Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 500-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Mamuju > Artikel
Menyoal Penyalahgunaan Jalan Negara atau Jalan Umum
Ida Kade Sukesa
Kamis, 15 Juni 2023   |   2700 kali

Wanita setengah baya itu mematung dalam lamunan, menatap kosong deretan meja-meja dengan kursi-kursi yang tertata rapi di rumah makan sederhana beratap terpal yang baru dia dirikan beberapa minggu ini di pojok pertigaan jalan itu. Tangannya sibuk memlintir ujung jilbab sederhananya hingga kusut. 

“Sudah dua hari ini sepi mas,” jawabnya pelan ketika ditanya apakah dagangannya laris. “Sejak dua hari jalan di depan sana ditutup karena hajatan mas, biasanya ramai di sini,” lanjutnya menjelaskan, sembari beranjak dari tempat duduknya untuk melayani saya.

Saya adalah satu-satunya pembeli di sana, padahal saat itu, jam yang ditempelkan di dinding triplek di atas pintu menuju ruang tengah, yang tampaknya difungsikan sebagai tempat tinggal itu, menunjukkan pukul setengah satu siang, puncaknya waktu makan siang.

Tenda yang menutupi seluruh badan jalan yang menghubungkan kios itu dengan area perkantoran dan komersial telah menghalangi para pembeli untuk berkunjung. Rumah makan itu, saat itu hanya dapat diakses dari jalanan perumahan yang cukup jauh, sempit, bercabang-cabang, dan berliku.

Sambil menikmati ikan kerapu goreng kering, dengan lalapan mentimun dan sayur kol segar, pikiran saya berkecamuk. “Ini saharusnya tidak terjadi, jalan seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi secara serampangan” gumam saya.

Lantas, memikirkan situasi itu, di dalam tulisan ini saya mencoba untuk mendudukkannya dari perpektif pengelolaan barang milik negara/daerah (BMN/D), yang tentu karena jalan itu adalah BMN/D.

Pada Mulanya Seharusnya Jalan Negara Hanya Digunakan Sesuai Dengan Peruntukannya

Sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan sebagaimana telah diubah sebanyak dua kali terakhir dengan UU Nomor 2  Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (untuk selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan UU Jalan), jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori, dan jalan kabel.

Sesuai dengan peruntukannya, jalan dibagi menjadi jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Sementara itu, jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Selanjutnya, tulisan ini akan fokus membahas mengenai jalan umum.

Dalam UU Jalan, jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Selanjutnya, jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Sementara, menurut statusnya jalan umum dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

Secara umum sesuai dengan UU Jalan, penguasaan atas jalan ada pada negara. Penguasaan oleh negara tersebut memberi wewenang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan keberlangsungan pelayanan jalan dalam kesatuan sistem jaringan jalan.

Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan jalan meliputi pengembangan sistem jaringan jalan secara nasional, penyelenggaraan jalan secara umum, penyelenggaraan jalan nasional. Dalam mengembangkan sistem jaringan jalan secara nasional, Pemerintah Pusat menyusun rencana umum jaringan jalan secara nasional dengan memperhatikan rencana pembangunan jangka panjang nasional, rencana tata ruang wilayah, tataran transportasi nasional yang ada dalam sistem transportasi nasional, implementasi pembangunan jalan berkelanjutan, dan rencana pengembangan kawasan prioritas dan terintegrasi antarsektor.

Lebih lanjut, wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan provinsi, yang meliputi meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan provinsi. Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten/kota, pengaturan jalan desa, dan pembinaan jalan desa dalam wilayah kabupaten/kota dimaksud. Selanjutnya wewenang Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan jalan meliputi jalan desa, yang meliputi pembangunan dan pengawasan jalan desa.

Sesuai dengan UU Jalan setiap jalan harus memiliki bagian-bagian jalan yang merupakan ruang yang dipergunakan untuk mobilitas, konstruksi jalan, keperluan peningkatan kapasitas jalan, dan keselamatan bagi pengguna jalan. Bagian-bagian jalan tersebut meliputi: a) ruang manfaat jalan; b) ruang milik jalan; dan c) ruang pengawasan jalan. Selanjutnya penyelenggara jalan diharuskan untuk menjaga bagian-bagian jalan tersebut agar senantiasa berfungsi dengan baik, dalam rangka tertib pemanfaatan jalan.

Ruang manfaat Jalan terdiri atas: a) badan jalan; b) jalur kendaraan bermotor roda dua, pejalan kaki, pesepeda, dan/atau penyandang disabilitas; c) saluran tepi jalan; d) ambang pengaman jalan; e) jalur jaringan utilitas terpadu; dan f) lajur atau jalur angkutan massal berbasis jalan maupun lajur khusus lalu lintas lainnya. Sementara itu, di jalan bebas hambatan dan jalan tol, penyediaan fasilitas pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas dikecualikan.

Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Selanjutnya, ruang pengawasan jalan sebagaimana merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan. Selain memiliki bagian jalan sebagaimana disebutkan di atas, untuk mendukung fungsi Jalan, dapat dibangun bangunan penghubung berupa jembatan dan/atau terowongan guna mengatasi rintangan antarruas jalan.

Ditinjau dari perspektif pengelolaan/penatausahaan BMN/D, jalan nasional adalah BMN, Jalan Provinsi adalah BMD di masing-masing provinsi, dan jalan kabupaten/kota/desa adalah BMD yang dicatat oleh Kabupaten/Kota tertentu. Selanjutnya tanggung jawab pengelolaannya disesuaikan dengan pengelompokan tersebut didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 (PP BMN/D) dan segara turunannya sesuai dengan lingkup kewenangan jenis BMN/D dan seterusnya.

Jika dilihat dari uraian di atas, secara keseluruhan dapat dikatakan jalan harus digunakan sesuai dengan peruntukannya yaitu bagi lalu lintas. Selanjutnya apabila bagian-bagian jalan dimanfaatkan selain sesuai peruntukannya, sesuai dengan UU Jalan wajib memperoleh izin dari Penyelenggara Jalan sesuai dengan kewenangannya dan pelaksanaannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN/D. Dalam UU Jalan juga diatur mengenai pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/ atau denda administratif kepada setiap orang yang melanggar ketentuan izin tersebut.

Pemanfaatan Jalan Negara sebagai Alternatif Pengelolaan di Luar Penggunaan/Peruntukan

Selanjutnya mengenai pemanfaatan jalan di luar peruntukan dalam PP BMN/D dikenal dengan istilah pemanfaatan. Pemanfaatan tersebut dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Khusus untuk BMN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara, selain dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara dan umum, pemanfaatan BMN hanya dapat dilakukan apabila tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara, tentu dalam hal ini sepanjang tidak mengganggu peruntukan jalan bagi lalu lintas, dan tidak mengubah status kepemilikannya. Hal serupa juga sebetulnya diatur dalam kententuan pemanfaatan BMD yang ada pada Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan-peraturan di masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Secara normatif bentuk-bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah (BGS) atau bangun serah guna (BSG), atau kerja sama penyediaan infrastruktur. Selain bentuk Pemanfaatan tersebut bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara juga berupa Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur. Dalam praktiknya bentuk pemanfaatan untuk jalan lebih banyak dilakukan dalam bentuk sewa oleh pihak ketiga (kecuali jalan tol yang menggunakan skesa konsesi kerjasama pemerintah dengan badan usaha (public private partnership)). Sebagai contoh sewa untuk penempatan papan reklame, sewa untuk jalus jaringan telekomunikasi dan lain-lain.

Pemanfaatan Sebagai Perwujudan Keadilan Sosial

Dari perspektif ilmu ekonomi barang (goods) dikelompokkan berdasarkan dua karakteristik yaitu berdasarkan derajat excludability dan rivalry (persaingan). Dari sisi derajat rivalry, suatu barang dikatakan rivalrous atau a rival jika konsumsi oleh seseorang mencegah konsumsi secara bersamaan oleh orang lain, atau jika konsumsi oleh satu pihak mengurangi kemampuan orang lain untuk mengkonsumsinya. Selanjutnya, barang dianggap non-rivalrous atau non-rival jika untuk setiap level produksi, untuk menyediakan tambahan satu satuan produk tidak diperlukan biaya. Sementara itu excludability didefinisikan sebagai kondisi/derajat dimana suatu barang atau jasa atau sumber daya lainnya hanya dapat dinikmati terbatas oleh pengguna yang membayar, atau sebaliknya produsen atau pemerintah atau penyuplai lainnya dapat mencegah penggunaan barang atau jasa tersebut dari pihak tertentu yang tidak membayar atau tidak memenuhi pengaturan tertentu.

Berdasarkan dua karakteristik tersebut, terdapat empat tipe barang yaitu Public Goods, Private Goods, Common Resources, dan Club Goods (Mankiw, 2012), yang dapat dikelompokkan dalam kuadran-kuadran pada tabel dibawah. Pada perkembangannya, pada derajat rivalry-nya ditambahkan dengan anti-rivalry (2020), dan pada derajat excludability dibagi menjadi tiga yaitu fully excludable, semi-excludable, dan fully non-excludable (Ostrom, 2010).

 

Excludable

Non-excludable

Rivalrous

Private goods

food, clothing, cars, parking spaces

Common-pool resources

fish stocks, timber, coal, free public transport

Non-rivalrous

Club goods

cinemas, private parks, satellite television, public transport

Public goods

free-to-air television, air, national defense, free and open-source software

Tentu yang dimaksud dengan public goods disini bukanlah barang publik/negara sebagaimana secara potensial dipahami oleh masyarakat awam, termasuk jalan umum. Pengkategorian barang dalam konteks ini harus dilakukan dengan hati-hati. Benson (2002) berargumen bahwa jalan (umum) bukanlah public goods, tapi bisa jadi club goods atau common pools tergantung pada pengaturan yang ada. Jalan umum (non-tol) merupakan common pools yaitu dalam derajat excludability berada dalam kuadran non-excludable, yaitu setiap orang dapat menggunakan jalan umum secara gratis sesuai peruntukan tanpa ada pengecualian, sementara dalam derajat rivalry termasuk dalam kategori rivalrous, yaitu apabila seseorang telah menggunakan jalan umum tertentu, akan mengurangi kemampuan orang lain untuk menggunakannya, hal ini terlihat dari adanya kemungkinan terjadinya kemacetan. Sementara itu, Jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam UU Jalan bisa jadi private goods atau club goods.

Pemahaman bagi pengelola/pengguna BMN/D atau penyelenggara jalan, maupun yang terpenting bagi masyarakat, mengenai apakah BMN khususnya Jalan termasuk dalam kategori barang yang mana sesuai dengan kuadran di atas sangatlah penting untuk menciptakan kesadaran bagi pengguna jalan untuk menggunakan jalan sesuai peruntukannya, dan bagi penyelenggara jalan dan juga aparatur negara terkait dalam menegakkan ketentuan mengenai penggunaan jalan dan tentu yang terpenting adalah dalam mengambil kebijakan yang efektif mengenai penyelenggaraan jalan.

Apabila dilakukan di luar peruntukan, semisal untuk tempat penempatan/penanaman jalur kabel jaringan komunikasi/internet (fiber optik) maka karakteristik rivalrous akan menguat, yaitu apabila salah satu pihak telah menggunakannya untuk keperluan di luar peruntukan, maka pihak yang lain, yang tentu akan lebih banyak, tidak lagi dapat memanfaatkannya, sementara sebagai BMN/D seharusnya tidak ada orang yang diistimewakan dalam peruntukannya kecuali dikehendaki oleh perundang-undangan. Disini pemanfaatan mendapat tempatnya yaitu untuk memastikan setiap orang mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Dengan dikenakan biaya secara wajar, pihak yang tidak menerima manfaat tidak akan merasa dikecewakan atau diperlakukan tidak adil (sebenarnya logika yang sama juga berlaku dalam pemanfaatan BMN/D jenis lainnya). Selanjutnya apabila pihak yang berminat untuk memanfaatkan barang itu di luar peruntukan adalah banyak dan tercipta persaingan, lelang hak menikmati dapat menjadi pilihan.

Dari perspektif ini, terdapat beberapa manfaat dari pemanfaatan BMN/D berupa jalan umum. Yang pertama dan terutama adalah pemanfaatan dapat menjamin terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dapat diuraikan di atas. Kedua, dengan proses yang dilakukan dengan hati-hati, pemanfaatan BMN/D dapat mencegah adanya kegiatan warga/semua pihak yang ganjil dan aneh di jalan umum karena syarat pemanfaatan adalah dilakukan dengan memperhatikan kepentingan negara dan umum, dan tidak mengganggu peruntukan jalan bagi lalu lintas, tentu hal ini harusnya dilakukan sejak semula (sebelum pemanfaatan) oleh penyelenggara jalan atau bahkan aparat penegak hukum, artinya sepanjang di luar peruntukan dan tidak ada izin maka ilegal dan dapat ditindak. Disini hak-hak warga negara dapat terjamin. Hak si Ibu untuk mendapat akses yang baik untuk dagangannya harus dilindungi, hak warga atau penduduk untuk mendapat jalan yang tidak berbahaya harus dilindungi, dan seterusnya. Ketiga, tentu yang sering didengungkan, pemanfaatan adalah salah satu sumber PNBP bagi pembangunan nasional, dan juga cost saving.

Variasi Penyalahgunaan Jalan Umum

Sejatinya banyak variasi penyalahgunaan jalan umum. Di hampir seluruh daerah di Indonesia jalan umum acap kali dijadikan tempat menimbun material bangunan (atau menimbun barang apa saja), yang bahkan dapat memakan sebagian besar badan jalan. Aktivitas ini bukan hanya menimbulkan ketidakadilan tapi juga membahayakan bagi pengguna jalan lainnya. Pernah suatu ketika, dalam perjalanan penulis dari Denpasar ke Bulelang pada malam hari, melalui jalanan terjal berliku di Desa Pedawa, sekitar lima belas kilometer setelah melewati area Badugul dari Denpasar, penulis tiba-tiba dihentikan mendadak oleh seorang turis pria asing dengan wajah berurai air mata sembari berteriak minta tolong. Telunjuknya menunjuk ke arah gundukan material pasir yang ditaruh sekenanya entah oleh siapa di pinggir hingga tengah badan jalan yang sempit. Dengan diterangi lampu sepeda motor yang sudah mulai buram, saya melihat seorang wanita berkulit putih tersandar di sana, dengan darah segar terlihat jelas masih mengalir di sebagian wajahnya, kepalanya sepertinya terluka. Dia mengerang kesakitan, tangan kirinya memegang tangan lainnya yang menjuntai, yang sepertinya patah atau ada masalah dengan persendiannya. Pada lututnya dan sebagian kakinya juga terlihat ditutupi darah segar, dengan tentu penuh pasir di sana-sini. Motornya terlihat berantakan tidak jauh dari tempat wanita itu, sebagian tertimbun di dalam gundukan material pasir.

Contoh lain yang kerap kita temui adalah, menggunakan jalan umum, atau bagian-bagian dari jalan umum sebagai tempat parkir kendaraan, baik tempat parkir sementara karena sedang mengunjungi area tertentu seperti pasar atau toko, atau bisa jadi sebagai tempat parkir (yang sepertinya) permanen dari orang yang tidak memiliki tempat parkir kendaraan di rumahnya. Bahkan beberapa bulan lalu viral di media sosial seorang warga yang secara permanen membuat sekat untuk tempat parkir kendaraannya di badan jalan atau bagian jalan lainnya. Terdapat pula permasalahan penggunaan bagian-bagian dari jalan umum sebagai tempat mangkal pedagang-pedagang kecil ada yang hanya gerobak hingga ada yang membuka lapak. Perkara yang lebih unik lagi adalah adanya warga masyarakat yang membangun ruko atau rumah atau bangunan lainnya di wilayah yang sebenarnya masih bagian dari jalan umum.

Sebenarnya masih banyak lagi model penggunaan jalan secara ilegal mulai dari pemasangan spanduk atau alat peraga lainnya, sampai dengan menggunakan bagian jalan sebagai lahan pertanian atau tempat membuang sampah, yang tentu tidak bisa diceritakan disini secara detail.

Apa Yang Harus Dilakukan?

Lantas apa yang harus dilakukan? Sebenarnya telah dijawab di atas. Namun, saya mencoba mengemas jawaban yang sederhana saja. Semua orang/pihak harus memahami mengenai apa yang telah diuraikan di atas, baik warga atau pengguna jalan, maupun aparatur negara, setidaknya dari segi konsep. Kesadaran warga negara/penduduk dalam menggunakan jalan dengan baik dan benar sangatlah penting. Selanjutnya, bagi negara, ketegasan negara menegakkan aturan secara konsisten juga tidak kalah penting. Jika ada tumpukan material bangunan memakan badan jalan, harus ada yang bertindak. Jika ada yang membangun tenda nikahan secara sembarangan di tengah jalan umum, itu bukan hanya untuk ditonton. UU Jalan sudah mengatur mengenai sanksi atas pengagaran-pelanggaran ini. Kalau perlu harus ada sanksi pidananya, setidaknya tindak pidana ringan saja. Sejujurnya korban sudah ada, meterial, fisik, atau bahkan nyawa.

Sebetulnya permasalahan penggunaan jalan bisa lebih kompleks. Disini kita belum membahas mengenai konsep free rider, persoalan penggunaan jalan dikaitkan dengan kesadaran warga membayar pajak, retribusi dan lainnya.  Selanjutnya, pada akhirnya cara kita menggunakan jalan umum menunjukkan kualitas kedewasaan kita sebagai pribadi yang siap bermasyarakat.

References

Benson, B. L. (2002). Are Roads Public Goods, Club Goods, Private Goods, or Common Pools? Florida : The Florida State University website.

Mankiw, N. G. (2012). Principles of microeconomics (6th ed.). Mason, OH: South-Western Cengage Learning.

Nikander, P., Eloranta, V., Karhu, K., & Hiekkanen, K. (2020). Digitalisation, anti-rival compensation and governance: Need for experiments. Nordic Workshop on Digital Foundations of Business, Operations, and Strategy (pp. 1-6). Espoo: Aalto.

Ostrom, E. (2010). Beyond Markets and States: Polycentric Governance of Complex Economic Systems. American Economic Review, 641-672.

 

 

Ditulih oleh Ida Kade Sukesa/ Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Mamuju

Artikel ini merupakan bagian dari Serial Artikel Merindu BMN yang didedikasikan sebagai media edukasi Pengelolaan BMN/D.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini