Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Mamuju > Artikel
Menuju Masa Depan Pengelolaan BMN: Mencari Pengertian/Definisi BMN
Ida Kade Sukesa
Selasa, 31 Oktober 2023   |   139 kali

Kesadaran mengenai pentingnya pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) sejatinya telah mulai muncul sejak beberapa dekade belakangan ini. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pengelolaan aset akan menjadi semakin penting di masa depan sebagaimana dilansir dari detik finace. Dalam kesempatan lainnya, seperti dilansir dari berita online Kompas, Sri Mulyani mendorong para Pengelola Aset Negara untuk memaksimalkan potensi aset yang dikelola, sehingga aset dimaksud tidak menjadi mubazir.

Berangkat dari situasi itu, sebenarnya gagasan mengenai masa depan pengelolaan kekayaan Negara mulai memperlihatkan bentuknya. Sebagai Pengelola Barang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) diharapkan dapat menjadi akumulator BMN untuk kemudian mengalokasikannya se-efisien dan se-efektif mungkin, termasuk di dalamnya menjadi lembaga yang menentukan dan mengarahkan pengelolaan (penggunaan, pemanfaatan dan seterusnya) setiap BMN pada Pengguna Barang dengan berbekal instrumen-instrumen yang andal (termasuk data driven policy). Hal ini menjadi semakin penting di tengah disrupsi teknologi yang berdampak secara langsung pada kebutuhan ruang kerja, atau secara tidak langsung melalui perubahan kebutuhan pegawai yang semakin sedikit, sehingga di masa depan jumlah tanah dan/atau gedung yang dibutuhkan pun akan terkoreksi.

Menurut hemat penulis, pekerjaan tersulit dan paling menentukan masa depan pengelolaan BMN bukan hanya aspek-aspek regulasi, teknis dan praktis pengelolaan (termasuk proses bisnisnya), tetapi juga menciptakan awareness Pengelola Barang, Pengguna Barang dan bahkan seluruh masyarakat tentang arah pengelolaan BMN itu sendiri. Sampai saat ini penulis meyakini bahwa silo mentality masih kental dalam pengelolaan BMN terutama dalam pengelolaan BMN idle. Dalam artikel ini penulis mencoba memulai dari hal yang paling mendasar, yaitu menemukan pengertian yang lengkap dari BMN itu sendiri. Tentu pengertian yang dibentuk disini tidak dimaksudkan untuk menggeser pengertian yang ada namun untuk memperkaya khasanah pintu masuk menuju konsep besar bernama pengelolaan BMN/manajemen aset negara

Definisi/pengertian BMN

Definisi dalam begitu banyak hal selalu menjadi pintu masuk menuju bangunan suatu konsep yang sangat luas. Ketika kita masuk ke bangunan yang bernama Pengelolaan BMN kita akan bertemu pada definisi BMN sebagaimana yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan BMN yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lain yang sah. Selanjutnya, pertanyaannya adalah apakah definisi ini cukup merepresentasikan BMN? Atau, apakah dengan melihat definisi ini untuk pertama kali, orang akan langsung faham dengan apa itu BMN lantas dapat bertindak berdasarkan itu? Tentu dengan kenyataan bahwa pada prinsipnya kadang orang hanya membaca gambaran umumnya saja dari sebuah konsep, bahkan hanya definisinya saja. Menurut hemat penulis definisi ini saja belum cukup, karena belum mampu memberikan pemahaman umum yang lengkap mengenai BMN dalam seluruh dimensinya, yang dapat meningkatkan awarness mengenai pengelolaan BMN hanya dengan sekali baca.

Definisi di atas setidaknya bermula dari Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (atau lebih awal lagi), kemudian menjadi standar di semua ketentuan di bawahnya. Jika ditilik secara mendalam dari sumber-sumber tersebut kita dapat memahami bahwa rumusan definisi ini dibuat dalam dalam alam berpikir akuntansi keuangan negara bukan pengelolaan/manajemen sehingga dimensi yang ter-capture adalah dimensi perolehannya/pengadaannya dan menonjolkan aspek akuntabilitas pencatatan (penatausahaan). Definisi ini, menurut hemat penulis dalam perspektif pengelolaan menjadi kurang memadai sebagai pintu masuk.

Pengelolaan BMN sesungguhnya memiliki berbagai dimensi. Jika kita urut menggunakan logika daur hidup aset setidaknya mulai dari dimensi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan dimensi pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta yang tidak kalah penting pemaknaan secara harfiah.

Secara umum menurut hemat penulis, dari dimensi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, BMN memiliki arti barang yang direncanakan untuk diadakan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi (termasuk di dalamnya pelayanan kepada masyarakat) yang dianggarkan secara prudent dan akuntabel. Dari dimensi perolehan/pengadaan pengertian awal di atas menurut hemat penulis sudah memenuhi. Selanjutnya, dari dimensi penggunaan, BMN dapat diartikan sebagai barang yang digunakan hanya untuk pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan/negara. Dari dimensi pemanfaatan, BMN dimaknai sebagai bentuk alternatif pengelolaan dalam hal penggunaan tidak dapat dilakukan tentu dengan berpedoman pada ketentuan pengelolaan dengan mempertimbangkan efektifitas dan efesiensi dengan (salah satunya) menggunakan analisis highest and the best use.

Selanjutnya, dari dimensi pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penatausahaan, dan dimensi pembinaan, pengawasan dan pengendalian, BMN memiliki makna penyelenggaraan pengelolaan dilakukan dengan proses yang akuntabel, dan di dalamnya juga mengandung makna bahwa Pengelola Barang mengawasi pengggunaan BMN, yang dalam hal tidak digunakan sesuai peruntukan memiliki kewenangan untuk mengakumulasikannya lagi, untuk kemudian dialokasikan ke dalam peruntukan lain yang lebih efektif dan efisien (Pengelola sebagai akumulator/alokator). Sementara itu dimensi pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, memiliki makna bahwa kemungkinan pelepasan hak dengan segala variasinya sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan.

Lantas bagaimana secara harfiah? Mengenai kata barang dan Negara, barangkali kata-kata ini merupakan sesuatu yang sudah jelas. Karenanya dalam artikel ini penulis mencoba berfokus membedah kata milik saja secara lebih mendalam. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia milik diartikan sebagai kepunyaan atau hak, yang mana milik pribadi dari perfektif hukum dimaknai sebagai barang yang dimiliki oleh seseorang dan sepenuhnya dapat dipindahtangankan oleh pemiliknya. Dari sini, secara bebas, kita dapat menarik suatu pengertian bahwa BMN adalah barang yang dipunyai atau dihaki oleh Negara, yang mana negara memiliki hak untuk memindahtangankan barang tersebut.

Berangkat dari hal tersebut, tentu meramu suatu pengertian yang benar-benar lengkap menyangkut seluruh dimensi itu akan menghasilkan pengertian yang rumit dan panjang. Untuk itu, untuk kepentingan pengelolaan BMN penulis mem-propose definisi BMN sebagai barang yang dipunyai/dihaki oleh Negara, yang digunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan dan/atau  kenegaraan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan baik secara langsung atau tidak langsung, sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan termasuk didalamnya akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi. Definisi ini, menurut hemat penulis telah dapat merepresentasikan dimensi-dimensi pengelolaan BMN, meskipun masih sangat terbuka dengan penambahan atau perbaikan.

Tentu penulis disini tidak sedang mengusulkan agar definisi ini digunakan dalam peraturan perundang-undangan, melainkan untuk tujuan meningkatkan awarness, yaitu sebagai pintu masuk bagi siapapun untuk mencoba mempelajari/memahami BMN atau setidaknya untuk membuka diskusi yang lebih mendalam mengenai BMN. Bagi masyarakat pemahaman itu menjadi bekal untuk melihat BMN dengan cara yang lengkap, yang dapat menjadi instrumen kontrol yang konstruktif. Bagi Pengguna Barang diharapkan dapat mengikis silo mentality, karena BMN adalah kepunyaan Negara bukan kepunyaan Kementerian/Lembaga tertentu, dan penggunaan dan pemanfaatannya harus dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan. Sementara bagi Pengelola Barang dan para pelaksananya pengertian ini dapat menjadi paradigma berpikir dalam mengelola aset negara.

Ditulis oleh Ida Kade Sukesa/Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Mamuju

Artikel ini merupakan artike kedelapan dari serial artikel khusus yang digunakan untuk menyebarkan informasi/pengetahuan mengenai pengelolaan BMN kepada pengguna jasa yang bertajuk Merindu BMN yaitu Media Ruang Informasi dan Edukasi Barang Milik Negara.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini