Wanita setengah baya itu mematung dalam lamunan, menatap
kosong deretan meja-meja dengan kursi-kursi yang tertata rapi di rumah makan
sederhana beratap terpal yang
baru dia dirikan beberapa minggu ini di pojok pertigaan jalan itu. Tangannya
sibuk memlintir ujung jilbab sederhananya hingga kusut.
“Sudah dua hari ini sepi mas,” jawabnya pelan ketika
ditanya apakah dagangannya laris. “Sejak dua hari jalan di depan sana ditutup karena
hajatan mas, biasanya ramai di sini,”
lanjutnya menjelaskan, sembari beranjak dari tempat duduknya untuk melayani
saya.
Saya adalah satu-satunya pembeli di sana, padahal saat itu,
jam yang ditempelkan di dinding triplek di atas pintu menuju ruang tengah, yang
tampaknya difungsikan sebagai tempat tinggal itu, menunjukkan pukul setengah
satu siang, puncaknya waktu makan siang.
Tenda yang menutupi seluruh badan jalan yang menghubungkan
kios itu dengan area perkantoran dan komersial telah menghalangi para pembeli
untuk berkunjung. Rumah makan itu, saat itu hanya dapat diakses dari jalanan perumahan
yang cukup jauh, sempit, bercabang-cabang, dan berliku.
Sambil menikmati ikan kerapu goreng kering, dengan lalapan mentimun dan sayur kol segar, pikiran saya
berkecamuk. “Ini saharusnya tidak terjadi, jalan seharusnya tidak boleh
digunakan untuk kepentingan pribadi secara serampangan” gumam saya.
Lantas, memikirkan situasi itu, di dalam tulisan ini saya
mencoba untuk mendudukkannya dari perpektif
pengelolaan barang milik negara/daerah (BMN/D),
yang tentu karena jalan itu adalah BMN/D.
Pada Mulanya Seharusnya Jalan Negara Hanya Digunakan Sesuai Dengan Peruntukannya
Sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan sebagaimana telah diubah sebanyak dua kali terakhir dengan UU
Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (untuk selanjutnya
dalam tulisan ini disebut dengan UU Jalan), jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk
bangunan penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan
bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
rel, jalan lori, dan jalan kabel.
Sesuai dengan peruntukannya, jalan dibagi menjadi jalan umum
dan jalan khusus. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum,
sedangkan jalan khusus adalah
jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri. Sementara itu, jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem
jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar
tol. Selanjutnya, tulisan ini akan
fokus membahas mengenai jalan umum.
Dalam UU Jalan, jalan umum dikelompokkan menurut sistem,
fungsi, status, dan kelas. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan
jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Selanjutnya, jalan umum
menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Sementara, menurut statusnya jalan umum dikelompokkan
ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan
desa.
Secara umum sesuai dengan UU Jalan, penguasaan atas jalan
ada pada negara. Penguasaan oleh negara tersebut memberi wewenang kepada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan
keberlangsungan pelayanan jalan
dalam kesatuan sistem jaringan jalan.
Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan jalan meliputi pengembangan sistem jaringan
jalan secara
nasional, penyelenggaraan jalan secara umum, penyelenggaraan jalan nasional. Dalam mengembangkan sistem jaringan
jalan secara
nasional, Pemerintah Pusat menyusun rencana umum jaringan jalan secara nasional dengan memperhatikan rencana
pembangunan jangka panjang nasional, rencana tata ruang wilayah, tataran
transportasi nasional yang ada dalam sistem transportasi nasional, implementasi
pembangunan jalan berkelanjutan,
dan rencana pengembangan kawasan prioritas dan terintegrasi antarsektor.
Lebih lanjut, wewenang Pemerintah Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan provinsi,
yang meliputi meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan provinsi. Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten/kota, pengaturan jalan desa, dan pembinaan jalan desa dalam wilayah kabupaten/kota dimaksud.
Selanjutnya wewenang Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan jalan meliputi jalan desa, yang meliputi pembangunan dan pengawasan jalan
desa.
Sesuai dengan UU Jalan setiap jalan harus memiliki bagian-bagian jalan yang merupakan ruang yang dipergunakan untuk
mobilitas, konstruksi jalan, keperluan
peningkatan kapasitas jalan, dan
keselamatan bagi pengguna jalan.
Bagian-bagian jalan tersebut meliputi:
a) ruang manfaat jalan; b) ruang
milik jalan; dan c) ruang
pengawasan jalan. Selanjutnya
penyelenggara jalan diharuskan untuk menjaga bagian-bagian jalan tersebut agar senantiasa berfungsi dengan baik, dalam
rangka tertib pemanfaatan jalan.
Ruang manfaat Jalan terdiri atas: a) badan jalan; b) jalur kendaraan bermotor roda dua, pejalan kaki,
pesepeda, dan/atau penyandang disabilitas; c) saluran tepi jalan; d) ambang pengaman jalan; e) jalur jaringan utilitas terpadu; dan f) lajur
atau jalur angkutan massal berbasis jalan maupun lajur khusus lalu lintas
lainnya. Sementara itu, di jalan
bebas hambatan dan jalan tol,
penyediaan fasilitas pejalan kaki, pesepeda, dan penyandang disabilitas
dikecualikan.
Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan. Selanjutnya, ruang pengawasan jalan sebagaimana merupakan ruang tertentu di luar ruang
milik jalan yang ada di
bawah pengawasan penyelenggara jalan. Selain memiliki bagian jalan sebagaimana disebutkan di atas, untuk mendukung fungsi Jalan, dapat
dibangun bangunan penghubung berupa jembatan dan/atau terowongan guna mengatasi
rintangan antarruas jalan.
Ditinjau dari perspektif pengelolaan/penatausahaan BMN/D, jalan nasional
adalah BMN, Jalan Provinsi adalah BMD di masing-masing provinsi, dan jalan kabupaten/kota/desa adalah BMD yang dicatat oleh Kabupaten/Kota tertentu.
Selanjutnya tanggung jawab pengelolaannya disesuaikan dengan pengelompokan
tersebut didasarkan pada ketentuan yang berlaku dalam hal ini Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 (PP
BMN/D) dan segara turunannya sesuai dengan lingkup kewenangan jenis BMN/D dan
seterusnya.
Jika dilihat dari uraian di atas, secara keseluruhan dapat
dikatakan jalan harus digunakan sesuai dengan peruntukannya yaitu bagi lalu
lintas. Selanjutnya apabila bagian-bagian jalan dimanfaatkan selain sesuai peruntukannya, sesuai
dengan UU Jalan wajib memperoleh izin dari Penyelenggara
Jalan sesuai dengan kewenangannya dan pelaksanaannya mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN/D. Dalam UU Jalan juga diatur mengenai pengenaan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/ atau denda administratif kepada
setiap orang yang melanggar ketentuan izin tersebut.
Pemanfaatan Jalan Negara
sebagai Alternatif Pengelolaan di Luar Penggunaan/Peruntukan
Selanjutnya mengenai pemanfaatan jalan di luar peruntukan dalam PP BMN/D dikenal dengan
istilah pemanfaatan.
Pemanfaatan tersebut dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan
memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Khusus untuk BMN
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang
Pemanfaatan Barang Milik Negara, selain dilakukan dengan memperhatikan
kepentingan negara dan umum, pemanfaatan BMN hanya dapat dilakukan apabila
tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan
negara, tentu dalam hal ini sepanjang tidak mengganggu peruntukan jalan bagi
lalu lintas, dan tidak mengubah status kepemilikannya. Hal serupa juga
sebetulnya diatur dalam kententuan pemanfaatan BMD yang ada pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan-peraturan di masing-masing Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Secara normatif bentuk-bentuk pemanfaatan yang dapat
dilakukan sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah (BGS) atau
bangun serah guna (BSG), atau kerja sama penyediaan infrastruktur. Selain bentuk
Pemanfaatan tersebut bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara juga berupa Kerja
Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur. Dalam praktiknya bentuk
pemanfaatan untuk jalan lebih banyak dilakukan dalam bentuk sewa oleh pihak
ketiga (kecuali jalan tol yang menggunakan skesa konsesi kerjasama
pemerintah dengan badan usaha (public
private partnership)).
Sebagai contoh sewa untuk penempatan papan reklame, sewa untuk jalus jaringan
telekomunikasi dan lain-lain.
Pemanfaatan Sebagai Perwujudan Keadilan Sosial
Dari perspektif ilmu ekonomi barang (goods) dikelompokkan berdasarkan dua karakteristik yaitu
berdasarkan derajat excludability dan rivalry
(persaingan). Dari sisi derajat rivalry, suatu barang dikatakan rivalrous atau a rival jika konsumsi oleh seseorang mencegah konsumsi secara
bersamaan oleh orang lain, atau jika konsumsi oleh satu pihak mengurangi
kemampuan orang lain untuk mengkonsumsinya. Selanjutnya, barang dianggap non-rivalrous atau non-rival jika untuk setiap level produksi, untuk menyediakan tambahan
satu satuan produk tidak diperlukan biaya. Sementara itu excludability didefinisikan sebagai kondisi/derajat dimana suatu barang atau jasa atau
sumber daya lainnya hanya dapat dinikmati terbatas oleh pengguna yang membayar,
atau sebaliknya produsen atau pemerintah atau penyuplai lainnya dapat mencegah
penggunaan barang atau jasa tersebut dari pihak tertentu yang tidak membayar
atau tidak memenuhi pengaturan tertentu.
Berdasarkan dua karakteristik tersebut, terdapat
empat tipe barang yaitu Public Goods,
Private Goods, Common Resources, dan Club
Goods (Mankiw, 2012), yang dapat dikelompokkan dalam kuadran-kuadran pada tabel dibawah. Pada perkembangannya,
pada derajat rivalry-nya ditambahkan
dengan anti-rivalry
|
Excludable |
Non-excludable |
Rivalrous |
Private goods food,
clothing, cars, parking spaces |
Common-pool resources fish
stocks, timber, coal, free public transport |
Non-rivalrous |
Club goods cinemas,
private parks, satellite television, public transport |
Public goods free-to-air
television, air, national defense, free and open-source software |
Tentu yang dimaksud dengan public goods disini bukanlah barang publik/negara sebagaimana secara potensial dipahami
oleh masyarakat awam, termasuk jalan
umum. Pengkategorian barang dalam konteks ini harus dilakukan dengan hati-hati. Benson
Pemahaman bagi pengelola/pengguna BMN/D atau penyelenggara
jalan, maupun yang terpenting bagi masyarakat, mengenai apakah BMN khususnya Jalan
termasuk dalam kategori barang yang mana sesuai dengan kuadran di atas
sangatlah penting untuk menciptakan kesadaran bagi pengguna jalan untuk
menggunakan jalan sesuai peruntukannya, dan bagi penyelenggara jalan dan juga
aparatur negara terkait dalam menegakkan ketentuan mengenai penggunaan
jalan dan tentu yang terpenting adalah dalam mengambil kebijakan yang efektif
mengenai penyelenggaraan jalan.
Apabila dilakukan di luar peruntukan, semisal untuk tempat penempatan/penanaman
jalur kabel jaringan komunikasi/internet
(fiber optik) maka karakteristik rivalrous akan menguat, yaitu apabila salah satu pihak telah
menggunakannya untuk keperluan di luar peruntukan, maka pihak yang lain, yang tentu akan lebih
banyak, tidak lagi dapat
memanfaatkannya, sementara sebagai BMN/D seharusnya tidak ada orang yang
diistimewakan dalam peruntukannya kecuali dikehendaki oleh perundang-undangan.
Disini pemanfaatan mendapat tempatnya yaitu untuk memastikan
setiap orang mendapat perlakuan dan kesempatan yang sama. Dengan dikenakan biaya secara wajar, pihak yang tidak
menerima manfaat tidak akan merasa dikecewakan
atau diperlakukan tidak adil (sebenarnya logika yang sama juga berlaku dalam
pemanfaatan BMN/D jenis lainnya). Selanjutnya apabila pihak yang berminat untuk
memanfaatkan barang itu di luar peruntukan adalah banyak dan tercipta
persaingan, lelang hak menikmati dapat menjadi
pilihan.
Dari perspektif ini, terdapat beberapa manfaat
dari pemanfaatan BMN/D
berupa jalan umum. Yang pertama dan terutama adalah pemanfaatan dapat menjamin terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dapat diuraikan di atas.
Kedua, dengan proses yang dilakukan dengan hati-hati, pemanfaatan BMN/D dapat
mencegah adanya kegiatan warga/semua pihak yang ganjil dan aneh di jalan umum
karena syarat pemanfaatan adalah dilakukan
dengan memperhatikan kepentingan negara dan umum, dan
tidak mengganggu peruntukan jalan bagi lalu
lintas, tentu hal ini harusnya dilakukan sejak semula (sebelum
pemanfaatan) oleh penyelenggara jalan atau bahkan aparat
penegak hukum, artinya sepanjang di luar peruntukan dan tidak ada izin maka
ilegal dan dapat ditindak. Disini hak-hak warga negara dapat terjamin. Hak si
Ibu untuk mendapat akses yang baik untuk dagangannya harus dilindungi, hak
warga atau penduduk untuk mendapat jalan yang tidak berbahaya harus dilindungi,
dan seterusnya. Ketiga, tentu yang sering didengungkan, pemanfaatan adalah
salah satu sumber PNBP bagi pembangunan nasional, dan juga cost saving.
Variasi Penyalahgunaan Jalan Umum
Sejatinya banyak variasi
penyalahgunaan jalan umum. Di hampir seluruh daerah di Indonesia jalan umum acap
kali dijadikan tempat menimbun material
bangunan (atau menimbun barang apa saja), yang bahkan dapat memakan
sebagian besar badan jalan. Aktivitas ini bukan hanya menimbulkan ketidakadilan
tapi juga membahayakan bagi pengguna jalan lainnya. Pernah suatu ketika, dalam
perjalanan penulis dari Denpasar
ke Bulelang pada malam hari, melalui jalanan terjal berliku di Desa Pedawa,
sekitar lima belas kilometer setelah melewati area Badugul dari Denpasar,
penulis tiba-tiba dihentikan mendadak oleh seorang turis pria asing dengan
wajah berurai air mata sembari berteriak minta tolong. Telunjuknya menunjuk ke
arah gundukan material pasir yang ditaruh sekenanya entah oleh siapa di pinggir
hingga tengah badan jalan yang sempit. Dengan diterangi lampu sepeda motor yang
sudah mulai buram, saya melihat seorang wanita berkulit putih tersandar di
sana, dengan darah segar terlihat jelas masih mengalir di sebagian wajahnya,
kepalanya sepertinya terluka. Dia mengerang kesakitan, tangan kirinya memegang
tangan lainnya yang menjuntai, yang sepertinya patah atau ada masalah dengan
persendiannya. Pada lututnya dan sebagian kakinya juga terlihat ditutupi darah
segar, dengan tentu penuh pasir di sana-sini. Motornya terlihat berantakan
tidak jauh dari tempat wanita itu, sebagian tertimbun di dalam gundukan material
pasir.
Contoh lain yang
kerap kita temui adalah, menggunakan jalan umum, atau bagian-bagian dari jalan
umum sebagai tempat parkir kendaraan,
baik tempat parkir sementara karena sedang mengunjungi area tertentu seperti
pasar atau toko, atau bisa jadi sebagai tempat parkir (yang sepertinya)
permanen dari orang yang tidak memiliki tempat parkir kendaraan di rumahnya.
Bahkan beberapa bulan lalu viral di media sosial seorang warga yang secara
permanen membuat sekat untuk tempat parkir kendaraannya di badan jalan atau
bagian jalan lainnya. Terdapat pula permasalahan penggunaan bagian-bagian dari
jalan umum sebagai tempat mangkal pedagang-pedagang kecil ada yang hanya
gerobak hingga ada yang membuka lapak. Perkara yang lebih unik lagi adalah adanya
warga masyarakat yang membangun ruko
atau rumah atau bangunan lainnya di wilayah yang sebenarnya masih bagian
dari jalan umum.
Sebenarnya masih
banyak lagi model penggunaan jalan secara ilegal mulai dari pemasangan spanduk
atau alat peraga lainnya, sampai dengan menggunakan bagian jalan sebagai lahan
pertanian atau tempat membuang sampah, yang tentu tidak bisa diceritakan disini
secara detail.
Apa Yang Harus Dilakukan?
Lantas apa yang harus
dilakukan? Sebenarnya telah dijawab di atas. Namun, saya mencoba mengemas jawaban yang sederhana
saja. Semua orang/pihak harus memahami mengenai apa yang telah diuraikan di atas,
baik warga atau pengguna jalan, maupun aparatur negara, setidaknya dari segi
konsep. Kesadaran warga negara/penduduk dalam menggunakan jalan dengan
baik dan benar sangatlah penting. Selanjutnya, bagi negara, ketegasan negara
menegakkan aturan secara konsisten juga tidak kalah penting. Jika ada tumpukan
material bangunan memakan badan jalan, harus ada yang bertindak. Jika ada yang
membangun tenda nikahan secara sembarangan di tengah jalan umum, itu bukan hanya
untuk ditonton. UU Jalan sudah mengatur mengenai sanksi atas
pengagaran-pelanggaran ini. Kalau perlu harus ada sanksi pidananya, setidaknya
tindak pidana ringan saja. Sejujurnya korban sudah ada, meterial, fisik, atau
bahkan nyawa.
Sebetulnya
permasalahan penggunaan jalan bisa lebih kompleks. Disini kita belum membahas
mengenai konsep free rider, persoalan
penggunaan jalan dikaitkan dengan kesadaran warga membayar pajak, retribusi dan
lainnya. Selanjutnya, pada akhirnya cara
kita menggunakan jalan umum menunjukkan kualitas kedewasaan kita sebagai
pribadi yang siap bermasyarakat.
Benson, B. L. (2002). Are Roads Public Goods,
Club Goods, Private Goods, or Common Pools? Florida : The Florida State
University website.
Mankiw, N. G. (2012). Principles
of microeconomics (6th ed.). Mason, OH: South-Western Cengage Learning.
Nikander, P., Eloranta,
V., Karhu, K., & Hiekkanen, K. (2020). Digitalisation, anti-rival
compensation and governance: Need for experiments. Nordic Workshop on
Digital Foundations of Business, Operations, and Strategy (pp. 1-6).
Espoo: Aalto.
Ostrom, E. (2010). Beyond
Markets and States: Polycentric Governance of Complex Economic Systems. American
Economic Review, 641-672.
Ditulih oleh Ida Kade
Sukesa/ Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Mamuju
Artikel ini merupakan
bagian dari Serial Artikel Merindu BMN yang didedikasikan sebagai media edukasi
Pengelolaan BMN/D.