Kesadaran
mengenai pentingnya pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) sejatinya telah mulai
muncul sejak beberapa dekade belakangan ini. Bahkan Menteri Keuangan Sri
Mulyani menyampaikan bahwa pengelolaan aset akan menjadi semakin penting di
masa depan sebagaimana dilansir dari detik finace. Dalam kesempatan lainnya,
seperti dilansir dari berita online Kompas, Sri Mulyani mendorong para Pengelola
Aset Negara untuk memaksimalkan potensi aset yang dikelola, sehingga aset
dimaksud tidak menjadi mubazir.
Berangkat
dari situasi itu, sebenarnya gagasan mengenai masa depan pengelolaan kekayaan Negara mulai
memperlihatkan bentuknya. Sebagai Pengelola Barang, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) diharapkan dapat menjadi
akumulator BMN untuk kemudian mengalokasikannya se-efisien
dan se-efektif
mungkin, termasuk di dalamnya menjadi lembaga yang menentukan dan mengarahkan pengelolaan
(penggunaan, pemanfaatan dan seterusnya) setiap BMN pada Pengguna Barang dengan berbekal instrumen-instrumen yang andal (termasuk data driven policy). Hal ini
menjadi semakin penting di tengah disrupsi teknologi yang berdampak secara
langsung pada kebutuhan ruang kerja, atau secara tidak langsung melalui
perubahan kebutuhan pegawai yang semakin sedikit, sehingga di masa depan jumlah
tanah dan/atau gedung yang dibutuhkan pun akan terkoreksi.
Menurut hemat penulis, pekerjaan
tersulit dan paling menentukan masa depan pengelolaan BMN bukan hanya aspek-aspek
regulasi, teknis dan praktis pengelolaan (termasuk proses bisnisnya), tetapi juga menciptakan awareness Pengelola Barang, Pengguna Barang dan
bahkan seluruh masyarakat tentang arah pengelolaan BMN itu
sendiri. Sampai saat ini penulis
meyakini bahwa silo mentality masih
kental dalam pengelolaan BMN terutama dalam pengelolaan BMN idle. Dalam artikel ini penulis mencoba
memulai dari hal yang paling mendasar, yaitu menemukan pengertian yang lengkap
dari BMN itu sendiri. Tentu pengertian yang dibentuk disini tidak dimaksudkan
untuk menggeser pengertian yang ada namun untuk memperkaya khasanah pintu masuk
menuju konsep besar bernama pengelolaan BMN/manajemen aset negara
Definisi/pengertian BMN
Definisi dalam begitu banyak hal selalu menjadi pintu
masuk menuju bangunan suatu konsep yang sangat
luas. Ketika kita masuk
ke bangunan yang bernama Pengelolaan BMN kita akan bertemu pada definisi BMN sebagaimana yang tercantum dalam berbagai peraturan
perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN yaitu semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lain yang sah. Selanjutnya,
pertanyaannya adalah apakah
definisi ini cukup merepresentasikan BMN? Atau, apakah dengan melihat
definisi ini untuk pertama kali, orang akan langsung faham dengan apa
itu BMN lantas dapat bertindak berdasarkan itu? Tentu dengan kenyataan bahwa pada
prinsipnya kadang orang hanya membaca gambaran umumnya saja dari sebuah konsep,
bahkan hanya definisinya saja. Menurut hemat penulis definisi ini saja belum cukup, karena belum mampu
memberikan pemahaman umum yang lengkap mengenai BMN dalam seluruh dimensinya,
yang dapat meningkatkan awarness
mengenai pengelolaan BMN hanya dengan sekali baca.
Definisi di atas setidaknya bermula dari Pasal 1 angka
10 dan angka 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (atau lebih awal lagi), kemudian menjadi standar di semua ketentuan di bawahnya.
Jika ditilik secara mendalam dari sumber-sumber tersebut kita dapat memahami
bahwa rumusan definisi ini dibuat dalam dalam alam berpikir akuntansi keuangan negara bukan pengelolaan/manajemen sehingga dimensi
yang ter-capture adalah dimensi perolehannya/pengadaannya dan menonjolkan aspek akuntabilitas pencatatan (penatausahaan). Definisi ini, menurut hemat
penulis dalam perspektif
pengelolaan menjadi kurang memadai sebagai pintu masuk.
Pengelolaan BMN
sesungguhnya memiliki
berbagai dimensi. Jika kita urut menggunakan logika daur
hidup aset setidaknya mulai dari dimensi perencanaan kebutuhan
dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan
dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan
dimensi pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta yang tidak
kalah penting pemaknaan secara harfiah.
Secara umum menurut hemat penulis,
dari dimensi perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
BMN memiliki arti barang yang direncanakan untuk diadakan untuk kepentingan
pelaksanaan tugas dan fungsi (termasuk di dalamnya
pelayanan
kepada masyarakat) yang
dianggarkan secara prudent dan akuntabel.
Dari
dimensi perolehan/pengadaan pengertian awal di atas menurut
hemat penulis sudah
memenuhi. Selanjutnya, dari dimensi penggunaan, BMN
dapat diartikan sebagai barang yang digunakan hanya untuk pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan/negara. Dari dimensi pemanfaatan, BMN dimaknai sebagai
bentuk alternatif pengelolaan dalam hal penggunaan tidak dapat dilakukan tentu dengan berpedoman pada ketentuan pengelolaan
dengan mempertimbangkan efektifitas dan efesiensi dengan (salah satunya)
menggunakan analisis highest and the best
use.
Selanjutnya,
dari dimensi pengamanan
dan pemeliharaan, penilaian, penatausahaan, dan
dimensi pembinaan, pengawasan dan pengendalian, BMN memiliki makna penyelenggaraan pengelolaan dilakukan
dengan proses yang akuntabel, dan di dalamnya juga mengandung makna bahwa Pengelola
Barang mengawasi pengggunaan BMN, yang dalam hal tidak digunakan sesuai
peruntukan memiliki kewenangan untuk mengakumulasikannya lagi, untuk kemudian dialokasikan
ke dalam peruntukan lain yang lebih efektif dan efisien (Pengelola sebagai
akumulator/alokator). Sementara itu dimensi pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, memiliki makna bahwa kemungkinan pelepasan hak dengan
segala variasinya sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan.
Lantas bagaimana
secara harfiah? Mengenai kata barang dan Negara, barangkali kata-kata ini merupakan
sesuatu yang sudah jelas. Karenanya dalam artikel ini penulis mencoba berfokus
membedah kata milik saja secara lebih mendalam. Sesuai dengan Kamus Besar
Bahasa Indonesia milik diartikan sebagai kepunyaan atau hak, yang mana milik
pribadi dari perfektif hukum dimaknai sebagai barang yang dimiliki oleh
seseorang dan sepenuhnya dapat dipindahtangankan oleh pemiliknya. Dari sini, secara
bebas, kita dapat menarik suatu pengertian bahwa BMN adalah barang yang
dipunyai atau dihaki oleh Negara, yang mana negara memiliki hak untuk
memindahtangankan barang tersebut.
Berangkat dari
hal tersebut, tentu meramu suatu pengertian yang benar-benar lengkap menyangkut
seluruh dimensi itu akan menghasilkan pengertian yang rumit dan panjang. Untuk itu,
untuk kepentingan
pengelolaan BMN penulis mem-propose
definisi BMN sebagai barang yang dipunyai/dihaki oleh Negara, yang digunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dan/atau kenegaraan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan baik secara langsung
atau tidak langsung, sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan termasuk
didalamnya akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi. Definisi ini, menurut hemat penulis telah dapat
merepresentasikan dimensi-dimensi pengelolaan BMN, meskipun masih sangat terbuka dengan penambahan atau perbaikan.
Tentu penulis
disini tidak sedang mengusulkan agar definisi ini digunakan dalam peraturan
perundang-undangan, melainkan untuk tujuan meningkatkan awarness, yaitu sebagai pintu masuk bagi siapapun untuk mencoba
mempelajari/memahami BMN atau setidaknya untuk membuka diskusi yang lebih
mendalam mengenai BMN. Bagi masyarakat pemahaman itu menjadi bekal untuk
melihat BMN dengan cara yang lengkap, yang dapat menjadi instrumen kontrol yang
konstruktif. Bagi Pengguna Barang diharapkan dapat mengikis silo mentality, karena BMN adalah kepunyaan Negara bukan kepunyaan
Kementerian/Lembaga tertentu, dan penggunaan dan pemanfaatannya harus dilakukan sesuai
ketentuan perundang-undangan. Sementara bagi Pengelola Barang dan para
pelaksananya pengertian ini dapat menjadi paradigma berpikir dalam mengelola
aset negara.
Ditulis oleh
Ida Kade Sukesa/Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Mamuju
Artikel ini merupakan artike
kedelapan dari serial artikel khusus yang digunakan untuk menyebarkan
informasi/pengetahuan mengenai pengelolaan BMN kepada pengguna jasa yang
bertajuk Merindu BMN yaitu Media Ruang Informasi dan Edukasi Barang Milik
Negara.