Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Yogyakarta > Artikel
PENANGGULANGAN RISIKO ATAS BARANG MILIK NEGARA MELALUI SKEMA POOLING FUND
Arifin Nurhartanto
Jum'at, 31 Desember 2021   |   582 kali

Pada artikel sebelumnya, (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-yogyakarta/baca-artikel/14292/Manajemen-Risiko-Dalam-Pengelolaan-Aset-Publik.html), telah diulas penggunaan asuransi sebagai bentuk post-event financing tools dalam rangka mengurangi beban keuangan pemerintah setelah terjadi risiko atas BMN yang tidak dapat dimitigasi. Metode ini diharapkan dapat mengurangi pengaruh akibat bencana terhadap ketahanan fiskal dan tepat diterapkan untuk mengelola risiko yang material, sehingga dana penanggulangan bencana dapat diinvestasikan ke instrumen investasi yang lainnya.

1.    Pengasuransian BMN Saat Ini

Dalam rangka implementasi post event financing melalui skema asuransi, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Sebagai wujud pelaksanaan pasal 45 pada PP tersebut, Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang telah menerbitkan kebijakan asurasi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan BMN melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara.

Asuransi BMN bertujuan untuk menjaga keberlangsungan dan kesinambungan keberadaan BMN dalam rangka menunjang kelancaran tugas dan fungsi pemerintah dalam penyediaan layanan umum. Adapun BMN yang dapat diasuransikan adalah BMN yang bersifat essential (sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dan berdampak signifikan terhadap kelancaran pelayanan umum apabila BMN tersebut mengalami kerusakan/hilang), meliputi Gedung dan Bangunan. Berdasarkan data BMN hasil rekonsiliasi posisi 20 Desember 2021, nilai BMN adalah sebesar Rp7.501 triliun, dengan nilai Gedung dan Bangunan sebesar Rp395,49 triliun (5,27 persen dari total nilai BMN). Berdasarkan data yang disampaikan oleh Direktur BMN, Pemerintah telah mengasuransikan BMN dengan nilai Rp32,41 triliun yang  terdiri atas 4.334 Nomor Urut Pendaftaran Gedung Bangunan pada 51 (lima puluh satu) Kementerian/Lembaga pada 31 Agustus 2021 (sumber: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/penyelenggaraan-asuransi-bmn-pasca-terbitnya-perpres-75-tahun-2021/, 31 Desember 2021).  Pemilihan BMN yang dijadikan objek asuransi dilaksanakan secara selektif dengan mempertimbangkan tingkat eksposure risiko yang kemungkinan terjadi atas BMN tersebut sebagai dasar penentuan prioritas. Sebagai contoh, BMN berupa gedung sekolah yang berlokasi di wilayah kategori area fire of rings perlu diprioritaskan sebagai objek asuransi mengingat tingkat ekposure risiko atas bencana yang relatif tinggi, dibandingkan gedung sekolah yang berlokasi di daerah lainnya.  

Sesuai dengan PMK Nomor 97/PMK.06/2019 tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan transfer atas risiko BMN kepada Konsorsium Asuransi BMN yang merupakan kumpulan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yang terdiri dari Ketua Konsorsium dan Anggota Konsorsium, yang tergabung bersama serta terikat dalam kontrak konsorsium dengan Dirjen Kekayaan Negara selaku Pengelola BMN, untuk memberikan dan menyelenggarakan pengasuransian BMN. Konsorsium ini terdiri atas 55 (lima puluh lima) perusahaan asuransi umum dan reasuransi yang mulai dibentuk pada tahun 2019. Adapun Ketua Konsorsium Asuransi BMN adalah PT Asuransi Jasa Indonesia dan administratornya adalah PT Reasuransi MAIPARK Indonesia (sumber: https://mediaasuransinews.co.id/editors-note/konsorsium-asuransi-barang-milik-negara/, 31 Desember 2021).

Pengasuransian BMN ini dilaksanakan secara efisien dan efektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang akan menganggarkan kebutuhan dana pembayaran premi asuransi kepada Konsorsium Asuransi BMN dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga.  Direktur BMN menyampaikan bahwa sampai dengan 31 Agustus 2021 Pemerintah telah membayar premi asuransi BMN sebesar Rp49,13 miliar (sumber: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/penyelenggaraan-asuransi-bmn-pasca-terbitnya-perpres-75-tahun-2021/,  31 Desember 2021).

Apabila risiko atas BMN yang telah dipertanggungkan tersebut timbul, maka Kementerian/Lembaga dapat mengajukan klaim kepada Konsorsium Asuransi BMN dan selanjutnya pembayaran klaim dalam bentuk uang tunai tersebut akan disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Kebijakan asuransi BMN yang diambil oleh Pemerintah saat ini sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor 97/PMK.06/2019 adalah mentransfer risiko BMN kepada Konsorsium Asuransi BMN. Pengalihan risiko atas aset publik dapat pula dilakukan dengan pembentukan lembaga tersendiri.

2.    Praktek Pengasuransian Aset Publik Negara Lain

Dalam rangka pengalihan risiko terhadap aset publik, beberapa negara melakukan transfer risiko atas aset publik kepada entitas lainnya, dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak atas risiko yang timbul. Entitas lainnya ini dapat berupa perusahaan asuransi atau badan lainnya yang khusus ditugaskan untuk mengelola dana untuk asuransi aset publik. Sebagai contoh, Pemerintah Australia melakukan pengasuransian aset publik dengan membentuk Commonwealth Authority Company (Badan Layanan Umum) bernama Commonwealth Cover (Comcover) di bawah Department of Finance pada tahun 1998.

Pendirian Comcover ini bertujuan untuk meningkatkan praktek manajemen risiko aset publik pada entitas pemerintah dalam rangka menjaga kesinambungan dan kelancaran pemberian pelayanan oleh pemerintah. Selain itu, Comcover juga bertugas menyediakan dana asuransi untuk melindungi Lembaga pemerintah dari berbagai risiko aset publik yang tidak dapat dimitigasi lebih lanjut.

Selaku lembaga pengelola risiko, Comcover bertugas mengelola dana yang disetorkan oleh departemen pemeritah lainnya selaku Fund Members dan membantu entitas pemerintah untuk menerapkan risk management secara menyeluruh atas aset publik, antara lain menyusun program pengidentifikasian, pengkuantifikasian dan pengelolaan risiko, serta melakukan monitoring atas pelaksanaan manajemen risiko pada lembaga pemerintah.

Comcover mengelola Risk Cover Fund yang telah disetorkan guna menanggulangi risiko secara mandiri, kemudian apabila kerugian melebihi batasan nilai untuk setiap jenis aset, baru dilaksanakan reinsurance. Sebagai contoh, kebijakan asuransi untuk properti di wilayah Western Australia menyebutkan bahwa kerugian yang akan ditanggung dari dana managed fund adalah $20 juta, sehingga apabila prediksi total kerugian akibat catastrophic adalah sebesar $220 juta, sisanya sebesar $200 dijamin melalui mekanisme reinsurance. Apabila total kerugian melebihi nilai asuransi yang tertanggung, Risk Cover akan menggunakan dana reserve yang dimiliki untuk menanggung kelebihan kerugian tersebut. Sebagai contoh, apabila realisasi kerugian pada kasus di atas adalah $250 juta, sedangkan nilai yang diasuransikan adalah $200 juta, maka dana reserve sebesar $50 juta digunakan untuk menutupi  kekurangan dana penanggulangan dampak bencana.

Pemerintah Australia memilih melakukan transfer risiko kepada BLU dengan mempertimbangkan bahwa pooling fund yang akan disetorkan oleh lembaga pemerintah akan dikelola secara terpisah, sehingga apabila suatu risiko atas aset publik terjadi dan memerlukan dana pemulihan yang ralatif besar tidak akan membebani keuangan negara. Pengelolaan pooling fund untuk asuransi secara terpisah ini, juga memberikan nilai lebih kepada Pemerintah Australia mengingat economic scale aset publik yang digunakan untuk penyediaan layanan umum akan menyulitkan perusahaan asuransi apabila transfer risiko aset publik dialihkan ke perusahaan asuransi. Apalagi perusahaan asuransi cenderung mengenakan biaya premi yang terlampau besar, padahal risiko yang melekat pada aset pemerintah relatif rendah, sehingga Pemerintah Australia mengambil kebijakan untuk mengelola pooling fund asuransi aset publik secara mandiri. Dalam rangka memastikan nominal premi yang stabil, Comcover menyusun framework agar lembaga pemerintah meminimalkan risiko yang dapat timbul atas aset publik melalui suplai data yang lengkap dan mutakhir, akuntabilitas, manajemen risiko, dan manajemen klaim yang komprehensif dan konsisten.

Kebijakan Pemerintah Australia untuk mengelola pooling fund secara mandiri ini bertujuan agar pembayaran premi dapat dilakukan dengan nominal stabil dalam jangka panjang ditempuh dalam rangka mewujudkan efisiensi dalam pengelolaan risiko atas aset publik. Pembentukan Comcover ini juga bertujuan agar lembaga Pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan menerapkan manajemen risiko atas aset publik secara komprehensif, sehingga beban terhadap keuangan negara dapat diminimalisir.

3.    Penerapan Pooling Fund Asuransi Aset Publik di Indonesia

Kebijakan pengelolaan pooling fund untuk memitigasi risiko atas aset publik juga telah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia. Penggunaan skema pooling fund ini didorong dengan adanya keterbatasan fiskal dalam penanggulangan dampak bencana sebagaimana penulis telah paparkan dalam artikel sebelumnya (alokasi dana penanggulangan dampak bencana yang tersedia dalam APBN, termasuk bencana yang menimpa aset publik, jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya pemulihan). Hal ini diperkuat dengan kajian  yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2020, yang menggambarkan bahwa rerata kerusakan yang diakibatkan bencana alam di Indonesia dalam kurun waktu 15 tahun terkahir telah menimbulkan kerugian sebesar Rp20 triliun per tahun. Namun demikian, alokasi dana penanggulangan bencana yang tersedia dalam APBN dalam rangka pendanaan tanggap darurat dan hibah rehabilitasi serta rekonstruksi kepada Pemerintah Daerah masih jauh dibandingkan dengan kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam, yaitu sekitar Rp5 triliun s.d. Rp10 triliun (sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/427502/pemerintah-luncurkan-pooling-fund-bencana, 31 Desember 2021).

Dalam rangka menjaga stabilitas fiskal pasca terjadinya bencana, termasuk risiko bencana yang akan menimpa aset publik, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana pada tanggal 13 Agustus 2021.  Pooling Fund (dhi. Dana Bersama Penanggulangan Bencana) merupakan dana yang dikumpulkan dari berbagai sumber baik dari pemerintahan maupun masyarakat dalam rangka penanggulangan bencana secara berkelanjutan, termasuk pemulihan atas risiko kerusakan BMN, sehingga pelayanan umum yang berkelanjutan dan berkesinambungan tetap dapat dilaksanakan.

Sebagaimana best practice penggunaan lembaga pengelola pooling fund bencana tersendiri, seperti Pemerintah Australia yang telah membentuk Comcover sebagai lembaga pengelola pooling fund untuk penanggulangan dampak risiko atas aset publik, maka Pemerintah Indonesia telah membentuk lembaga pengelola Pooling Fund Bencana, yaitu: Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Lembaga ini akan mengelola Pooling Fund Bencana dengan melakukan investasi atas dana tersebut, baik melalui investasi jangka pendek atau investasi jangka panjang, serta melakukan transfer risiko melalui asuransi. Selanjutnya, hasil investasi atas Pooling Fund Bencana tersebut akan dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas fiskal dalam penanggulangan dampak bencana, termasuk kerugian/kerusakan atas BMN yang selama ini didanai oleh APBN/APBD. Dalam jangka pendek, hasil pengelolaan PFB ini dapat dipergunakan untuk pendanaan premi asuransi BMN berupa gedung dan bangunan pada Pemerintah Pusat ataupun BMD pada Pemerintah Daerah.

 

4.    Kesimpulan

Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/BMD, pelaksanaan asuransi BMN harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Berdasarkan data historis sejak tahun 2004, penanggulangan dampak risiko, khususnya terkait dengan kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh bencana, tidak dapat sepenuhnya ditanggung oleh keuangan negara. Satu sisi, tuntutan keberlangsungan penyediaan pelayanan umum yang berkesinambungan tidak terelakan.

Menjawab tantangan tersebut, Pemerintah telah melakukan melakukan terobosan dengan penggunaan skema pooling fund untuk penanggulangan dampak bencana. Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana merupakan milestone baru dalam pendanaan atas kerugian/kerusakan yang terjadi akibat bencana, termasuk kerugian/kerusakan yang menimpa aset publik. Penggunaan Pooling Fund Bencana diharapkan dapat meningkatkan kemampuan fiskal selanjutnya dalam menanggulangi berbagai dampak bencana.

Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup sebagai lembaga tersendiri pengelola Pooling Fund Bencana diharapkan dapat mengelola dana tersebut melalui berbagai bentuk investasi baik jangka panjang maupun kangka panjang, sehingga hasil pengelolaan investasi tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mendanai kerugian atau pemulihan kerusakan yang diakibatkan oleh bencana. Lembaga ini juga diharapkan dapat membantu seluruh penyalur dana dalam menerapkan manajemen risiko bencana secara menyeluruh, sehingga dapat mengurangi beban fiskal, karena risiko dapat dimitigasi lebih baik.

Menindaklanjuti penerbitan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana, pengaturan teknis lebih lanjut atas Asuransi BMN sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 perlu dilakukan  penyesuaian lebih lanjut, khususnya mulai dari proses perencanaan asuransi, pelaksanaan asuransi maupun klaim pertanggungan atas asuransi  BMN.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup selaku lembaga pengelola Pooling Fund Bencana menggunakan dana tersebut dan hasil investasi atas dana tersebut untuk pembayaran premi asuransi BMN, sehingga apabila terdapat klaim asuransi BMN, maka Konsorsium Asuransi BMN akan membayarkan klaim asuransi tersebut kepada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Selanjutnya, lembaga pengelola ini yang akan menanggung seluruh pendanaan yang timbul atas kerusakan BMN, meliputi perbaikan, pembangunan kembali ataupun penggantian atas BMN yang dipertanggungkan.

Dalam rangka peningkatan fiskal dalam menanggulangi dampak bencana, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup diharapkan dapat membantu Kementerian/Lembaga dalam melakukan pengidentifikasian, pengukuran dan penanggulangan risiko serta melaksanakan pengawasan pengelolan risiko aset pada setiap Kementerian/Lembaga.

Apabila 2 (dua) peranan penting Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup dilaksanakan dalam pengasuransian BMN, yaitu sebagai penyedia dana penanggulangan dampak kerugian/kerusakan atas BMN yang tidak dapat dimitigasi dan peranan dalam penguatan penerapan manajemen risiko di Kementerian/Lembaga atas BMN, maka keterbatasan fiskal dalam menanggulangi kerugian/kerusakan BMN tersebut dapat ditanggulangi bahkan kemampuan keuangan negara dapat ditingkatkan.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini