Suwung!
Biarlah ku tanam sebatang
diam, berharap ia berakar kuat pada kedalaman hening!
Lalu bertunas
bertumbuhlah hijau dedaun, tempat bergantung embun yang bening!
Sebagai bagian tak terpisahkan dari
Kementerian Keuangan Republik Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN), Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Yogyakarta
adalah ujung tombak layanan di daerah. Untuk itu perlu selalu dilakukan
pembaruan berupa inovasi maupun penggalian kembali nilai-nilai budaya yang
dapat diterapkan ke dalam organisasi sehingga layanan yang diberikan semakin
efektif, efisien dan optimal.
Keragaman (Sumberdaya Manusia) adalah
keniscayaan bagi organisasi yang telah lama berdiri berdinamika hingga tegak
saat ini sebagai DJKN. Perjalanan dinamika organisasi yang berwenang atas
pengelolaan kekayaan negara ini dimulai dari BUPN (1990), BUPLN (1991), DJPLN
(2000) hingga DJKN (2006) sampai sekarang.
Ilustrasi di atas merangkum gambaran perjalanan
organisasi yang semakin bertumbuh seperti sebuah keluarga kecil yang terus
berkembang menjadi keluarga besar dengan kompleksitas keragaman generasi,
strata usia, karakteristik-karakteristik (SDM) lainnya sebagai anggota-anggota
keluarga besar DJKN.
Dalam PMK Nomor 77/PMK.01/2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024, disebutkan bahwa total
pegawai Kementerian Keuangan 82.451 (per 1 Januari 2020), sebanyak 25% termasuk
ke dalam generasi Z, 40% generasi Y, 29% generasi X dan 6% generasi Baby
Boomer.
Berikut mungkin dapat membantu kita,
memetakan dan mengenali lapis-lapis generasi tersebut.
Generasi Baby Boomers (lahir sekitar tahun
1946-1964) adalah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain
disiplin, mental dan prinsip kuat, loyalitas/dedikasi tinggi, adaptif, skill
interpersonal bagus dan lebih tahan banting.
Generasi X (lahir sekitar tahun
1965-1980) adalah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain
mengutamakan work life balance, skeptis, adaptif, memiliki skill
interpersonal yang baik, tidak mudah stress, dan banyak akal.
Generasi Y (lahir sekitar tahun
1981-1994) ialah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain
tergantung pada teknologi, terbuka pada perubahan, percaya diri, skill
interpersonal terbatas, dan rentan stres.
Generasi Z (lahir sekitar Tahun
1995-2012) ialah subjek-subjek yang memiliki karakteristik antara lain melek
teknologi, suka bersosialisasi, cepat belajar, suka tantangan, dan kreatif.
Berdasarkan statistik tersebut di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa generasi "anak muda" (Gen Y dan Z) mendominasi
dengan angka 65% dibanding generasi "orang tua" (Gen X dan Baby
Boomer) sejumlah 35%.
Pemisahan kedua lapis subjek yaitu
generasi (Y - Z) "anak muda" dan generasi "orang tua" (X -
Boomer) tersebut tidak untuk menandai senioritas atau memberi jarak antar
keduanya. Tetapi sekadar potret dari kenyataan lapangan yang terjadi.
Masing-masing generasi memiliki pengalaman bertumbuh-kembang organisasi yang
berbeda dalam segala kegiatan berproses hingga saat ini.
Metodologi ilmu Srawung akan
“membaurkan” keduanya. Dengannya, diharapkan muncul ketersambungan dan sinergi
dalam prinsip-prinsip kebersamaan yang barangkali akan bermanfaat bagi semua
elemen subjek anggota-anggota dalam keluarga besar KPKNL Yogyakarta untuk
meraih tujuan bersama.
Lalu apa yang menjadi dasar dalam ilmu
srawung untuk "membaurkan" keanekaragaman karakteristik-karakteristik
tersebut?
Sejauh kita ketahui bersama, yang bernama
manusia adalah makhluk sosial. Maka sepanjang hidup kita akan selalu menemukan
dan menyaksikan bahwa setiap manusia memerlukan manusia yang lain, memerlukan
persinggungan dengan lingkungan, tidak akan mampu hidup sendirian, sehingga
otomatis akan bergaul, membaur dan srawung.
Sejauh ini, kami menggali dan memaknai
Ilmu Srawung dengan kembali kepada khasanah lama para pendahulu penegak bangsa
kita dalam Ajaran Kawruh Jiwo dari Ki Ageng Suryomentaram.
Siapakah beliau? Ia seperti Budha kecil tanah
Jawa.
Ia Putra ke -55 Kesayangan Sultan
Hamengkubuwono VII yang kemudian pergi dari istana meninggalkan kemewahan,
kebangsawanan untuk hidup sebagai rakyat jelata. Mencari pencerahan, mengejar
ilmu hakikat, kesejatian diri dan mengajarkannya.
Ia filsuf pemikir humanisme Islam. Ia
nama besar dibalik eksistensi Taman Siswa yang cukup mendaku sebagai tukang
sapu!
Di dalam Ilmu Srawung terdapat 5 tahapan
sebagai berikut:
1. Srawung
Bergaul, berbaur dalam pergaulan yang
luas dan mendalam dengan siapa saja sesama anggota keluarga besar KPKNL
Yogyakarta.
2. Tepung
Sesudah bergaul, otomatis akan semakin
dekat, akrab, saling mengenal, tahu kepada siapa harus bagaimana.
3. Dunung
Saat tahu dengan detil, kemudian muncul
semacam data “ketepatan” identitas hasil identifikasi, potensi, karakter,
kemampuan, dari pada siapa saja tentang apa saja.
4. Tetulung
Ketepatan identifikasi ini kemudian
diolah menjadi sinergi kebaikan, dalam bentuk kesadaran untuk saling
tolong-menolong demi kepentingan/tujuan bersama.
5. Adiluhung
Dengan bekal tolong-menolong,
bersama-sama berbuat baik, maka dengan sendirinya terkreasi suatu keadaan
kemuliaan bersama (adiluhung), seiring tingginya kualitas kesadaran untuk
selalu menghidupkan tetulung, kerjasama, mencapai tujuan bersama keluarga besar
KPKNL Yogyakarta.
Singkatnya dapat dirangkum sebagai
berikut;
“Setiap srawung akan tepung, ketika
tepung akan dunung, setiap dunung wajib tetulung, dengan tetulung akan terwujud
adiluhung, hingga tercapai kemenangan bagi kemuliaan bersama.”
Tetapi jangan lupa, bekal pokok dari 5
tahapan Ilmu Srawung adalah bersedia “suwung”, selalu ikhlas-sadar untuk
mengosongan "gelas" diri, menanggalkan keakuan, egosentrisme
individu, selalu menadah mengisi "gelas" kosong dengan ilmu/kesabaran
dari dan kepada siapapun. Sehingga yang terus ada dan tumbuh dalam pikiran kita
adalah nalar kesadaran kebersamaan. Ialah kedewasaan berpikir bagi kebaikan
orang banyak, demi kemenangan bagi kemuliaan bersama keluarga KPKNL Yogyakarta
tercinta dan pada akhirnya keluarga besar DJKN.
Pangapunten, nderek srawung!
(Widjsoen)