuatan dan kelemahan manusia. Eling lan waspada pada dimensi Ketuhanan, berupa kesadaran atas Sangkan Paraning Dumadi, sebuah perjalanan anak manusia dari akan kembali kepada Sang Causa Prima, Tuhan Maha Esa. Menjadi pribadi mawas diri yang mempunyai pengetahuan untuk mengekspresikan dirinya sebagai manusia dan ke arah mana dirinya akan dibawa, sesuai dengan pengetahuan, sesuai yang dikehendaki Penciptanya.

Pengembangan diri yang Eling lan Waspada merupakan usaha memfokuskan diri untuk selalu berhati-hati dalam menempuh amanah jalan kehidupan menuju pencapaian ukhrawi tanpa meninggalkan yang duniawi. Buah dari dari kesadaran ini ialah kedamaian batin, kemuliaan akhlak, dan kedekatan dengan Tuhan.

Dalam hal ini yang pertama kali harus diketahui adalah tentang mengenali konsep Diri. Sebuah pertanyaan filosofis paling mendasar yang harus dijawab tentang Eling “Siapa sejatinya Diri ini?” Pertanyaan di atas tadi, bisa secara sederhana dapat dijawab dengan narasi Segitiga Kesadaran dibawah ini, sila disimak!

Segitiga Kesadaran Ingsun-Kawulo-Abdi.

Manusia diciptakan Tuhan dengan tiga identitas sekaligus dalam dirinya. Pertama Diri Ingsun sebagai identitas kekuatan/khalifatullah, kedua Diri Kawulo sebagai identitas kelemahan/insanudhoifan dan ketiga Diri Abdi sebagai identitas kehambaan/Abdullah. Segitiga Kesadaran inilah yang seyogyanya selalu dihidup-seimbangkan menggunakan ra(h)sa pada kedalaman hati, sepanjang menempuh jalan mengemban amanah yang dibebankan oleh Tuhannya, agar senantiasa bisa berjalan dengan seimbang, menuju hakikat diri yang sejatinya karib, rapat tanpa sekat, serasa dibersamai Tuhan, Dzat Yang Maha Dekat.

Kesadaran Ingsun.

Adalah kesadaran akan diri “Aku”. Aku adalah realitas manusia yang dikehendaki Tuhan untuk mengemban amanah khalifah. Aku manusia yang khalifah. Aku pemimpin dan panglima bagi diri dan alam  semesta. Aku yang telah sadar bahwa telah diberi keistimewaan akal budi dan hati, free will sebuah kecerdasan dan kemampuan memilih akan baik atau buruk, sebuah potensi intelegensia dan batiniyah yang Tuhan titipkan guna mencipta kelola alam semesta agar senantiasa indah sesuai amanah. Kesadaran Aku akan memadat menjadi rasa penuh harap (Rojak), rasa syukur dan rasa percaya diri.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran ingsun ini insan DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Profesionalisme yaitu mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas serta bersedia bekerja dengan hati. Serta Perilaku Utama Kesempurnaan yaitu melakukan perbaikan terus menerus dan mengembangkan inovasi dan kreativitas. Selaras dengan Core Values ASN nilai-nilai Kompeten dan Adaptif.

Kesadaran Kawulo/Kulo.

Adalah kesadaran akan diri “Saya”. Saya adalah realitas bersifat manusiawi yang juga dikehendaki Tuhan. Bahwa manusia ditakdirkan sebagai kumpulan unsur-unsur kelemahan dan keterbatasan. Saya manusia yang khilaf. Saya pelupa, alpa dan khilaf. Saya yang telah sadar bahwa diri membawa potensi manusiawi yang serba kekurangan, terbatas dan tidak sempurna. Kesadaran saya yang tak bisa berdiri sendiri, selalu tergantung, butuh bantuan dan perlu bersinergi dengan semua di luar diri untuk memenuhi amanah, menjalani tugas fungsi yang telah Tuhan beban-titahkan. Kesadaran Saya akan memadat menjadi rasa khawatir (Khauf), rasa tawaduk dan rasa kerendahhatian.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran kawulo ini selanjutnya insan DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Sinergi yaitu memiliki sangka baik, saling percaya, saling menghormati dan menemukan/melaksanakan solusi terbaik. Serta Perilaku Utama Pelayanan yaitu bersedia melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan dan bersikap proaktif/cepat tanggap. Selaras dengan Core Values ASN nilai-nilai Harmonis, Kolaboratif dan Berorientasi Pelayanan.

Kesadaran Abdi.

Adalah kesadaran akan diri “Hamba”. Hamba adalah realitas kesadaran manusia bahwa Tuhan yang secara sengaja menghendaki bahwa manusia ditakdirkan menjadi ada sebagai penegasan hubungan kausalitas Yang Disembah dan yang menyembah, Sang Pencipta dan yang dicipta, Sang Pengatur dan yang diatur. Hamba manusia yang sadar bahwa diri tidak diciptakan secara tak sengaja, tak mungkin sia-sia Tuhan mengatur agar hamba mengabdi kepadaNya sesuai amanah tanggung jawab, selalu waspada agar menjauhi laranganNya dan taat runduk-tunduk turut pada tata tuntunanNya. Kesadaran Hamba akan memadat menjadi ketaatan, rasa penuh kepatuhan, rasa penuh keikhlasan, rasa istikomah dan rasa penuh cinta (mahabah) kepada Yang Disembah.

Beranjak dari dasar filosofis pada kesadaran abdi ini selanjutnya insan DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Integritas yaitu bersikap jujur, tulus, dapat dipercaya dan menjaga martabat dengan tidak melakukan hal-hal tercela. Selaras dengan Core Values ASN nilai-nilai Akuntabel dan Loyal.

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi.

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi adalah seperti bandul pendulum yang harus dengan sadar digerakkan secara bijak dan pandai. Pandai itu tahu presisi dengan tepat, bijaksana itu tahu dengan arif, dimana menentukan titik koordinat “diri” akan tempat dan waktu;

1.       Kapan “Aku” yang percaya diri harus tampil ke depan?

2.       Kapan “Saya” dengan penuh rendah hati bersedia bergerak dalam sunyi, bekerja tak banyak kata, sedia bergiat tak terlihat, sedia bersinergi agar tetap terjaga suasana harmoni dan damai?

3.       Kapan “Hamba” dengan sepenuh ikhlas, taat, patuh serta sepenuh cinta (mahabah) memenuhi tanggung jawab penyembahan kepada Tuhan?

Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi adalah keniscayaan yang menjadi kunci bagi terciptanya nilai-nilai utama. Jika hanya ke-aku-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi angkuh, penuh ego dan sombong tak terkira. Jika hanya ke-saya-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi lemah, merasa diri rendah, gelisah, ragu melangkah bahkan untuk sebuah kebaikan paling sederhana. Jika hanya ke-hamba-an saja yang dikembangkan, maka terbuka kemungkinan jalan penghambaan itu kebablasan sehingga pemenuhan atas fitrah duniawi-manusiawi yang terbengkalai, atau terjadi sebaliknya ketika sifat pribadi yang patuh itu ternyata palsu penuh pamrih pada keuntungan duniawi belaka, bukan lagi murni demi pencapaian ukhrowi, apalagi demi Cinta/Mahabah semata menuju Tuhan yang disembah.

Dari sini patutlah dapat dipakai tiga ukuran keseimbangan ini terutama agar dapat “terbaca” menjadi neraca-takaran (waspada), untuk menilai khususnya diri sendiri (eling). Bukan sama sekali untuk menilai- nilai rapor kesalahan orang lain.

Tentu saja ini tak semudah membalik telapak tangan, karena sebagaimana sebuah proses panjang, penanaman akar berupa kesadaran akan nilai-nilai hingga terbentuk karakter utama, pengulangan demi pengulangan perlu dilakukan dengan sesungguh kesabaran. Ada satu siklus dengan tiga langkah sederhana. Pertama melakukan pembersihkan diri dari segala sifat, tingkah laku/perbuatan buruk (Takholli). Kedua menghiasi diri dengan segala sifat sifat, tingkah laku/perbuatan yang baik (Tahalli). Ketiga mengamalkan/menerapkan sifat, tingkah laku/perbuatan yang baik tersebut kedalam kehidupan sehari-hari (Tajalli).

Dengan bekal kesadaran bersama, untuk terus bersama-sama berbuat baik, tolong-menolong, bekerjasama, maka dengan sendirinya terkreasi suatu keadaan kemuliaan bersama (adiluhung) demi mencapai tujuan bersama bersama keluarga KPKNL Yogyakarta tercinta dan pada akhirnya keluarga besar  DJKN.

 

  Pangapunten, nyuwun duko! (Widjsoen)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini