Sak begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada !
(Serat Kalatida- Raden Ngabehi Ronggo
Warsito)
Direktur Jenderal Kekayaan Negara
(Dirjen KN), Rionald Silaban saat menyampaikan arahan pada Town hall Meeting DJKN 2022 yang berlangsung secara Hybrid pada Selasa
(1/11). “Buat saya, kalian (pegawai DJKN)
itu keluarga, oleh karena itu kita harus memastikan bahwa sebagai keluarga kita
selalu eling lan waspada” ungkapnya. Pegawai DJKN, tambahnya, perlu saling
menjaga dan mengingatkan sesama agar Values selalu dijalankan dengan baik.
Sebagai bagian tak terpisahkan dari
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, dalam menindaklanjuti arahan Dirjen KN, maka Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Yogyakarta yang merupakan salah satu ujung tombak layanan di daerah merasa
perlu untuk selalu saling mengingatkan
antar sesama anggota sebuah keluarga besar, agar tansah eling lan waspada. Tentunya
pembaruan berupa inovasi,
penggalian kembali nilai-nilai budaya dan kearifan
lokal perlu penyegaran dan pemaknaan
ulang. Sehingga lahir nilai-nilai
baru yang bisa diadopsi selain Values (Nilai-nilai
Kemenkeu dan Core Values ASN) agar menyatu menjadi sikap dasar baru yang perlu
dipedomani dalam penguatan budaya
organisasi untuk optimalkan aset negara.
Penanaman Values tak akan cukup dengan sebatas
pengajaran, tetapi seyogyanya melalui laku pendidikan Diri pribadi (riyadhoh batin dan spiritual). Penanaman
nilai-nilai, norma dan etika merupakan
pondasi bagi bangunan besar karakter bangsa.
Hal ini menjadi sesuatu yang sebenarnya sudah disadari sejak
lama, akan tetapi
belum juga mencapai
ketepatan solusi. Perilaku
yang ditunjukkan generasi
jaman ini, menunjukkan adanya persoalan karakter yang demikian memprihatinkan. Tengok
saja yang menjadi viral belum lama ini
di media sosial, ketika ada sekelompok pelajar SMA menendang seorang nenek
renta, betapa berita-berita seperti ini sesungguhnya adalah alarm tanda bahaya.
Apakah
pada generasi tua tidak ada persoalan karakter? Jangan salah, pada generasi
yang lebih tua masih ada yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga, melakukan suap agar anaknya bisa
masuk perguruan tinggi maupun diterima kerja, oknum ASN yang korup, dan masih banyak hal-hal lain yang tak akan cukup
waktu untuk disebutkan satu per satu. Persoalan
rusaknya karakter adalah alarm tanda bahaya. Perbaikan karakter adalah harga
mati bagi kuatnya pondasi kebudayaan dan peradaban bangsa
ini.
Konsep Eling lan Waspada.
Mencermati fenomena ini penulis mengajak
untuk menilik kembali pada sebuah konsepsi lama dalam filosofi Jawa yaitu eling
lan waspada. Sebuah konsep yang berasal dari khasanah tradisi Jawi/tasawuf akhlaqi. Istilah
ini diambil dari satu bait akhir tembang
sinom Serat Kalatida
karya Raden Ngabehi
Ronggo Warsito; “Sak begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling lan waspada!” (Seberuntung- beruntungnya orang yang lalai, lebih beruntung orang yang tetap
ingat dan waspada). Eling lan waspada dapat dibahasakan menjadi mawas
diri. Eling lan waspada pada dimensi
Kemanusiaan berupa kesadaran atas
potensi kekuatan dan kelemahan manusia. Eling
lan waspada pada dimensi Ketuhanan, berupa
kesadaran atas Sangkan Paraning
Dumadi, sebuah perjalanan anak manusia dari akan kembali kepada Sang Causa
Prima, Tuhan Maha Esa. Menjadi pribadi mawas diri yang mempunyai
pengetahuan untuk mengekspresikan dirinya
sebagai manusia dan ke arah mana dirinya
akan dibawa, sesuai dengan pengetahuan, sesuai yang dikehendaki Penciptanya.
Pengembangan diri yang Eling lan Waspada
merupakan usaha memfokuskan diri untuk selalu
berhati-hati dalam menempuh
amanah jalan kehidupan menuju pencapaian ukhrawi
tanpa meninggalkan yang duniawi. Buah dari dari kesadaran ini ialah kedamaian
batin, kemuliaan akhlak, dan kedekatan
dengan Tuhan.
Dalam
hal ini yang pertama kali harus diketahui
adalah tentang mengenali
konsep Diri. Sebuah pertanyaan filosofis
paling mendasar yang harus dijawab
tentang Eling “Siapa sejatinya
Diri ini?” Pertanyaan di atas tadi, bisa secara
sederhana dapat dijawab dengan narasi Segitiga Kesadaran dibawah ini, sila disimak!
Segitiga Kesadaran
Ingsun-Kawulo-Abdi.
Manusia diciptakan Tuhan dengan tiga
identitas sekaligus dalam dirinya. Pertama Diri Ingsun sebagai identitas kekuatan/khalifatullah, kedua Diri Kawulo sebagai
identitas kelemahan/insanudhoifan dan ketiga
Diri Abdi sebagai identitas
kehambaan/Abdullah. Segitiga Kesadaran inilah yang seyogyanya selalu dihidup-seimbangkan menggunakan ra(h)sa pada kedalaman
hati, sepanjang menempuh
jalan mengemban amanah yang
dibebankan oleh Tuhannya, agar senantiasa bisa berjalan dengan seimbang, menuju hakikat diri yang sejatinya karib,
rapat tanpa sekat, serasa dibersamai Tuhan, Dzat Yang Maha Dekat.
Kesadaran Ingsun.
Adalah
kesadaran akan diri “Aku”.
Aku adalah realitas
manusia yang dikehendaki Tuhan untuk mengemban
amanah khalifah. Aku manusia yang khalifah. Aku pemimpin dan panglima bagi diri dan alam semesta. Aku yang telah sadar bahwa telah
diberi keistimewaan akal budi dan hati, free
will sebuah kecerdasan dan
kemampuan memilih akan baik atau buruk, sebuah potensi intelegensia dan
batiniyah yang Tuhan titipkan guna mencipta kelola
alam semesta agar senantiasa indah sesuai amanah.
Kesadaran Aku akan memadat
menjadi rasa penuh harap (Rojak), rasa syukur dan rasa percaya
diri.
Beranjak dari dasar filosofis
pada kesadaran ingsun ini
insan DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama
Profesionalisme yaitu mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas serta bersedia bekerja
dengan hati. Serta Perilaku Utama Kesempurnaan
yaitu melakukan perbaikan terus menerus dan mengembangkan inovasi dan
kreativitas. Selaras dengan
Core Values ASN nilai-nilai Kompeten
dan Adaptif.
Kesadaran Kawulo/Kulo.
Adalah
kesadaran akan diri “Saya”. Saya adalah realitas
bersifat manusiawi yang juga dikehendaki Tuhan. Bahwa manusia
ditakdirkan sebagai kumpulan unsur-unsur kelemahan dan keterbatasan. Saya
manusia yang khilaf. Saya pelupa,
alpa dan khilaf. Saya yang telah sadar bahwa diri membawa potensi manusiawi yang serba kekurangan, terbatas dan tidak
sempurna. Kesadaran saya yang tak bisa berdiri sendiri, selalu tergantung, butuh bantuan dan perlu
bersinergi dengan semua di luar diri untuk memenuhi amanah, menjalani tugas fungsi yang telah Tuhan
beban-titahkan. Kesadaran Saya akan memadat menjadi rasa khawatir (Khauf), rasa tawaduk dan rasa
kerendahhatian.
Beranjak dari dasar filosofis pada
kesadaran kawulo ini selanjutnya
insan DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian Keuangan untuk selanjutnya
mewujudkan Perilaku Utama Sinergi yaitu memiliki sangka baik, saling percaya, saling menghormati dan
menemukan/melaksanakan solusi terbaik. Serta Perilaku Utama Pelayanan yaitu bersedia melayani dengan berorientasi pada
kepuasan pemangku kepentingan dan
bersikap proaktif/cepat tanggap. Selaras dengan Core Values ASN nilai-nilai Harmonis, Kolaboratif dan Berorientasi Pelayanan.
Kesadaran Abdi.
Adalah kesadaran akan diri “Hamba”. Hamba adalah realitas
kesadaran manusia bahwa Tuhan yang secara sengaja
menghendaki bahwa manusia
ditakdirkan menjadi ada sebagai penegasan hubungan kausalitas Yang Disembah
dan yang menyembah, Sang Pencipta dan yang dicipta,
Sang Pengatur dan yang diatur. Hamba manusia yang sadar bahwa
diri tidak diciptakan secara tak sengaja, tak mungkin sia-sia Tuhan mengatur agar hamba mengabdi
kepadaNya sesuai amanah tanggung jawab, selalu waspada agar menjauhi laranganNya dan taat
runduk-tunduk turut pada tata tuntunanNya. Kesadaran Hamba akan memadat menjadi
ketaatan, rasa penuh kepatuhan, rasa penuh keikhlasan, rasa istikomah dan rasa penuh cinta (mahabah) kepada Yang Disembah.
Beranjak dari dasar filosofis pada
kesadaran abdi ini selanjutnya insan
DJKN dapat memahami nilai-nilai Kementerian
Keuangan untuk selanjutnya mewujudkan Perilaku Utama Integritas yaitu bersikap
jujur, tulus, dapat dipercaya dan
menjaga martabat dengan tidak melakukan hal-hal tercela. Selaras dengan Core Values ASN nilai-nilai Akuntabel dan Loyal.
Keseimbangan Segitiga
Kesadaran Ingsun Kawulo Abdi.
Keseimbangan Segitiga Kesadaran Ingsun
Kawulo Abdi adalah seperti bandul pendulum yang harus dengan sadar digerakkan secara bijak dan pandai. Pandai
itu tahu presisi
dengan tepat, bijaksana itu tahu dengan
arif, dimana menentukan titik koordinat “diri”
akan tempat dan waktu;
1.
Kapan “Aku” yang
percaya diri harus tampil ke depan?
2.
Kapan “Saya” dengan penuh rendah hati bersedia bergerak
dalam sunyi, bekerja
tak banyak kata,
sedia bergiat tak terlihat, sedia bersinergi
agar tetap terjaga suasana harmoni
dan damai?
3.
Kapan
“Hamba” dengan sepenuh ikhlas, taat,
patuh serta sepenuh cinta (mahabah)
memenuhi tanggung jawab penyembahan kepada Tuhan?
Keseimbangan Segitiga Kesadaran
Ingsun Kawulo Abdi adalah keniscayaan yang menjadi kunci bagi terciptanya nilai-nilai utama. Jika hanya
ke-aku-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi angkuh, penuh ego dan sombong tak terkira. Jika
hanya ke-saya-an saja yang hidup, maka akan lahir sifat pribadi lemah, merasa diri rendah, gelisah,
ragu melangkah bahkan untuk sebuah
kebaikan paling sederhana. Jika hanya ke-hamba-an saja yang dikembangkan, maka terbuka kemungkinan jalan penghambaan itu kebablasan
sehingga pemenuhan atas fitrah duniawi-manusiawi yang terbengkalai, atau terjadi sebaliknya ketika sifat pribadi yang patuh
itu ternyata palsu penuh pamrih pada keuntungan duniawi belaka, bukan lagi murni demi pencapaian ukhrowi, apalagi demi
Cinta/Mahabah semata menuju Tuhan yang disembah.
Dari sini patutlah dapat dipakai tiga
ukuran keseimbangan ini terutama agar dapat “terbaca” menjadi neraca-takaran (waspada), untuk menilai khususnya diri sendiri (eling). Bukan sama sekali untuk menilai- nilai rapor kesalahan orang
lain.
Tentu saja ini tak semudah membalik
telapak tangan, karena sebagaimana sebuah proses panjang, penanaman akar berupa kesadaran akan
nilai-nilai hingga terbentuk karakter utama, pengulangan demi pengulangan perlu dilakukan dengan sesungguh kesabaran. Ada satu siklus dengan tiga langkah sederhana. Pertama melakukan pembersihkan diri dari segala sifat, tingkah
laku/perbuatan buruk (Takholli). Kedua menghiasi diri dengan
segala sifat sifat, tingkah laku/perbuatan yang baik (Tahalli). Ketiga mengamalkan/menerapkan sifat,
tingkah laku/perbuatan yang baik tersebut kedalam kehidupan sehari-hari (Tajalli).
Dengan
bekal kesadaran bersama,
untuk terus bersama-sama berbuat baik, tolong-menolong, bekerjasama, maka dengan sendirinya terkreasi suatu keadaan
kemuliaan bersama (adiluhung) demi mencapai tujuan bersama bersama
keluarga KPKNL Yogyakarta tercinta dan pada akhirnya keluarga
besar DJKN.
Pangapunten, nyuwun duko! (Widjsoen)