Latar Belakang
Pandemi
Covid-19 telah membawa dampak hampir di semua sektor kehidupan. Mengacu pada situs worldometers.info
total kasus terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di dunia per 19 Oktober
2021 mencapai 241.832.365 orang, dengan rincian sebanyak 4.919.283 meninggal
dunia, 219.102.092 orang telah sembuh, dan kasus aktif sebanyak 17.810.990
orang. Sedangkan khusus di Indonesia kasus positif Covid-19 mencapai 4.235.384
orang, sembuh sebanyak 4.076.541, meninggal sebanyak 143.049, dan kasus aktif
sebanyak 17.374 orang.
Di
Indonesia, angka pengangguran akibat pandemi Covid-19 meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka pengangguran di Indonesia bertambah 1,82 juta sejak Februari
2020 hingga Februari 2021, sehingga
dengan bertambahnya angka pengangguran ini, sekarang jumlah pengangguran
menjadi 8,75 juta jiwa. Meningkatnya angka pengangguran akibat pandemi Covid-19
ini sudah pasti akan mengakibatkan angka kemiskinan juga naik. BPS mencatat
angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan
posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi
9,78 persen.
Terdapat beberapa golongan masyarakat pada saat pandemi ini
yang sangat terdampak. Siapakah golongan masyarakat itu? Diantaranya adalah para
Penanggung Hutang. Mengacu pada Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian
Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang
Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dengan Mekanisme Crash Program Tahun
Anggaran 2021, Penanggung Hutang adalah badan
dan/atau orang yang berutang menurut peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Masih beruntung apabila Penanggung Hutang itu masih
bekerja dan mempunyai penghasilan untuk melakukan angsuran. Sebagian
pendapatannya masih bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya tentu saja
dengan keterbatasan situasi dan kondisi. Namun apabila Penanggung Hutang itu
tidak bekerja atau baru saja di pemutusan hubungan kerja (PHK) dari tempatnya
bekerja akibat dari pandemi ini, tidak bisa dibayangkan bagaimana mereka akan
mengangsur hutang dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tanpa sumber
penghasilan/pendapatan yang biasanya mereka terima.
Menghadapi fenomena seperti ini sudah sepatutnya negara
melalui pemerintahannya hadir untuk menyelamatkan warganya dari penderitaan
yang berkepanjangan. Dalam hal ini Kementerian Keuangan c.q. Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang
pengelolaan piutang Negara turut andil dalam menyikapi situasi sulit yang
dihadapi oleh Penanggung Hutang tersebut. Crash Program Keringanan Utang
menjadi salah satu jawaban dan solusi yang dihadirkan. Program unggulan ini
merupakan salah satu wujud kehadiran Negara untuk masyarakat di kala pandemi.
Pembahasan
Dalam penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi
nasional diperlukan keseimbangan dari kebijakan di bidang kesehatan dan
ekonomi, agar keduanya dapat berjalan beriringan dan dapat mengungkit satu sama
lain.
Crash Program termasuk
dalam kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan
atau panduan atau landasan yang biasanya dilakukan oleh pemerintah atau
pimpinan sebuah negara untuk mengatur kondisi keuangan dan pendapatan negara. Kebijakan
fiskal juga berguna untuk mengarahkan ekonomi suatu negara menjadi lebih baik
dengan cara mengubah maupun memperbarui pengeluaran serta pemasukan pemerintah.
Melalui kebijakan fiskal, pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap
pengendalian pengeluaran serta penerimaan pemerintah dan negara.
Dana yang
terkumpul tersebut dianggap oleh pemerintah sebagai pendapatan dan kemudian
digunakan sebagai pengeluaran melalui program yang dibuat pemerintah. Program
yang dibuat pemerintah tersebut bertujuan untuk dapat menghasilkan capaian atas
pendapatan nasional, produksi serta perekonomian dan digunakan pula sebagai
perangkat keseimbangan di perekonomian negara. Singkatnya, kebijakan fiskal
adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan pemerintah untuk dapat mengontrol
pendapatan serta pengeluaran dana negara agar ekonomi negara tersebut menjadi
lebih baik.
Dasar
hukum Crash Program diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
PMK-15/PMK.06/2021 tanggal 8 Februari 2021 tentang Penyelesaian Piutang Intansi
Pemerintah Yang Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara Dengan Mekanisme Crash Program.
Pengertian
Crash Program menurut peraturan tersebut adalah optimalisasi penyelesaian Piutang
Negara yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk pemberian keringanan hutang
atau moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara. Keringanan Hutang adalah
pengurangan pembayaran pelunasan hutang oleh Penanggung Hutang dengan diberikan
pengurangan pokok, bunga, denda, ongkos / biaya lainnya. Sedangkan Moratorium
Tindakan Hukum atas Piutang Negara adalah penghentian tindakan hukum penagihan
Piutang Negara untuk sementara.
Kebijakan Crash Program sendiri
diterbitkan untuk melaksanakan amanat
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, yaitu perlu diatur tata cara
penyelesaian piutang instansi pemerintah yang diurus/ dikelola oleh Panitia
Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya piutang
terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan piutang berupa kredit pemilikan rumah
sederhana/ rumah sangat sederhana, serta piutang instansi pemerintah dengan
jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Tujuan dibuat kebijakan Crash Program adalah untuk mempercepat
penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah sekaligus memberikan stimulus
dan untuk meringankan Penanggung Hutang di masa pandemi Covid – 19, disamping
itu negara juga memperoleh penerimaan negara dari pembayaran/pelunasan hutang
para Penanggung Hutang.
Crash
Program berupa
keringanan hutang diberikan kepada
Penanggung Hutang yang dituangkan dalam surat persetujuan yang meliputi:
1. Pemberian
keringanan seluruh sisa hutang bunga, denda, dan ongkos / biaya lainnya;
2. Pemberian
keringanan hutang pokok :
a. sebesar
35 % (tiga puluh lima persen) dari sisa hutang pokok, dalam hal Piutang Negara
didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
b. sebesar
60 % (enam puluh persen) dari sisa hutang pokok, dalam hal Piutang Negara tidak
didukung barang jaminan berupa tanah atau tanah dan bangunan;
3. Tambahan
keringanan hutang pokok apabila dilakukan pelunasan dalam waktu sebagai berikut
:
a.
sampai
dengan Juni 2021, sebesar 50% (lima puluh persen) dari sisa hutang pokok
setelah diberikan keringanan;
b. pada
Juli sampai dengan September 2021 hari kerja, sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari sisa hutang pokok setelah diberikan keringanan; atau
c. pada Oktober sampai dengan tanggal 20 Desember 2021, sebesar 20% (dua puluh persen) dari sisa hutang pokok setelah diberikan keringanan.
Sedangkan
Crash Program dalam bentuk moratorium
tindakan hukum diberikan
berupa:
a.
penundaan
penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain;
b.
penundaan
pelaksanaan lelang; dan/ atau
c.
penundaan
paksa badan,
sampai dengan status bencana nasional
mengenai pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Secara nasional terdapat potensi
sebanyak 36.283 BKPN (Berkas Kasus Piutang Negara) atau Penanggung Hutang yang
bisa memanfaatkan Crash Program dengan
nilai piutang sebesar Rp1.169.469.954.277,00. Dalam perkembangannya, sampai dengan September 2021 terdapat 1.356
BKPN/Penanggung Hutang yang telah mengikuti Crash
Program dengan nilai piutang Rp79.838.479.123,00. Dari jumlah di atas
Penanggung Hutang yang telah terealisasi memanfaatkan Crash Program adalah sebanyak 1.277 BKPN dengan nilai piutang
sebesar Rp19.905.649.183,00.
Dengan kebijakan Crash Program inilah Negara dalam hal ini Kementerian Keuangan RI
c.q. DJKN berharap masyarakat bisa memanfaatkan sebaik-baiknya sehingga tujuan
awal atau filosofi yang mendasari kebijakan ini dapat tercapai. Adapun tujuan
dimaksud yaitu melaksanakan amanat Pasal
39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2021, bahwa perlu diatur tata cara penyelesaian
piutang instansi pemerintah yang diurus/ dikelola oleh Panitia Urusan Piutang
Negara/ DJKN, khususnya piutang terhadap usaha mikro, kecil, menengah, dan
piutang berupa kredit pemilikan rumah sederhana/ rumah sangat sederhana, serta
piutang instansi pemerintah dengan jumlah sampai dengan Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) bisa terwujud.
Selain itu tujuan utama kebijakan Crash Program adalah meringankan beban
Penanggung Hutang di kala pandemi Covid-19. Sehingga mereka bisa segera menyelesaikan hutangnya
dengan lebih ringan kemudian bisa melanjutkan hidup dan usaha mereka dengan
tenang. Kualitas hidup mereka diharapkan meningkat, sehingga dapat meningkatkan
daya tahan tubuh/immunitas.
Secara makro, dengan kebijakan Crash Program ini negara juga bisa
memperoleh pemasukan/pendapatan dari pembayaran hutang para Penanggung Hutang
dimaksud dan mengalokasikan pendapatan tersebut untuk mendukung kebijakan yang
lainnya dalam usaha menanggulangi bencana pandemi Covid-19. Dengan hal ini
diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat bergerak ke arah yang lebih baik.
Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Kesimpulan
Kebijakan Crash Program adalah suatu kebijakan dari pemerintah dalam hal ini
Kementerian Keuangan c.q. DJKN yang waktu dan pelaksanaanya sudah sangat tepat
di kala pandemi Covid-19 ini. Crash
Program adalah salah satu wujud kehadiran negara untuk rakyatnya dengan
tujuan untuk mengurangi beban berat hidup masyarakat, khususnya Penanggung
Hutang, sebagai akibat dari wabah/pandemi Covid-19.
Dari uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Crash Program mencerminkan prinsip gotong royong
antara pemerintah dengan rakyat;
2. Crash Program memberikaan manfaat lebih kepada
masyarakat, yakni membuat Penanggung Hutang terbebas dari hutang dengan lebih ringan
dan terjangkau;
3. Dengan
hidup tanpa hutang, kualitas hidup diharapkan dapat meningkat dan dikuti pula
dengan meningkatnya immune/daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit;
4. Dengan
Crash Program negara memperoleh manfaat
berupa penerimaan/pendapatan dari pembayaran hutang para Penanggung Hutang,
yang dapat digunakan untuk mendukung kebijakan negara dalam rangka menanggulangi
pandemi Covid-19;
5. Crash Program juga diharapkan mampu membawa ekonomi negara
bergerak ke arah yang lebih baik;
6. Dari
sisi religi, Crash Program membantu
agar para Penanggung Hutang terbebas dari dosa yang tidak diampuni yakni
kelalaian dalam menyelesaikan hutang. Seseorang yang berutang maka wajib hukumnya membayar. Jika tidak, maka
dosanya tak akan diampuni sekalipun orang yang berutang itu mendapat kemuliaan
mati syahid. Dalam sebuah hadist dari Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah
SAW bersabda: يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ Artinya:
“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang." (HR Muslim No. 1886)
b. Rekomendasi
Di masa pandemi seperti
ini, kebijakan Crash Program adalah
suatu kebijakan yang tepat sasaran dalam membantu masyarakat meringankan beban
hidupnya. Di sinilah wujud negara benar-benar hadir untuk rakyatnya. Dalam
kondisi luar biasa seperti ini pelayanan tidak dapat dilakukan secara
biasa/bisnis as usual. Perlu dilakukan inovasi dan adaptasi kebijakan
yang kiranya mampu tepat guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
masyarakat. Alangkah baiknya supaya kebijakan seperti Crash Program ini bisa ditiru oleh Kementerian/Lembaga Negara yang
lainnya maupun BUMN/BUMD. Di masa sulit seperti ini hendaklah semua
Kementerian/Lembaga Negara maupun BUMN/BUMD mengambil kebijakan yang
mencerminkan sifat gotong royong dalam menghadapi wabah/pandemi Covid-19.
Daftar Pustaka :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-15/PMK.06/2021
tanggal 8 Februari 2021 tentang Penyelesaian Piutang Intansi Pemerintah Yang
Diurus/Dikelola Oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara Dengan Mekanisme Crash Program.
Tiara Shelavi (2021, 21 October). Update Covid-19 Global 21 Oktober 2021:
Total Kasus di Seluruh Dunia 242,8 Juta, 17,8 Juta Dirawat, dari https://www.tribunnews.com/corona/2021/10/21/update-Covid-19-global-21-oktober-2021-total-kasus-di-seluruh-dunia-2428-juta-178-juta-dirawat.
Antonius Purwanto (2021, 21 October 2021). Ekonomi Dunia Pada Masa Pandemi Covid-19:Dari
Dampak Hingga Proyeksi Pertumbuhan 2021-2022, dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/ekonomi-dunia-di-masa-pandemi-Covid-19-dari-dampak-hingga-proyeksi-pertumbuhan-2021-2022.
Khazanah Islam (2021, 21 October), dari https://dompetdhuafa.org/id/berita/detail/hukum-hutang-dalam-islam.
Laporan
Update Crash Program Subdit PNKNL (Oktober 2021).
Penulis : Haryono - Juru Sita pada KPKNL Yogyakarta