Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Mamuju > Artikel
Optimalisasi Peran Pengelola dan Pengguna Barang Dalam Upaya Menekan Polusi Udara
Ida Kade Sukesa
Kamis, 02 November 2023   |   116 kali

Permasalahan polusi udara khususnya yang melanda DKI Jakarta dan sekitarnya telah menjadi perbincangan dan mendapatkan sorotan publik belakangan ini. Berdasarkan data website IQAir per 31 Oktober 2023, Air Quality Indeks (AQI) Jakarta sebesar 144 dan masuk dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif serta menempati posisi 11 dengan indeks kualitas terburuk dari seluruh kota di dunia. Salah satu yang menjadi parameter polusi adalah konsentrasi Partikular Matter (PM) 2.5 yang merupakan partikel udara berukuran lebih kecil atau sama dengan 2.5 mikrometer. Partikel ini dapat membahayakan karena berpotensi masuk kedalam area alveoli paru-paru manusia. Dari berbagai sumber penyebab PM 2.5 tersebut diantaranya adalah emisi gas buang kendaraan bermotor dan pemanasan global. Tentunya permasalahan yang disebabkan oleh berbagai faktor ini harus ditanggulangi dengan melibatkan beberapa pihak serta tidak menutup kemungkinan pihak dimaksud meliputi Pengelola Barang dan Pengguna Barang.  

Aspek Regulasi Terkait RKBMN

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172/PMK.06/2020 Tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara, telah diatur mengenai ketentuan SBSK BMN Berupa Kendaraan Jabatan dan Kendaraan Operasional. Dalam PMK dimaksud, dijelaskan bahwa standar barang atas kendaraan jabatan maupun operasional tidak boleh melebihi batas maksimal dari ketentuan parameter jenis dan spesifikasi, baik besaran cc maupun silinder.

Seperti diketahui, bahwa telah terbit Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Diktum Kedua poin 4 huruf c disebutkan bahwa Kementerian Keuangan agar membuat kebijakan untuk percepatan pengadaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai melalui kebijakan moratorium pengadaan kendaraan konvensional, baik baru maupun penggantian, dengan tetap memperhatikan kondisi BMN yang ada serta prinsip efisiensi dan efektivitas anggaran.

Dalam rangka implementasi Inpres tersebut, Pengelola Barang perlu menindaklanjutinya dengan menyusun rumusan baru mengenai standar barang dan standar kebutuhan atas BMN berupa kendaraan jabatan maupun kendaraan operasional bermotor listrik berbasis baterai. Melihat urgensi dari tingkat polusi udara khususnya di DKI Jakarta dan beberapa kota lainnya, sudah semestinya pengelola barang melakukan percepatan penyesuaian aturan agar setiap K/L dapat segera mengajukan usulan pengadaan kendaraan listrik baik melalui mekanisme RKBMN maupun Perubahan RKBMN dengan tetap memperhatikan kondisi eksisting BMN.

Selain itu, dalam hal pemenuhan usulan kebutuhan kendaraan jabatan maupun operasional dilakukan melalui mekanisme pemanfaatan serta kendaraan yang diusulkan bukan merupakan jenis Battery Electric Vehicle, maka dapat ditambahkan sertifikat lulus uji emisi sebagai syarat dilaksanakannya sewa. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kendaraan yang akan disewa telah lulus proses uji emisi dan tidak turut menyumbang emisi karbon.

Monitoring Implementasi SE-6/MK.1/2019 Tentang Penerapan Kantor Ramah Lingkungan

Kementerian Keuangan terus melakukan upaya pembentukan budaya organisasi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan kerja salah satunya dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-6/MK.1/2019 tentang Penerapan Kantor Ramah Lingkungan. Dengan istilah yang lebih dikenal dengan Eco Office, setiap Kantor Kementerian Keuangan dituntut untuk bisa mewujudkan 5 (lima) program yaitu pengurangan sampah plastik dan kertas, penghematan energi listrik, penghematan penggunaan air, kebersihan ruang kerja, pengelolaan sampah.

Pencemaran udara selain disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor, juga dapat diakibatkan oleh global warming serta limbah batu bara dalam kaitannya sebagai pembangkit listrik. Kedua faktor tersebut setidaknya dapat ditekan dengan mengoptimalkan peran serta pengguna barang. Mengacu pada issue global yakni climate change maka sudah saatnya kita meningkatkan kesadaran akan pembatasan pemakaian bahan kertas dan plastik. Pada tahun 2022, tercatat sebanyak 12,5 juta ton sampah plastik dihasilkan di Indonesia atau sebesar 18,2 persen dari total sampah masyarakat Indonesia. Hal yang perlu diketahui bahwa sampah plastik dapat mengeluarkan gas metana dan etilena saat terpapar sinar matahari yang turut menjadi salah satu penyebab terjadinya pencemaran udara. Untuk mengantisipasi dampak buruk tersebut, Melalui SE-6/MK.1/2019 terdapat program yang bersinggungan dengan upaya pengurangan angka polusi, diantaranya:

a.    Larangan sampah plastik dan pembatasan konsumsi kertas

Kebijakan menghindari penggunaan barang berbahan dasar plastik patut menjadi pertimbangan bagi pengguna barang, misalnya dengan larangan konsumsi botol plastik yang diikuti dengan pengadaan tumbler. Selain itu manajemen pengadaan kertas juga bisa menjadi pilihan dengan menciptakan aturan maksimal penggunaan kertas dalam sebulan dan mengurangi pengadaan kertas sebagai persediaan. Dengan adanya pembatasan konsumsi kertas diharapkan dapat menekan jumlah produksi sehingga pohon yang ditebang akan turut berkurang.

b.    Penggunaan barang ramah lingkungan dan pembatasan konsumsi listrik

Peralihan lampu listrik menjadi lampu solar cell merupakan salah satu bentuk pengalihan barang electrical menjadi non electrical. Pengalihan ini menjadi opsi pengguna barang dalam upaya menekan konsumsi listrik di kantor, disamping penggunaan barang ramah lingkungan lainnya seperti penghemat air, penggunaan bahan daur ulang, pemanfaatan panel surya, dan lain sebagainya. Kebijakan mematikan Air Conditioner (AC) diluar jam kerja juga perlu dilakukan. Bila upaya ini dilaksanakan secara masif, diharapkan akan menurunkan pengaruh efek buruk pencemaran limbah batu bara karena penurunan produksi listrik.

Sebuah aturan tidak akan menjadi efektif bila aspek pengawasannya lemah, maka dari itu perlu dilakukan monitoring atas implementasi SE-6/MK.1/2019 ini. Penerapan surat edaran dimaksud juga menjadi bagian dari Rekayasa Perilaku (Behavioral Engineering) agar seluruh pegawai Kementerian Keuangan memiliki peran serta dalam menekan setiap faktor penyebab terjadinya polusi udara.

Ditulis oleh Pranadhitya Putra Priambogo – Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Mamuju

Artikel ini merupakan artikel kesembilan dari serial artikel khusus yang digunakan untuk menyebarkan informasi/pengetahuan mengenai pengelolaan BMN kepada pengguna jasa yang bertajuk Merindu BMN yaitu Media Ruang Informasi dan Edukasi Barang Milik Negara.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini